24. Hari Pertama Bekerja

1.8K 78 0
                                    

Di ruang makan sudah ada semua orang. Aliya kemudian duduk di tempat biasa dia duduk. Farhan dan Raisa kebingungan melihat Agra yang menggunakan jas formal. Melihat itu, Abrar langsung menjelaskan semuanya.

"Agra sudah mendengarkan kata-kata istrinya, dia mau pergi ke kantor hari ini," ucap Abrar yang langsung membuat Farhan dan Raisa menganga tak percaya.

"Yang bener?" tanya mereka berdua serempak.

Abrar dan Rani kompak mengangguk.

"Tapi ini bukan karena aku mendengarkan kata-kata Aliya. Aku cuma ngikutin kata-kata yang ada di hati aku, kalo aku emang udah seharusnya bekerja," ucap Agra.

"Apa pun alasannya, yang jelas kita semua seneng banget dengernya," ucap Raisa seraya tersenyum.

Kemudian mereka makan dengan tenang. Dan setelah itu, Agra pergi ke kantor bersama ayahnya dan kakaknya.

Saat sampai di kantor, Abrar mengantar Agra ke ruangannya. Abrar menjelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh Agra. Sedangkan lelaki itu hanya mendengarkan tanpa mengerti apa yang sedang disampaikan oleh sang ayah.

"Karena kamu belum punya sekretaris, sementara kamu dibantu dulu sama Rizky. Papa akan carikan sekretaris yang pas buat kamu, yang mentalnya kuat bekerja sama dengan orang kayak kamu," ucap Abrar setengah mengejek anak bungsunya itu.

"Orang kayak aku? Orang kayak gimana tuh maksud Papa?" tanya Agra.

Abrar tertawa mendengarnya, kemudian keluar dari ruangan Agra tanpa menjawab pertanyaan anaknya itu.

"Mungkin kebiasaan gue nggak ngejawab pertaanyaan orang nurunnya dari papa kali, ya?" gumam Agra pada dirinya sendiri.

Kemudian dia mendudukkan dirinya di kursi kebanggaan. Jabatannya sekarang adalah direktur utama dari perusahaan milik sang ayah. Agra sendiri heran, apa yang ada di dalam otak ayahnya sehingga berani mempercayakan perusahaannya pada Agra, padahal Agra sama sekali tidak mengerti sistem kerja di sini.

Agra mengamati sekelilingnya, baru 5 menit berada di ruangan itu tetapi Agra sudah merasa bosan. Dia mencoba untuk bekerja. Memulainya dari membuka berkas-berkas yang ada di depannya, mengecek email yang masuk di laptop yang ada di hadapannya, sampai cekrek-cekrek upload di instagramnya. Tapi dia tidak mengerti sama sekali apa yang harus dia lakukan.

Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu ruangan.

"Ya masuk!" ucap Agra.

Kemudian orang yang mengetuk pintu itu masuk. "Saya Rizky, saya adalah karyawan Bapak. Pak Abrar meminta saya ke sini untuk membantu Bapak. Jadi, apa yang bisa saya bantu?"

Emang harus banget ya gue dipanggil 'Bapak'? Emang gue setua itu apa? Trus apa bahasa di sini emang harus formal ya?, batin Agra.

Agra teringat dengan kata-kata Aliya yang mengejeknya kalau dia tidak pintar dalam pelajaran, tapi percaya atau tidak, Agra sangat pintar matematika. Agra kemudian meminta Rizky untuk mengirim file rekening terkait. Rizky mengangguk lalu keluar dari ruangan Agra.

"Sekarang gue bakal nunjukin sama Aliya kalo gue yang dia bilang nggak bisa apa-apa ini jago di bagian keuangan," gumam Agra.

***

Agra keluar dari ruangannya untuk mencari makan siang. Pandangan semua orang langsung tertuju padanya, terutama para karyawan wanita.

Aduh, itu kan calon dirut baru. Ganteng banget euyy!

Ooh jadi itu anak bungsunya pak Abrar?

Udah punya pacar belum, ya?

Sayang kalo ganteng begitu masih lajang.

Aku mau kok jadi istrimu!

Itulah beberapa perkataan yang dilontarkan oleh staf wanita di sini. Agra yang sadar bahwa dirinya sedang menjadi pusat perhatian tidak mempedulikan ucapan mereka.

Tiba-tiba, seorang wanita cantik dengan tubuh seksi berdiri di hadapannya. Wanita itu tersenyum pada Agra, dan Agra membalas senyumnya.

Wanita itu mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, saya Annasya Adreena Saila, bisa Bapak panggil Nasya. Saya adalah Manajer Keuangan di perusahaan ini."

Agra menyambut uluran tangannya dan memperkenalkan dirinya juga.

"Mau makan siang bareng?" tawar Nasya.

Agra hanya mengangguk sambil tersenyum.

Pemandangan itu sukses membuat staf wanita yang lain iri. Sedangkan Nasya tersenyum penuh kemenangan.

***

Di kamarnya, Aliya sedang memandangi foto pernikahannya dengan Agra. Gadis itu tersenyum, sejurus kemudian air matanya menetes. Entah itu air mata bahagia atau air mata kesedihan. Bahagia karena Agra mulai mendengarkan perkataannya, dan sedikit demi sedikit mau merubah dirinya. Sedih karena sampai sekarang, Agra tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kalau dia mencintai Aliya. Yang ada, Agra malah mengatakan hal-hal aneh yang menyakiti hatinya.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya, tak lama kemudian terlihat Abrar masuk ke dalam kamar. Aliya segera menghapus air matanya.

"Eh Papa, gimana keadaan di kantor, Pa? Baik-baik aja, kan? Agra nggak bikin onar, kan?" tanya Aliya.

"Semuanya sempurna. Agra nggak bikin onar, kok. Dia bekerja sangat baik di bagian keuangan. Kamu sudah melakukan pekerjaan kamu dengan sangat baik sebagai seorang istri. Papa masih bingung gimana cara kamu meyakinkan Agra untuk pergi ke kantor, tapi Papa mengakui kalau Agra sangat bertanggung jawab, dan itu baik. Agra mau mendengarkan kamu dan Papa tahu kalau perkataan kamu pasti lebih baik buat dia," ucap Abrar panjang lebar.

"Aku nggak mengharapkan ini terjadi, tapi aku ikut bahagia ngeliat Papa senang. Karena aku nggak bisa bahagia buat orang yang nggak peduli tentang aku," ucap Aliya.

"Papa sangat bangga sama kamu. Oh ya, kamu udah nggak bekerja di Bandung lagi, kan?" tanya Abrar.

"Iya. Aku udah mengundurkan diri dari semenjak aku nikah sama Agra."

"Masih jadi model?"

"Masih Pa, tapi belum ada tawaran yang aku konfirmasi. Soalnya aku nunggu bicara sama Agra dulu. Emang ada apa, Pa?"

"Papa kan tahu kalo kamu punya skill yang bagus buat kerja di perusahaan. Maka dari itu Papa mau kamu menjadi sekretarisnya Agra. Selain karena kamu itu cerdas, rasanya juga Papa nggak akan pernah menemukan orang yang cocok dan bisa tahan bekerja sama dengan Agra. Maka dari itu Papa merekrut kamu untuk bergabung di perusahaan Papa. Dan Papa akan sangat senang kalau kamu menerima tawaran ini."

Aliya mengusap bahu Abrar, sungguh dia sangat menyayangi pamannya itu. "Pa, aku itu sayang banget sama Papa. Sebelum jadi mertua aku, Papa juga adalah om aku. Jadi aku akan senang melakukan hal yang membuat Papa bahagia."

"Berarti kamu terima tawaran Papa, kan?"

Aliya mengangguk.

Abrar memeluk Aliya lalu mencium pucuk kepalanya. "Semoga Allah selalu melimpahkan rahmatNya sama kamu dan Agra."

Aliya mengaminkan doa Abrar.

"Tapi Pa, Papa harus janji sama aku kalo papa nggak bakalan buka identitas aku sebagai keponakan sekaligus menantu Papa dan juga istri Agra."

Abrar mengerutkan keningnya. "Kenapa, Nak?"

"Pa, aku dan Agra menikah karena terpaksa. Dan aku tau sampai sekarang, Agra belum menerima pernikahan ini. Dia nggak akan pernah siap kalo orang-orang di kantor tau aku ini istrinya. Dia pasti bakal ngerasa risih. Untuk itu tolong Papa jangan kasih tau, ya. Biarin aku bekerja dengan profesional. Lagian, kalo orang-orang tau aku ini keponakan Papa, mereka akan bilang aku nggak punya skill dan masuk karena orang dalam. Aku nggak mau dicap kayak gitu," ucap Aliya.

"Baiklah kalo itu yang kamu mau dan yang kamu rasa baik buat kamu dan Agra. Besok, kamu harus datang ke kantor. Oh iya, kamu jangan bilang dulu sama Agra, ya. Biarin ini jadi kejutan buat dia."

Aliya mengangguk.

Kemudian Abrar keluar dari kamar Aliya.

***

Bersambung...

Kiblat Cinta [LENGKAP]Where stories live. Discover now