Bab 8

232 51 4
                                    

Tante Hesti, mamanya Kelana terlihat senang ketika putrinya datang. Pesanan yang dinantinya, akhirnya tiba. Makan sate yang udah diidam-idamkan dari seminggu yang lalu terlaksana juga. Bukan tidak mampu membeli sate, tapi ia harus ngumpet-ngumpet dulu dari suaminya, karena memiliki riwayat hipertensi.

Sate kambing, sesuatu yang sangat dilarang, jika ketahuan suaminya. Tetapi Tante Hesti memang bandel, sebagai penyuka olahan daging kambing, ia nggak setuju jika hobinya dilarang-larang.

"Mana satenya? Mama udah pingin nyicip."

Kelana mengerucutkan bibirnya, mana ada nyicip tapi dua puluh tusuk.

"Ma, makannya jangan banyak-banyak."

Tante Hesti mendelik. Enak aja dilarang-larang. Rezeki yang sudah ada di depan mata, pantang banget untuk ditolak.

"Nanti kolestrol Mama naik dan ...."

"Tenang, Mama udah lima bulan ini selalu mandi sebelum Subuh, selain sehat katanya bisa bikin awet muda, mencegah hipertensi, meredakan nyeri otot, dan banyak segudang manfaat lainnya. Lihat kulit Mama sekarang jadi halus dan glowing, pegal-pegal di kaki Mama juga sudah jarang lagi Mama rasain," beber Tante Hesti.

"Itu kan kebiasaan yang dilakukan Rasulullah, Ma. Lana juga waktu di Pesantren mandi sebelum tahajud. Selain airnya segar, bikin sehat, dan jadi mudah mencerna hafalan Qur'an dan hadis. Terus nggak ngantri mandi pagi," jelas Kelana menceritakan kebiasaannya saat di pesantren.

"Nah, berarti Mama boleh dong makan sate kambing sebanyak ini."

"Tetapi itu ada dua puluh tusuk. Itu Kalandra yang beliin."

"Aish ... Calon menantu idaman memang pengertian." Tante Hesti mengedipkan matanya.

"Ma, kok, calon menantu idaman?"

"Habis Mama itu suka sama dia. Baik, ganteng, pengertian, coba dapat dari mana lagi calon menantu kayak gitu."

"Tetapi dia nonis, Ma. Emang Mama mau punya menantu beda agama?"

"Ah, iya, ya. Nggak jadi deh jadi calon mantunya. Eh, tapi siapa tahu kan dia dapat hidayah, terus dia jadi menantu Mama."

"Kalau hidayahnya karena ingin menikah, Lana ogah!"

"Jangan gitu, Lan, kita kan nggak tahu proses keislaman seseorang nantinya seperti apa. Abu Sufyan aja yang masuk Islamnya berawal dari keterpaksaan, di kemudian hari dia banyak berjuang untuk Islam. Salah satu anaknya pemimpin Daulah Umawiyah dan memiliki sumbangsih yang besar juga buat peradaban Islam," ujar Tante Hesti yang saat ini ia gemar sekali ikut kajian sejarah Islam.

Kelana ingin membantah. Jika kondisi Abu Sufyan dengan sekarang itu beda. Tetapi balik lagi, jika perkara hidayah, mau jalannya seperti apa, tetap harus dihargai. Asal setelah dapat hidayah, seseorang itu mendapatkan guru terbaik yang bisa membimbingnya di jalan ketaatan.

"Kok, kamu bisa ketemu Kalandra?" Tante Hesti merasa penasaran.

"Nggak sengaja ketemu. Dia juga berniat beli sate. Pas mau bayar, Kalandra udah bayar dualuan punya dia dan Lana. Lana mau bayar, dianya nggak mau."

"Kalandra memang idaman banget. Coba Mama masih muda seumuran kamu, udah Mama gebet."

"Ih, Mama kok jadi genit gini sih, dari tadi ngomongnya idaman terus, dan mau main gebet."

Tante Hesti tertawa.

"Habis kamunya datar-datar aja. Padahal Landra itu sukanya sama kamu dari lama."

"Kata siapa?"

"Mama pernah muda, dan tahu tatapan orang yang jatuh cinta."

Duh, Kelana makin gemas.

"Yuk, kita makan, pasti enak kalau sate hasil ditraktir."

"Mama saja yang makan."

"Lah, ini kan kebanyakan Lana, nanti kalau hipertensi Mama kumat, kamu yang disalahin Papa. Mama cukup makan lima tusuk saja. Bakal mubazir kalau kamu nggak ikut makan. Ini yang beliin Kalandra, lho. Atau kamu takut kena pelet dia."

"Ih, Mama, apaan sih! Iya, Kelana bantuin ngabisin." Kelana cemberut karena nama Kalandra terus disebut-sebut.

Makan sate lima belas tusuk bikin Kelana kekenyangan. Tetapi, siapa lagi yang bakal ngabisin jika bukan dirinya. Selesai makan, jejak bekas tusu sate segera dibuang, karena takut ketahuan papanya. Dan Kelana bergegas mencuri piring bekas makan ia dan ibunya.

"Makasih, ya, Landra udah dibeliin sate." secara tidak sengaja Kelana mendengar obrolan ibunya.

Mama terlihat asyik banget berbicara dengan Kalandra, kadang dia tertawa. Kedekatan inilah yang Kelana khawatirkan pada Kalandra. Laki-laki itu merasa diterima dengan baik oleh keluarganya. Dengan papa juga dia dekat. Di masa lalu, Kalandra sama papa, kadang menghabiskan waktu main tenis, catur, atau diskusi sampai malam.

Kata mama, Kalandra juga sering datang ke rumah, sepulang dia dari California, tentu saja hubungan keluarga mereka sangat dekat bukan?

"Enak banget, lho, satenya. Apalagi gratis. Tetapi Kelana yang bantu ngabisin, Tante nggak kuat makan banyak-banyak."

Kelana menghembuskan napasnya kesal. Kenapa juga ibunya harus menelpon Kalandra?

"Kelana ada, dia lagi cuci piring, kamu mau ngomong sama Kelana?"

Kelana makin sebal, kenapa juga nawarin mau ngomong?

"Ya udah kalau nggak mau ngobrol, Tante tutup teleponnya, ya. Iya, nanti salamnya nanti Tante sampaikan."

"Ada salam dari Kalandra," ujar Tante Hesti setelah selesai menutup teleponnya.

'Tadi kan, sudah bertemu. Masa harus titip salam juga.' decak Kelana dalam hati.

"Mama kenapa nggak bilang dulu mau telepon Kalandra?"

"Mama kan, cuma mau ngucapin terimakasih doang. Salah, ya?"

"Ma, Mama tahu kan perasaan Kalandra? Paling tidak, jangan membiarkan harapan dia tumbuh semakin besar. Lana bukan gede rasa, tapi Landra sendiri yang mengungkapan perasaannya, sementara Mama tahu kita berbeda. Kita ini banyak banget perbedaannya, Ma, baik dari segi akidah maupun status sosial. Dalam Islam, tidak ada yang namanya persahabatan laki-laki dan perempuan. Kalau mau ngucapin terimakasih, kan cukup lewat pesan."

"Iya, Maafin Mama, Lana. Habisnya Mama sudah merasa dekat dengan Landra, udah kayak ke anak sendiri. Ternyata kamu sekarang sudah dewasa, paham agama, jadi ada banyak hal yang membuat kalian harus berjarak."

Kelana merasa lega kalau akhirnya, mama memahami maksudnya. Kelana sudah hatam isi kitab nidzom ijtimai, di mana dalam kitab tersebut dijelaskan tentang pergaulan laki-laki dan perempuan seperti apa. Dan Kelana tidak ingin ancaman Om Irfan dulu, menjadi nyata. Jika mereka masih dekat. Lagian kehidupan mereka saat ini sudah banyak berubah. []

Merajut CahayaWhere stories live. Discover now