37 | ini akhirnya?

436 37 3
                                    

Raya menghela nafasnya pelan, kemudian tersenyum kecil melihat dinding kafe hasil tangannya sendiri.

"Lo lagi suka planet planetan ya kak?"tanya Raya sembari merenggangkan badannya.

Lumayan melelahkan karena membantu Kak Ginas memasang sticker di dinding kafe nya yang sudah di cat berwarna langit malam.

"Ngga tau sejak kapan juga. Kayaknya setelah liat lukisan yang dikasi Arsya."jawab Ginas dan tersenyum puas melihat dinding kafenya. Indah sekali.

"Arsya ngasi Lo lukisan?"tanya Raya dengan heran, ia baru tau kabar ini.

"Iya, hadiah ulang tahun kemaren. Lukisan kecil, note, sama sepatu."jawab Ginas dengan santai, mengingat hadiah dari gadis SMA yang baru dikenal nya itu. Tentu saja dari perantara adik-adik nya.

"Biar gw tebak. Ayda pasti ngasih sesuatu yang mewah."tebak Raya setelah meminum air dinginnya.

Ginas menunjuk Raya dengan dramatis. "Bener banget gila! Sampe berasa ada beban berat dipunggung gw setelah buka hadiah dari dia. Persetan dengan Ayda. Kayaknya gw nyesel ulang tahun duluan daripada dia."gerutu Ginas dengan begitu sungguh-sungguh.

"Dia itu, emang keliatan kayak gitu."gumam Raya dan terkekeh pelan.

"Gw paham dia ngga bermaksud sombong, tapi maksud gw tuh ya, jangan kasi kalung Dior sama sweater nya juga anjir. Gila."gerutu Ginas, masih setia dengan wajah tak menyangka nya.

Raya tertawa pelan. "Gimana ya kak, anggep aja rezeki dari Allah."jawab Raya dan mengangguk meyakinkan.

"Gw paham ini rezeki buat gw. Tapi ngga gini juga. Setelah ini gw pusing banget harus ngasi dia apa, kayaknya tabungan gw harus dikuras lagi kalo dia ulang tahun."ujar Ginas dan menghela nafasnya kasar.

Raya tertawa pelan. Ia tau seberat apa beban Ginas. Tidak mungkin hanya membelikan sepatu Converse untuk orang yang membelikan Dior untuk kamu. Mungkin sih. Kalo sedikit tidak berotak dan tidak tau diri.

"Abis ini, Lo mau buka kafenya?"tanya Raya dan memakan waffle strawberry eskrim nya.

"Nanti aja. Gw juga capek. Lo mau tidur? Ayo, ke dalem."ajak Ginas dan menunjukkan ruangannya dengan dagunya sendiri.

"Duluan aja kak, bentar lagi jam 12, kata Gaga dia mau nyusul gw kesini."jawab Raya yang dibalas anggukan oleh Ginas.

"Nanti kalo Lo mau istirahat masuk aja. Gw duluan."ujar Ginas dan mengusap pelan pucuk kepala gadis itu.

Raya menghela nafasnya pelan, setelah kepergian Ginas dari hadapannya.

Pikirannya melayang lagi pada permasalahan nya saat ini. Jadi bagaimana selanjutnya? Harus bertanya pada siapa dia tentang keputusannya?

Ia terlalu mencintai Gaga, hingga membuat semuanya menjadi lebih sulit.

Jadi, apakah mereka berdua sudah salah dari awal? Apakah harusnya mereka tidak saling berbagi luka saat itu?

Mengapa semuanya menjadi sebuah penyesalan?

'ting!'

Pintu kafe itu terbuka, memperlihatkan Gaga yang berjalan kearah Raya, sembari memasukkan tangan kanan nya disaku celana.

Saat sampai ke gadis itu, Gaga mengelus pelan pucuk kepalanya, kemudian membawanya kedalam pelukan singkatnya.

Raya menghela nafasnya pelan, bau laki-laki ini sangat khas, apalagi setelah pulang beribadah. Ia juga tidak paham.

Gaga lalu duduk berhadapan dengan Raya.

"Gimana ibadahnya? Lancar?"tanya Raya dan menumpahkan seluruh perhatiannya pada Gaga.

RAGAWhere stories live. Discover now