Pasca Kecelakaan

7 1 0
                                    

    Bau rumah sakit baru disadari menyeruak menembus hidung saat diri melihat sosok pemuda terbaring di ruang unit gawat darurat, sambil cengengesan. Ekspresi wajah tak bersalah dihiasi berbagai macam baret bermacam ukuran, beberapa dilapisi perban karena terlalu besar untuk dibiarkan terbuka. Dengan keadaan seperti itu, entitas tersebut membuat Reika berkaca-kaca. Sang hidung tak mau kalah saing dengan mengubah warna diri menjadi kemerahan seiring sesenggukan yang sesekali menyerang dirinya.

    "Lu kecelakaan atau jatuh dari sepeda, ha?" Sembari memandang sang kakak, Reika bertanya. Tak lupa beberapa senggukan tercipta setelahnya.

    "Eh, santai, Bu Bos, santai," sela Rei; mencoba mencairkan suasana tegang yang sebelumnya meliputi ruangan itu. Walaupun sebenarnya, ketegangan telah dipecahkan meski secara tak sengaja oleh pertanyaan sang dara.

    "Santai, santai, mata lu santai! Kak Nao, kita balik duluan, dah! Biar dia balik sendiri nanti, bodo amat mau pakai apa."

    Indikasi marah sangat terlihat dari sosok sang gadis. Sangat jelas. Mulai dari penggunaan gue-lu yang tak biasa digunakan saat berinteraksi dengan kakaknya, sampai nada bicara tak mengenakkan yang keluar dari lisannya. Dan benar saja, beberapa detik kemudian rambut sehitam jelaga dengan panjang sepinggang sudah tiada menghiasi ruangan itu lagi. Meninggalkan dua sahabat karib, beberapa dokter yang tengah menjalani rutinitas mereka, dan pasien yang masih membutuhkan perawatan.

    "Administrasi rumah sakit sudah selesai belum, Bro?" tanya Naoya, sebelum menuruti ajakan entitas yang telah hilang dari ruangan itu.

    Pemuda ini benar-benar menjalankan tugas seorang sahabat dengan sangat baik.

    "Nah, itu, dompet gue udah enggak ada isinya. Boleh pinjam duit lu dulu, enggak? Lu mampir rumah, 'kan? Jangan balik dulu, ya, jagain adik gue sampai gue balik."

    "Sialan lu! Untung gue bawa duit."

    Termasuk tugas mengumpati sahabatnya.

    "Gue pesan ojek online, deh, habis ini. Awas aja kalau sampai kecelakaan juga! Apalagi lu bawa Reika."

    "Santai, apalagi gue bawa Reika, kan?"

.

.

.

    Masih belum ada kalimat yang dilontarkan kembali di ruang ber-AC yang diperintahkan untuk mendinginkan ruangan sampai titik 17°C. Sebab, kini tinggal seorang saja yang menghuninya. Satu lagi sedang membasuh kotoran sembari berharap energi negatif yang hinggap di tubuh ikut larut bersama air mandi. Suara guyuran kasar masih jelas tertangkap oleh pendengaran pemuda yang berada beberapa meter dari kamar mandi—Naoya tengah duduk mengedarkan pandangan sesekali mengecek ponselnya di ruang tamu kediaman Sawamura—menandakan si pemilik griya yang sedari tadi belum turun pitam.

    Hingga tiada terdengar percikan air dari ruang tempat Reika berasal. "Cewek lama bener mandinya." Ia menggumam. Yang nyaris diinterupsi oleh suara notifikasi gawai di genggaman.

    Lekas Naoya beranjak dari sofa setelah mencermati konten yang baru masuk indra penglihatan. Memperkecil jarak menuju pintu depan rumah yang bukan miliknya, lantas membukanya. Netra lalu menangkap seorang Sawamura Rei bersama bapak-bapak ojol berada di depan gerbang.

    Sang adam yang masih menunggu di luar teritorinya berteriak, "Hei, Nao, pinjam duit lu dulu, dong!"

    Anjir!

    Jelas-jelas, rumahnya sendiri sudah berada di depan mata. Agak tidak tahu malu Rei nampaknya masih meminjam fulus dari tamunya sendiri.

    Namun demikian, privilege orang sakit nyata adanya. Alasan tak tega membuat permintaan sobat pirangnya sulit ditolak oleh pemuda berambut cokelat itu. Ia membawa tubuhnya menuju posisi di luar gerbang dan segera menuruti apa yang diucapkan oleh lisan manusia penyintas kecelakaan maut, katanya. Sampai di depan pengemudi, jemari lantas merogoh kocek. Mengambil uang sisa—sudah dipastikan cukup untuk menutup tagihan kebutuhan mobilisasi Rei dari tempat yang baru dikunjungi ke tempat ia berdiri kini—yang kemudian diserahkannya pada lelaki dengan jaket khas perusahaan penyedia jasa transportasi terkemuka di daerah itu. Dan setelah mengucapkan terima kasih, si penerima fulus pun pamit meninggalkan mereka berdua yang masih berdiri di depan gerbang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HOPE | ONE N' ONLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang