Bab 2 : Pertemuan Pertama

115 36 5
                                    

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

Enaknya update tiap hari apa yaa, guys?
Komen di bawah, dong!

Jam berapa kamu baca cerita ‘Surga Impian’?

Jangan lupa vote dan komen biar aku semakin semangat updatenya yaa hehe.

Happy reading!
Enjoy!

***

Pertemuan kita bukan tanpa alasan.
Ketahuilah, Allah sudah merencanakan jauh sebelum kita berencana.

— Adiba Queensha Zalina —

***

“Kembali? Sekarang?”

Di sebuah apartemen mewah di bawah langit Amerika, seseorang mengenakan jubah mandi sambil bertelepon. Pria dewasa itu berdiri menatap jalanan melalui kaca besar kamarnya. Alisnya naik turun mendengar suara seseorang di seberang telepon. Sambil sesekali menghela napas, pria itu beradu mulut dengan lawan bicaranya.

“Tapi, saya betah disini. Nggak ada alasan untuk saya kembali ke Indonesia,” sahutnya, terlihat tidak nyaman saat menjawab.

“Sampai kapan kamu akan di Amerika? Seharusnya 2 tahun lalu kamu sudah kembali, menggantikan Kakek di Perusahaan. Sampai kapan kamu akan membuat Kakek menunggu? Di usia Kakek yang semakin tua, kaki Kakek rasanya semakin sakit untuk berjalan.”

Pria itu, Muhammad Al-Khafi Zayyan. Pria berusia 28 tahun yang sudah sepuluh tahun menetap di Amerika semenjak ia kuliah. Bekerja sebagai Direktur di Perusahaan keluarga yang bergerak di bidang pangan, MK Food, cabang Amerika. Terhitung jari ia pulang ke negara asalnya. Entah apa alasannya, yang jelas Khafi memang betah di Amerika. Sesaat, ia sudah memikirkan akan membeli rumah saja untuknya di hari tua.

Sampai kemudian, Kakek Hamish menelepon dan memintanya untuk kembali dan meneruskan perusahaan.

Dan itu, terkesan memaksa.

Khafi masih memberikan alasan-alasan agar kakeknya mengerti mengapa ia tak ingin kembali. Tapi, Kakek Hamish terus memotong ucapannya. Terdengar menjengkelkan, namun karena beliau Khafi bisa seperti sekarang.

Tampan, kaya, dan sukses. Menjadikan Khafi sebagai suami idaman. Meski tinggal di negara minoritas muslim, namun Khafi tetap melaksanakam kewajibannya untuk shalat. Ia juga menjadi donatur tetap di sebuah yayasan lansia dan anak-anak yang ditinggalkan orang tua mereka. Khafi sering melakukan survei untuk membantu mereka yang membutuhkan. Tak ada alasan bagi Khafi untuk tidak melakukannya. Selagi ia mampu. Pikirnya.

Tetapi, sampai detik ini sepertinya kehidupan Khafi membuat kakeknya tidak tenang. Khafi terlihat tidak berniat menikah. Setidaknya, dalam jangka waktu dekat. Kakek Hamish khawatir, karena tidak ada yang tahu kapan ajal akan menjemputnya. Beliau ingin melihat Khafi menikah, kemudian menimang cicitnya.

“Pokoknya kamu harus pulang, Khafi. Kakek memang memaksa. Sebelumnya, Kakek minta maaf jika kamu nggak nyaman. Tapi, tolong mengerti kondisi Kakek yang sudah semakin tua. Kalau bukan kamu yang meneruskan perusahaan, siapa lagi? Kakek nggak bisa mengandalkan Burhan, apalagi Zidan,” ujar Kakek Hamish. Membuat Khafi tersudut.

Khafi sebenarnya sangat menyayangi sang kakek. Namun, ada hal yang ia sembunyikan dan karena itu ia menetap di Amerika.

“Tolong Kakek, Khafi...” Suara Kakek Hamish memang terdengar pelan. Terkadang, Khafi sangat mengkhawatirkan kesehatan kakeknya itu.

Surga Impian Where stories live. Discover now