CHAPTER 23 |• SELAMAT TINGGAL AVIN

17 2 0
                                    

WARNING!!!! TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA 

HAPPY READING....

Resah, khawatir, dan takut menjadi satu memenuhi perasaan Zavin mengenai kondisi Aidan yang sekarang berada di ruangan UGD. Doa terus Zavin panjatkan untuk keselamatan dan kesehatan Aidan.

Diseoa berdoa senyum kecut tersungging di bibir Zavin, saat saat seperti ini kedua orang tuanya tak kunjung memunculkan batang hidungnya untuk mengetahui bagaimana keadaan putra sulungnya yang slalu di tuntun sempurna itu.

Zavin mengerti dengan bekerja keras mereka bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan keluarga yang makin lama makin banyak tapi apakah harus tak peduli dengan kondisi putranya yang berada diambang hidup dan mati.

Ingin marah tapi bagi Zavin tak ada gunanya sebab nantinya papa dan mama akan menyangkal dengan sejuta alasan bahwa mereka tak salah malah ujung ujungnya akan mendapatkan kata kata pedas yang dimana menyalahkan kita tak becus menjaga diri, dan Zavin muak akan hal itu.

Derap langkah terdengar bersamaan pintu ruang UGD terbuka, Brian dan Sharla lantas menghampiri dokter itu dan memberikan jutaan pertanyaan mengenai kondisi Aidan.

Zavin melihat itu terkekeh, merasa jijik akan kedua orang tuanya yang baru datang dan terlihat seperti sudah menunggu sedari tadi.

Tatapan Brian tajam mengarah kearah Zavin yang juga menyorot tajam kearahnya. Lalu tatapan itu berubah menjadi teduh.

" Bisa jelasin ke papa kronologinya?" Pinta Brian lembut sembari berjongkok dihadapan putra bungsunya.

" Bisa nanti aja, pa, untuk saat ini kita fokus aja ke Abang aja."

Brian menggerakkan giginya menahan gemuruh amarah yang menyerangnya, ia ingin tau sekarang juga kenapa harus menunggu tapi ia harus menahannya mengingat siapa yang ia ajak bicara adalah Zavin, putranya yang berani membangkang dan tak pernah mendengar ucapannya jika tak diberi hukuman terlebih dahulu.

Brian lantas membuang wajahnya dan bangkit menghampiri Sharla yang sedari tadi menangis tersedu, tangannya langsung memeluk erat istrinya untuk memberikan kekuatan serta kehangatan.

Semuanya terasa berantakan sekaligus menakutkan dalam waktu bersamaan hingga Brian tak tau harus apa sekarang. Ia takut kehilangan untuk kedua kalinya setelah ibunya pergi saat usianya 15 tahun.

Zavin menyadarkan tubuhnya di sandaran kursi ruang tunggu. " Gue bisa menguatkan diri gue sendiri." Ujarnya menekan perasaan ingin ikut dalam pelukan orang tuanya yang saling menguatkan.

******

" RAJA."

Zavin langsung menghentikan langkahnya menuju ke motornya  yang terparkir saat mendengar suara yang melengking indah memasuki gendang telinganya, laki laki itu lantas membalikkan badannya menghadap ke arah gadis cantik yang berlari menghampirinya.

" Jangan lari, Al." Peringkat Zavin khawatir jika gadis itu jatuh.

Aleta lantas melompat dengan sigap Zavin menangkap tubuh mungil gadisnya.

'' Untung aku tangkap, kalau nggak gimana?'' Marah Zavin mencubit gemas hidung mancung kekasihnya itu.

Aleta hanya menyengir tanpa rasa bersalah. '' Aku percaya sama kamu, Ra... Aku percaya kamu akan slalu menangkapku dan nggak biarin aku jatuh.''

RINTIK PILUWhere stories live. Discover now