26. Laut

532 50 0
                                    

Atra mengepalkan tangannya matanya melotot kedepan, Ia amat merasa sangat kesal ketika ada seseorang yang mendahuluinya dan hampir membuatnya terjatuh. seseorang menyalip motornya sembari mengacungkan jari tengahnya.

"Kurang ajar!!!" 

Atra menancapkan gasnya lalu mengendarai motornya dengan kecepatan penuh, agar Ia bisa mendahului orang yang telah menyalipnya itu.

Seseorang dari balik helm tersebut tersenyum miring. Atra terus melajukan motornya dan mendahului pemilik motor hitam tersebut.

"Turun lo anjing kalo berani" tegas Atra, kaki kanannya beranjak untuk menendang motor perempuan itu. Namun nihil tidak berhasil, motor yang menyelip Atra itu menjauh penuh kemenangan.

"Bangsat...." Teriak atra.

Bahkan sekarang jalan raya Mataram hanya di kuasai oleh mereka berdua, pasalnya kedua pengendara motor besar itu ngebut-ngebutan, di tengah padatnya pengendara bermotor lainnya. Tetapi tidak mereka hiraukan, sebab bagi Atra kemenangan adalah nomor satu.

Atra menembus jalan raya Mataram yang penuh dengan pengendara roda empat itu. Kini Ia hanya pokus mengendarai motornya, dan mengejar seseorang yang telah menyalipnya. yang hampir membuat dirinya terjatuh.

Sampai pada akhirnya orang itu memberhentikan motornya, dengan Atra yang juga memberhentikan motornya tepat di depan motor perempuan itu.

Dengan penuh emosi Atra mendekat, lalu menatap sengit kearah seseorang didepannya itu.

"Kalo lo berani buka helm lo" Atra berdecik.

Dengan perlahan perempuan itu membuka helmnya dan menampilkan rambut panjang, perempuan itu kemudian Ia membelai rambutnya. Sejenak Atra terpesona oleh parasnya, Atra membulatkan matanya, kenapa  orang yang selalu Ia jahili ternyata adalah orang yang tadi balapan dengan dirinya.

"Acha...?"

Acha berdecih, kemudian menarik kerah baju Atra dan membisikkan sesuatu kearah cowok didepannya itu. Atra menelan ludahnya kasar kala melihat penampilan Acha yang berbeda dengan di sekolah. Perempuan itu memakai jaket hitam dan rok selutut serta sarung tangan berwarna hitam.

"Gua bukan perempuan culun seperti yang lo bayangkan tra" bisik Acha kemudian menjauhkan dirinya dari Atra, yang membuat cowok itu terpaksa mundur karena dorongan Acha.

"Terus kenapa lo pura-pura sok polos di sekolah, sampe masuk jurusan seni segala" Atra menautkan alisnya bingung sembari menunggu jawaban dari Acha.

Helaan nafas itu terdengar jelas dari bibir merah muda Acha, kemudian Ia berbalik dan menatap minik mata Atra.

"Karena gua suka sama teman lo, tapi sekarang gua sadar cintanya itu hanya untuk kanara"

"Inilah gua tra, Acha yang asli. Sedangkan Acha di sekolah hanyalah topeng" terus terang Acha.

Atra menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Ia masih belum mengerti dan tidak paham. Acha yang melihat ekspresi wajah Atra pun tertawa renyah.

"Gua anak dari jendral Pradana Sakti Kafka Cakrawala"

Atra menatap tidak percaya kepada Acha, nama itu tidak asing lagi di telinganya jenderal Kafka adalah ketua gang motor Mataram dengan Ia yang menjadi salah satu anggota dari gang motor tersebut.

Jendral Kafka sangat baik kepada dirinya, karena dirinyalah Ia memilih untuk bergabung dalam gang motor yang sangat terkenal di kota Mataram. Setelah lima tahun sang pemimpin tidak menampakkan dirinya karena sibuk, Sekarang jendral Kafka kembali dengan membawa sang anak bersamanya.

Atra adalah anggota baru gang motor namun, Ia mengetahui banyak tentang gang motor Mataram yang terkenal di kalangan anak muda tersebut.

Kemudian Acha berbalik dan kembali menaikkan motonya, masih dengan Atra yang menatap tidak percaya kepada Acha. Ia memakai helmnya lalu beranjak pergi meninggalkan atra sendirian.

