1

13 0 0
                                    

Jakarta kembali diguyur hujan hari ini. Indira tak bisa berangkat sendiri ke sekolah, ia pun terpaksa diantar oleh ayahnya menggunakan mobil. Sesampainya di sekolah ia juga terpaksa menggunakan lorong sekolah yang harus melewati kelas 12 dan melangkah lebih banyak agar sampai ke kelasnya

Ruangan kelas yang masih kosong dan sunyi serta lantai yang masih bersih, jarang-jarang Indira melihat pemandangan seperti ini. Ia berpikir mungkin hujan yang mengguyur Jakarta cukup deras untuk menahan siswa-siswa dan guru-guru. Ia segera mengambil tempat duduk biasa miliknya, baris ke-tiga dari belakang paling kanan. 

Tak lama kemudian, seorang siswa berwajah Jepang masuk kedalam kelas sambil menggerutu karena seragamnya yang dibasahi air hujan

"Kenapa sih harus hujan di hari seperti ini?"Rutuknya kesal

Siswa itu langsung duduk di tempatnya biasa, tepat disebelah kiri Indira lalu memainkan gawainya. Indira hanya tertawa kecil melihatnya. Tangannya merogoh saku lalu menyodorkan secarik kertas pada Hotaru. Hotaru melayangkan pandangan penuh pertanyaan pada Indira.

"Udah baca aja!"ucap Indira ringan

Hotaru-pun menerimanya sambil terus memberi pandangan curiga pada Indira. Indira hanya kembali melayangkan pandangan pada kaca jendela yang memperlihatkan rintik hujan yang mulai mereda, sesaat sebelum Hotaru menjerit histeris. Indira melirik temannya sebentar lalu melanjutkan memandang langit yang mulai disinari matahari sementara telinganya mulai mendengar suara siswa-siswa lain yang mulai berdatangan

Tak bosan mata Hotaru memandangi kertas bertuliskan "Fikri Arjuna" serta sederet angka yang dimulai angka "0" dan "8" yang bermakna nomor telpon yang dimiliki orang tersebut. Berkali-kalipun Hotaru bertanya pada Indira tentang pendapatnya untuk menelpon-nya, dari jawaban dengan nada penuh antusias hingga nada malas dikeluarkan Indira untuk menjawabnya. Hingga disaat bel istirahat telah berdering dan ia sedang mengunyah bakso, Hotaru kembali menanyakan hal yang sama.

"Kalau are telpon gimana?"

Indira mendengus dan menghabiskan semangkuk bakso secepatnya, setelah itu ia pergi meninggalkan Hotaru. Tanpa aba-aba, Hotaru spontan berlari mengikuti Indira yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam toilet wanita dan mematut dirinya di depan cermin besar

"Nani gatta Indira-san?"tanya Hotaru

Indira menghembuskan nafasnya perlahan,"Aku gak tau apa-apa tentang cowok itu Ru," Indira memutar badannya menghadap Hotaru,"Gue tau info itu dari tetangga, Jadi segalanya itu keputusan kamu dan gue gak mau ikut campur,"lanjutnya panjang dengan sedikit  bentakan

Wajah Hotaru berubah pias dan tangannya mencengkram ujung roknya setelah mendengar ucapan Indira.

Dari gesturnya, Indira langsung menyesali yang baru saja di perbuatnya. Ia segera mencengkram bahu Hotaru erat-erat lalu perlahan menariknya dan memeluknya, mencoba mengucapkan kata maaf dengan sikapnya sekarang

"Gomen ne, Maaf udah ngebentak kamu,"bisik Indira, dibalas dengan anggukan Hotaru diatas bahunya, "Gue yakin kalo lo bisa ngedapetin hati cowok itu,"lanjutnya sambil melonggarkan pelukannya sambil melemparkan senyum menghibur  

"Gue bakal bantu lu sebisa gue,"

Hotaru mengangkat wajahnya, menatap wajah Indira sambil berusaha membalas senyuman Indira

Bel-pun berbunyi,menandakan waktu istirahat telah habis. Mereka berdua kembali ke kelas mereka.

###

Cklek, pintu yang berbahan kayu jati dan membatasi antara ruang keluarga dengan kamar Hotaru terbuka. Hotaru melemparkan tasnya ke atas kasurnya lalu mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: May 10, 2023 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Hanyut [Baru mulai]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora