LIHAT, LANGIT PERINGKAT 1 (lagi)!

24 4 0
                                    

Tap tap tap!

"MAMAAA!! PAPAA!!" panggil seorang anak laki-laki berseragam putih abu-abu yang tengah menenteng sebuah laporan hasil pembelajaran.

"Mama, lihat, Langit dapat peringkat satu lagi!" ujarnya dengan senyum lebar dan tatapan berbinar pada wanita dihadapannya. "Mamaa....." rengeknya.

"KAMU BISA DIAM APA GAK SIH?! KAMU GAK LIHAT KALAU SAYA SEDANG KERJA?!" bentak wanita itu lalu melenggang pergi dengan tablet ditangannya.

"Gak apa-apa deh, mungkin Mama masih capek." gumamnya dengan senyuman yang ia paksakan. "Gue harus kasih tau ke Papa!"

"PAPAA!!" panggilnya dengan menyodorkan sebuah raport kepada pria yang tengah sibuk berkutat dengan laptop dihadapannya. "Langit dapat peringkat satu lagi!"

Plakk!!

"Berisik!" ujar pria kerap Langit panggil 'Papa'. Pria itu menyunggingkan senyum miring dan tatapan remeh seraya mencengkeram kuat dagu Langit. "Kamu baru dapat peringkat satu aja sudah bangga. Apa kabar dengan anak teman saya yang selalu menjadi juara umum? Sangat kontras dengan kamu!" ujarnya mencemooh lalu melenggang pergi.

Langit Vero Angkasa, seorang anak laki-laki yang hanya butuh waktu, kasih sayang, dan perhatian dari kedua orang tuanya. Sejak kecil, Langit tak pernah merasakan apa itu dipeluk oleh kedua orang tuanya. Terkadang, ia merasa iri dengan teman-teman yang bisa bercanda ria dengan orang tua. Sedangkan Langit?

Langit tersenyum kecut. Ia menghela napas panjang dan memegangi pipinya yang memerah. "Semangat Langit! Mungkin lo belum bisa banggain Mama sama Papa sampe Mama sama Papa malu ngakuin lo." ujarnya menyemangati diri sendiri.

Langit memasuki kamarnya dan merebahkan diri di atas ranjang tidurnya lalu memasuki alam mimpi tanpa terlebih dahulu melepas seragam yang melekat ditubuhnya.

~•o•~

Byurr!!

Dengan terkejut, Langit membuka matanya. Ia menatap ranjang dan bajunya yang kini telah basah kuyup. Langit mendongak.

"ENAK SEKALI KAMU JAM SEGINI MASIH TIDUR-TIDURAN!! SANA BELAJAR...!!" ujar seorang pria.

"Tapi Langit capek, Pah." ujar Langit. "Langit pengen istirahat sebentar ya, Pah..."

"Enak sekali kamu bilang seperti itu. Kamu ini bodoh Langit! Kamu anak pembawa sial! Kamu hanya bisa menjadi aib keluarga! Saya menyesal memiliki anak seperti kamu!" ujar pria itu. "Sekarang cepat belajar!"

"Tapi, Pah..."

Ctass!!

"ARGHHHH!!" suara ikat pinggang dan erangan Langit bersatu padu.

Ctass!!

"AARGHHHH.... Ampun, Pah...." lirih Langit dengan memegang perut dan tatapan sendu. Langit ingin sekali mengubah pukulan menjadi pelukan. Tapi kapan itu terkabul?

"Cepat belajar!" titah pria itu dengan datar.

Langit menyeret tubuhnya dipinggir dinding. Ia memejamkan mata sejenak, seolah menikmati hasil pukulan yang diberikan Papa padanya.

Saya menyesal memiliki anak seperti kamu!

Kalimat itu seolah berputar di pikiran Langit. "Langit juga menyesal lahir disini, Pah!" gumamnya.

Langit melangkah dengan tertatih-tatih menuju meja belajarnya. Ia mulai membuka lembaran-lembaran kertas tanpa mengganti pakaiannya yang basah dan bercampur bercak darah.

I NEED SOME RESTWhere stories live. Discover now