Atra tersenyum dari balik sana sembari berkata. "Menarik Cha, gua suka"

Ia pun juga ikut meninggalkan kawasan lorong tersebut, Malam ini Ia akan menginap di rumah laut dan akan menceritakan semuanya kepada cowok yang telah Ia anggap sebagai adiknya itu. 


                                    ****

Laut menatap sendu kearah dinding yang menampilkan dua orang dalam foto itu, yaitu Ia dan neneknya. Senyuman terukir dari bibirnya serta air mata yang turut juga membasahi pipinya. Laut meraih foto itu lalu membawanya dalam pelukannya. 

"Nenek beritahu kepada ku di mana letak makam ayah dan ibu ku, aku amat sangat merindukan mereka berdua" 

Laut mulai tumbang Ia menjatuhkan dirinya di lantai air matanya menetes, sangat sakit rasanya hidup tanpa seorang ibu. Laut kecil beda jauh dengan laut saat sudah besar.

Laut kecil yang nakal, yang selalu mengemis kasih sayang dari orang sekitarnya. sampai membuat dirinya di benci semua orang, karena tingkah nakalnya yang hanya mengharapkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain.

Ternyata hidup tanpa kedua orang tua itu sangat menyakitkan yah.

"Aku bersyukur bisa terlahir dari rahim kalian berdua, namun aku akan jauh lebih bersyukur jika kalian berdua saat ini berada di dalam dekatku, membelai ku dan meyakinkan ku untuk sembuh. ibu, ayah aku rindu...."

Malam itu hanya Isak tangis yang terdengar selebihnya hanyalah suara hujan, orang bilang jika setelah hujan pasti ada pelangi. Laut percaya hal itu namun sampai sekarang pelangi itu tak kunjung muncul.

"Aku adalah anak laki-laki yang sering menangis, aku tidak perduli dengan tanggapan orang lain tentang diriku. Aku hanya menginginkan kasih sayang"

Bahkan suaranya hampir pudar karena tangisannya, batuknya kambuh yang mengeluarkan darah.

"Tuhan aku lelah...jika memang ajal ku sudah dekat, maka cepat kan lah tuhan. agar aku bisa menemui kedua orang tua ku" ujar laut di sela-sela tangisannya.

Tanpa permisi dan salam Atra membuka pintu rumah laut, yang awalnya Ia sangat ceria bahkan sangat bahagia. Tetapi seketika atra menjatuhkan jaketnya Ia berlari dan menghampiri laut yang tengah menangis, bahkan baju yang di kenakan oleh laut itupun penuh dengan berlumuran darah.

Tak mampu menahan tangisannya, Atra menangis ketika melihat kondisi laut. Ia tahu persis bagaimana kondisi laut yang menurutnya sangat menyedihkan itu. 

Tanpa aba-aba Atra memeluk laut dan mencoba meyakinkan kepada adiknya itu agar tidak menangis. Atra sering mendapati laut menangis namun, cowok itu tidak pernah memberitahukan dirinya apa sebab cowok dia menangis.

"Lo kenapa ut, gua kan udah bilang kalo lo ada masalah jangan sungkan sama gua. Bangsat emang lo"

"Gua nggak apa-apa tra, gua cuman kangen sama ayah dan ibu gua" ujar laut tersenyum meyakinkan atra.

"Kalo lo kangen sama ayah dan ibu lo,
lo boleh ambil ayah dan ibu gua" ujar Atra.
Atra menatap sendu cowok didepannya ini.

Laut terkekeh, "kalo gua ambil ayah dan ibu lo, nanti yang jadi orang tua lo siapa?"

"Ya kita bareng-bareng lah ut" Atra menyentil kening laut yang membuat cowok itu meringis kesakitan.

"Gua udah bilang sama lo kan, jangan pernah merasa sendirian di dunia ini. lo ada gua,
ada Kanara juga, lo cinta kan sama dia. Gua bakalan bikin kanara suka sama lo"

"Jangan pernah memaksakan perasaan orang lain tra, cintanya kanara sudah habis di orang lama." Timpal laut.














HAPPY READING



TIMNYA ACHA SAMA ATRA MANA NIH










DIA LAUT Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon