Part 2

8 1 0
                                    

Pagi menjelang, matahari bersinar terang. Sayang, cahayanya tidak mampu mengusik tidur lelap seorang gadis cantik. Ia hanya melenguh, lalu menarik selimut agar menutupi seluruh tubuh dari sinar matahari yang menyeruak masuk ke dalam kamar melalui celah jendela yang sedikit terbuka.

"Astaghfirullah, dari tadi dibangunin kok nggak bangun-bangun ini anak," ucap seorang wanita tua sambil mengelur dada dengan sabar.

Wanita tua itu bernama Sumiati atau kerap dipanggil Emak Tati. Ia melangkah ke dekat jendela, lalu menyibak gorden sehingga sinar matahari menyilau tanpa penghalang.

"Emak, tutup gordennya atuh, silau ini teh," pinta gadis yang masih memejamkan mata dengan suara seraknya.

Emak Tati hanya bisa menghela napas. "Ini udah siang, Mutia. Bangun atuh!" pintanya.

Mutia Minannur adalah nama lengkap dari gadis itu. Kerap dipanggil Mutia atau Nanun oleh orang-orang di sekelilingnya. Saat ini, ia tengah kuliah di salah satu universitas ternama yang ada di Provinsi Jawa Barat. Mengambil fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, dengan jurusan pendidikan guru sekolah dasar.

Selain kuliah, ia juga dipercaya oleh salah satu sekolah untuk menjadi tenaga pengajar di sana. Semua itu atas izin rektor sekaligus dekan, karena sekolah elit tersebut meminta tolong agar beberapa mahasiswa yang mendapat beasiswa dengan segudang prestasi akademik maupun nonakademik untuk mengabdikan diri di sana.

"Iya, Emak. Ini Mutia bangun," kata Mutia seraya bangun dari rebahan dan duduk, tetapi kedua matanya masih terpejam erat.

"Ya Allah, masih aja merem matanya. Dibuka atuh, Neng. Jangan merem terus, yang ada ngantuk lagi itu teh."

Mutia sedikit membuka kedua matanya. "Ini, Emak. Udah dibuka, tapi emang belum bisa sempurna. Butuh proses katanya."

"Udah, cepet mandi. Udah jam sepuluh soalnya," tukas Emak Tati yang langsung meninggalkan kamar Mutia setelah mengatakan hal itu.

Seketika kedua mata Mutia melebar mendengar ucapan Emak Tati. Senyenyak apa tidurnya hingga sampai jam 10? Ia adalah anak gadis, tak pantas rasanya bangun di jam saat itu.

"Astaghfirullah, bener-bener kamu, Mutia. Kebo banget tidurnya," gumamnya, lalu secepat kilat menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.

***

Rapi dan wangi adalah dua hal yang menggambarkan kondisi tubuh Mutia saat ini. Beberapa pasang mata yang ada di meja makan menatap heran ke arah gadis itu.

"Kamu mau ke mana, Neng?" tanya seorang pria paruh baya yang bernama Endang Kaswara, anak bungsu Emak Tati.

"Iya, rapi banget dan wangi. Mau jalan-jalan bareng pacar ya? Jangan lupa oleh-olehnya," timpal wanita paruh baya yang merupakan istri Endang sekaligus menantu Emak Tati, Yulia Cahyani.

Endang Kaswara dan Yulia Cahyani sudah menikah sejak lama dan mempunyai dua anak. Anak pertama perempuan yang duduk di bangku SMP kelas 1, sedangkan anak kedua laki-laki yang masih duduk di SD kelas 2. Endang adalah adik kandung dari ibu Mutia, Lusi Anggraeni.

"Kalian berdua ini, sedang di meja makan malah mengobrol," tegur seorang pria paruh baya yang merupakan suami Emak Tati, Ahmadi.

Ahmadi itu suami Emak Tati Orang-orang yang mengenal akan memanggilnya dengan sebutan Abah Madi.

"Maaf, Bah. Abisnya kepo banget sama cucu kesayangan abah. Dia rapi dan wangi banget, mana pake seragam pengajar lagi," tutur Endang.

"Lah, Mamang gimana sih? Kan emang rutin setiap pagi, kecuali hari minggu, aku pastinya rapi dan wangi. Masa mau ngajar kumel dan bau ketek," sanggah gadis itu.

Endang dan Yulia kompak tertawa, membuat yang lain bingung, terutama Mutia.

"Ada apa sih, Mbak?" hran Mutia.

"Kamu itu sengaja atau nggak sengaja? Beneran atau cuma pura-pura aja?" Endang menatap penasaran ke arah Mutia.

"Maksudnya, Mang?"

Endang menghela napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. "Kamu bilang, tiap hari begini, kecuali hari minggu. Nah, kan sekarang hari minggu, terus kenapa kamu bersolek seperti hari kerja?"

Mutia menepuk jidatnya. "Astaghfirullah, kok aku lupa ya? Ini gara-gara Emak sih!" kesalnya sambil menyalahkan orang lain, sedangkan yang disalahkan hanya bisa melototkan mata.

"Kirain aku beneran kesiangan bangun jam 10, tahunya masih jam enam lewat seperempat. Gara-gara Emak, aku jadi buru-buru, nggak inget deh ini hari libur nasional," tambah Mutia.

Semuanya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Mutia yang sering melupakan hari minggu atau hari libur nasional bagi para pengajar sepertinya.











Jangan lupa tap love dan komentarnya. Happy reading, love you all🤗


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Teruntukmu KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang