25. Pernah Mendengar

218 9 0
                                    

Azkia kini semakin dekat mengingat masa lalunya, apalagi setelah melewati hari ini.
"Baik, semua keinginan Tuan Putri akan saya turuti." ucapan Erwin dengan senyum misterius.
Deg...
Azkia yang berada di depan Erwin merasakan seperti ada sesuatu yang menghantam jantungnya setelah mendengar perkataan Erwin.
Secepat kilat dia teringat sesuatu tapi secepat itu pula dia merasakan sakit di kepalanya.
Tidak ingin rasa sakit ini semakin menjadi, dia langsung menoleh ke arah Erwin untuk bertanya.
"Kau memanggilku apa?" Dengan mimik wajah penuh harap, semoga dia mendapat petunjuk dari jawaban Erwin.
"Tuan putri, memang kenapa? Bukannya panggilan tuan putri adalah hal biasa untuk wanita yang mempunyai keinginan untuk selalu dituruti," jawaban dari Erwin membuat Azkia semakin membeku tak terasa matanya berkaca-kaca, bukan karena terharu mendapat sebuah petunjuk. Tapi dia merasa kesal karena tidak bisa menangkap bayangan apapun, namun dia seperti sering mendengar kata itu di waktu kecil.
"Ayo cepat katanya mau main, malah bengong. Panas disini nanti kau keburu gosong," ucapan Erwin yang menyebalkan segera merusak suasana hati Azkia.
Plaak...
Azkia memukul lengan Erwin dengan keras.
"Enak saja, aku putih sudah dari sananya, tidak mungkin akan gosong dalam waktu sekejap," ujarnya dengan bibir manyun.
"Iya-iya." Sambil mengacak rambut Azkia.
Azkia yang di tarik lembut tangannya oleh Erwin menuju bibir pantai, semakin campur aduk perasaannya. Namun bukan Azkia namanya jika akan terlarut dengan perasaannya, secepat kilat dia berhasil menguasai perasaannya.
Banyak pertanyaan rasa penasaran buat Erwin, namun dia ragu takut nanti akan terjadi kesalah pahaman yang di sebabkan ingatan yang masih samar.
Mereka menikmati indahnya laut itu dengan gembira, sedari tadi tawa terus keluar dari mulut mereka berdua. Setelah puas main di dalam air, Azkia yang merasa senang berlari menuju villa untuk istirahat sebelum pulang.
Saking senangnya dia berlari hingga kakinya terkilir dan terjatuh, Erwin yang berada agak jauh di belakangnya segera lari mendekat.
Erwin berdecak kesal. "Kau ini selalu ceroboh, bisa tidak sih agar tidak selalu terluka," ucap Erwin kesal sambil memijat kaki Azkia.
Azkia hanya manyun dan sesekali meringis menahan sakit karena pijatan Erwin.
Tunggu dulu aku hanya satu kali jatuh di depan Erwin, kok sepertinya dia tau kalau aku sering jatuh, padahal aku sering jatuh di waktu kecil, ahh.. entahlah lagi-lagi kepalaku sakit jika dipaksa untuk berpikir.
Setelah di rasa kakinya tidak sesakit tadi, dia menyuruh Erwin berhenti memijatnya. Dan kemudian Erwin membantu memapah Azkia berjalan menuju villa yang sudah hampir sampai.
Kalau aku tidak ingat dengan tuan muda sudah aku gendong kamu. Gumamnya dalam hati dengan tersenyum tipis.
****************
Sedangkan di tempat lain.
Deffin yang bersandar di sofa kamarnya beberapa kali mendengus kesal, Sekretaris Roy dan bik Mur sudah kenyang mendengar umpatan Deffin untuk Erwin sedari tadi. Sebab dari tadi Erwin tidak menjawab ponselnya.
Ting..
Bunyi pesan masuk di ponsel milik Deffin dari Erwin.
"Maaf tuan muda, nona sedari tadi mencari alasan agar tidak pulang hari ini, nanti lebih baik Anda menjemput di rumah saya saja."
Pesan itu langsung membuat wajah yang tadi murung dan tampak kurang tidur menjadi berbinar, bahkan cerahnya mengalahkan sinar mentari.
"Benarkan kata saya Tuan, bahwa Erwin akan menepati janjinya untuk membawa nona pulang hari ini," ucap bik Mur yang selalu percaya kepada ponakannya tersebut. Dia sangat tahu kalau Erwin juga mencintai Azkia, namun yang pasti keponakannya itu tidak akan pernah mengkhianati tuan mudanya.
"Heemm.." Jawabnya malas. "Roy urusan kantor cepat kau selesaikan sekarang, nanti sore kita jemput Azkia di rumah Erwin." Deffin sengaja mengusir Roy agar tidak mendengar pembicaraannya dengan bik Mur lebih lanjut.
Setelah kepergian Roy, Deffin memandang wanita paruh baya yang sudah merawatnya sejak kecil.
"Bik aku tahu Erwin memang tidak akan pernah berkhianat, tapi bagaimanapun juga aku tetap takut jika Azkia akan lebih nyaman di dekat Erwin seperti dulu. Bagaimanapun juga cemburu itu rasanya tidak enak Bik," ujar Deffin merajuk seperti anak kecil.
Sedangkan bik Mur tersenyum melihat tingkah tuan mudanya yang seperti anak kecil, sama seperti dulu aduannya tentang tidak nyamannya melihat kedekatan Azkia dan Erwin, oleh sebab itu tentang Azkia Roy tidak pernah tahu, karena Deffin takut Roy akan jatuh cinta juga dengan Azkia jika mengenalnya.
Itulah alasan kenapa hanya Erwin yang boleh mengawasi Azkia dari dekat, jika semakin banyak orang mendekat maka Deffin semakin sering merasakan cemburu.
"Jika Tuan takut, maka dari itu cepat ungkapkan rasa cinta yang sudah lama tuan pendam, mungkin ungkapan itu akan membuat nona mau bertahan di sisi Tuan."
Deffin tidak menjawab dia malah menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata. Dan mengusir bik Mur dengan kibasan tangannya, dia sudah tidak mau mendengar nasehat bik Mur lebih lanjut, dan seperti itulah kebiasaan Deffin sedari dulu.
Mungkin memang aku harus mengungkapkannya, huh.. Kia kau sedari dulu selalu bisa meruntuhkan semua pendirianku.
****************
Waktu terus bergulir, kini Azkia dan Erwin sudah sampai di rumah Erwin di kota x, di mana ada ruang bawah tanah yang mengerikan, beruntung ruang bawah tanah itu kedap suara hingga Azkia tidak bisa mendengar suara jeritan yang mengerikan.
Setelah keluar dari mobil.
"Kenapa tidak menyuruh Deffin menjemput di villa saja," ucap Azkia sambil memandang rumah yang cukup mewah itu.
"Tidak, aku tidak ingin ada orang lain lagi yang tau tempat pribadiku, jadi kau jangan pernah mengatakan pada siapapun di mana keberadaan tempat itu," ucap Erwin tegas. "kalau sampai tuan Deffin tau habis aku, hanya itu impianmu yang aku rahasiakan dari dia," lanjut hatinya.
"Iya, aku tidak akan kasih tahu siapapun, tapi jika aku butuh tempat pelarian bolehkah aku datang kesitu," pintanya penuh harap.
"Iya, sshhtt.. sudah jangan dilanjut lagi, dan jaga sikapmu jangan terlalu akrab, karena di sini ada orang-orangnya tuan muda."
Azkia hanya mengangguk, mereka masuk ke dalam rumah. rumah yang tidak terlalu banyak perabot, namun banyak hiasan tengkorak hewan buas yang menggantung rapi di dinding.Dan juga berbagai pedang yang dipajang dengan figura besar yang semakin membuat Azkia merinding.
"Hiii... rumah ini seram sekali, sayang sekali rumah yang tidak kalah besar dari villa itu mempunyai aura mengerikan. pasti banyak hantunya di sini hii..."
Tidak lama kemudian terdengar pintu terbuka dengan keras, menampakkan sosok Deffin yang sudah tidak bisa menahan rindu. dengan cepat dia berjalan menghampiri Azkia, lalu memeluk tubuh mungil itu dengan erat, menumpahkan semua rasa yang selama ini di pendamnya.
"Kia ... Kia ... Kia ...." ucapnya dengan lirih sambil menciumi seluruh wajah Azkia dengan tetesan air mata bahagia bisa melihat dan mencium wajah yang sudah sangat dirindukannya.
Sedangkan Azkia terpaku mendengar panggilan dari Deffin, seakan waktu berhenti detik itu juga.
Degh...
Bahkan ada sesuatu yang menghantam jantungnya lebih keras daripada panggilan dari Erwin, tidak terasa air matanya menetes, entah mengapa ada sesuatu dengan panggilan ini hingga dia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
"Perasaan apa ini, mengapa membuat dadaku rasanya sesak sekali..."

Tuan Muda Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang