Delapan Belas

757 131 81
                                    

"Gengsi nggak bakal bikin kamu lulus sidang!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Gengsi nggak bakal bikin kamu lulus sidang!"

*****

Seperti yang sudah kuduga sebelumnya. Setelah menceritakan apa yang terjadi antara aku dan Zarfan, Aruna menceramahiku sampai setengah jam. Tidak hanya permukaan ponsel, telingaku pun terasa panas mendengar ocehan cewek itu. Aruna mengatakan hal-hal semacam, "Tuh, 'kan? Apa kubilang?" dan "Nggak takut yang dulu-dulu terulang lagi?" juga "Anak orang udah telanjur baper. Udah, nggak usah sok-sok ngehubungin Zarfan lagi dengan dalih ngomongin Pra TA!"

Ya ... yang baper, 'kan, nggak cuma Zarfan aja.

Aku cukup beruntung. Setelah pertemuan kami di restoran sei sapi, Zarfan disibukkan dengan kursus TOEFL dan TPA-nya. Cowok itu bilang, di tryout pertama dan kedua, nilainya belum cukup untuk dinyatakan lulus ujian masuk magister ITB. Cowok itu hanya memiliki satu kali kesempatan lagi untuk mengikuti tryout, membuktikan kemampuan maksimalnya sebelum mengikuti tes yang sesungguhnya.

Cowok itu semakin jarang mengirimiku pesan, mungkin hanya satu kali dalam sehari. Dari percakapan kami, aku dapat menilai bahwa tekadnya untuk mempelajari berbagai tipe soal sangatlah besar. Karena sudah berniat untuk menjauh, aku pun sengaja mengulur waktu untuk membalas pesannya.

Kini, aku sudah bertekad untuk fokus saja pada laporan Pra Tugas Akhir. Minggu ke minggu berlalu begitu cepat, sidang akhir pun semakin dekat. Sebenarnya, sidang yang akan kujalani ini sama saja seperti seminar proposal di kampus-kampus lain, hanya penamaannya saja yang berbeda.

Bisa dibilang, aku sudah menemukan solusi dari hampir semua permasalahan yang dimiliki hotel Grand Atlantica. Namun, aku cukup berhati-hati jika membicarakan estetika. Menentukan gaya dan tema interior dari bangunan yang akan didesain memerlukan banyak pertimbangan, tidak bisa hanya mengandalkan selera pribadi saja. Dari hasil survei dan data yang diberikan Zarfan, aku mempelajari karakteristik pengunjung yang menginap serta identitas hotel Grand Atlantica itu sendiri.

Aku menemukan beberapa referensi di Pinterest dan mengumpulkannya dalam satu board. Namun, terlalu banyak ide pun akhirnya malah menyulitkanku. Aku mengambil ponsel di atas meja dan membuka WhatsApp, hendak meminta pendapat Zarfan. Namun, aku mengurunkannya. Untung saja belum ada satu pesan pun yang terkirim.

"Aku, 'kan, lagi ngehindarin Zarfan ...," lirihku. Sambil mengembuskan napas berat, aku menggeleng, meletakkan kembali ponsel di atas meja dan kembali fokus pada laptop. Tanpa Zarfan, hari-hariku terasa ada yang kosong. Biasanya, notifikasi ponselku dipenuhi nama cowok itu. Sekarang, malah hampir tidak ada.

Ya. Aku harus membiasakan diri mulai dari sekarang.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan aku sama sekali belum mengantuk. Lusa adalah jadwal bimbinganku dengan Pak Rizal, dan aku tidak ingin datang tanpa membawa progres apa pun. Ponselku hening tanpa pesan dari Zarfan dan Dika. Menjelang waktu bimbingan, biasanya aku dan Dika akan saling mengirim pesan atau menelepon. Meskipun Dika lebih kreatif dariku, tetapi cowok itu melihatku sebagai senior, seseorang yang sudah berpengalaman dalam dunia interior. Tanpa ragu, cowok itu akan bertanya jika ada hal-hal yang tidak ia mengerti.

Kapan Lulus? [COMPLETED]Where stories live. Discover now