38. Laut

672 56 3
                                    

Dengan wajah yang tergesa-gesa dokter Erina menghampiri kanara yang tengah berada di kamar tempat rawat inap laut, sebelum cowok itu meninggal.

Dia datang ke kamar bekas tempat rawat inap laut, untuk membereskan barang-barang laut yang tertinggal.

Kanara berbalik, mendapati dokter Erina tengah memandangnya dengan tatapan sendu. Dokter Erina berkaca-kaca, berjalan lalu berhenti tepat di depan kanara.

Kanara menautkan alisnya, Dia mematung ketika dokter Erina tiba-tiba saja memeluknya.

Dokter Erina menyondorkan amplop warna pink dengan stempel gambaran beruang.

Kanara meraihnya lalu memasukkannya ke dalam kantung celananya. Dokter Erina meraih kedua tangan kanara.

"Maafkan saya, belum bisa menjadi dokter yang baik untuk Laut. Saya merasa bersalah, karena saat itu saya membiarkan Laut untuk pergi"

Ia jadi teringat dengan kejadian beberapa hari lalu, dan itu membuat perasaannya campur aduk, dokter Erina merasa telah gagal menjadi seorang dokter.

Kanara tersenyum lalu menepuk pundak dokter didepannya.

"Dokter tidak salah, ini semua adalah takdir. Lagi pula saya berterimakasih banyak kepada anda, selama laut sakit anda rela mengurus dia walaupun dia tidak punya biaya untuk berobat...."

Jujur, dia merasa sangat perihatin tentang kondisi laut. Kanara baru tahu laut sering merasakan sakit namun di pendam oleh cowok itu karena tidak ingin terlihat lemah didepannya.

"Saya turut berduka cinta, semoga laut tenang di alam sana...."

"Kamu beruntung kar, kamu adalah cinta terakhirnya...." Lanjut dokter Erina.

Kanara kembali tersenyum kecut, sembari menunduk. Bibirnya itu dia gigit kuat-kuat untuk menahan Isak tangisnya.

"Aamiin dok, dia laki-laki hebat di mata saya....."

Dokter Erina merogoh tasnya lalu mengambil benda berwarna putih tersebut dengan stempel gambaran beruang. Lalu memberikannya kepada kanara.

"Sebelum Laut meninggal, dia telah mempersiapkan ini untuk kamu. Bahkan sebelum dia pergi ke keluar dia telah menyuruhku ku memberikan kaset ini setalah dia meninggal."

"Awalnya aku nggak ngerti sama apa yang dia ucapkan, dan ternyata ini jawabannya....."

Kanara mengambil kotak putih itu dengan tangan yang bergetar, tenggorokannya tercekat hanya untuk sekedar mengeluarkan air mata. Hanya sang pencipta lah yang tahu bagaimana perasaannya saat ini.

Laut membohonginya, mana janji yang laki-laki itu ucapkan saat di pantai.






****






Kanara menatap sendu rumah sederhana namun terlihat mewah didalamnya, semua memori tentang laut terputar di otaknya. Kanara tersenyum kepada kucing anggora warna putih itu, yang tengah tertidur pulas di depan pintu rumah laut.

Seakan-akan tengah menunggu majikannya untuk pulang.

Tatapannya teralih kepada motor besar laut, kanara terkekeh geli mengingat ketika laut pertama kali memberi tahunya nama motonya, lupy. Sungguh nama yang aneh bukan.

Kanara menggeleng lalu meraih kucing laut dan membawanya ke dalam gendongannya. Perlahan dia membuka pintu rumah Laut, berharap laut akan muncul dihadapannya. Tapi jika itu kenyataan bisa-bisa kanara pingsan.

DIA LAUT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang