Muffazan- 3

430 73 11
                                    

Author's Note:

Terima kasih atas kesetiaannya menanti Muffazan kembali. Selamat berakhir pekan dear! Tetap makan enak dan sehat selalu🐼

Suka dengan Muffazan, tolong tinggalkan emot 🐼



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Tak seharusnya gue membawa Arabella mampir ke rumah sakit yang pada akhirnya berimbas kesalahanpahaman bibi. Wanita berdarah Jawa itu beranggapan bahwa Arabella adalah teman spesial gue. Aktualnya di kantor saja kami jarang menyapa. Jadi mana mungkin bibi bisa menyimpulkan seperti itu.

“Yang sakit siapa Kas?”

Arabella tiba-tiba bertanya saat kami memutuskan untuk tidak saling bicara.

“Oh…” gue menjeda sejenak. Menggaruk alis yang tidak gatal. “Itu… Zevanya.”

Gue terkejut Arabella menghadapkan wajahnya ke gue.

“Oh iya, gue baru ngeh… hampir setahun ini Zeva jarang ke gereja gak sih?”

Hati gue mencelos. Pertanyaan Arabella begitu mendadak di luar prediksi. Gue pikir ia akan bertanya penyebab Zeva sakit, namun yang ditanyakan justru hal yang gue takutkan selama ini.

Kalau pun gue memaksakan untuk bisu, cepat atau lambat semua orang pasti akan tahu bahwa Zeva telah berganti keyakinan. Sedangkan mā ma meminta seluruh keluarga dan para pekerja di rumah menyembunyikan hal itu. Mā ma tak ingin rekan sejemaatnya atau Pendeta William selaku orang terdekat keluarga gue tahu.

“Kas?” Sebuah tangan melambai di depan wajah, gue tersadar.

“Kok malah melamun sih?”

“Hmm… itu, Zeva… gak bisa ke gereja lagi, Ra.” Jawab gue terbata-bata.

Arabella menanti penjelasan. “Sakit parah Kas?”

“Nggak-nggak kok.” Gue segera menepisnya. “Cuma untuk saat ini Zeva disarankan untuk tidak banyak bepergian.”

Arabella mengangguk paham. Gue lega dia akhirnya diam. Sehingga gue gak perlu menjelaskannya lebih panjang lagi.

“Huh…” Arabella menghembuskan nafas lega. Spontan gue meliriknya.

“Gue tuh selalu benci kalau udah over thinking gini. Tapi akhirnya gue lega sih, takut banget kalau dia logout. God bless us all, gue lega banget”

Nafas gue tercekit. Pertanyaan Arabella membuat gue hampir henti nafas. Arabella yang cukup aktif di gereja tentu saja menyadari ketika salah satu jemaat jarang hadir. Seperti dugaan gue, Arabella pun berpikir bahwa Zeva beralih keyakinan.

“Ah…” Gue terkekeh canggung.

Setelahnya Arabella pun diam. Ia kembali duduk ke posisi semula. Setidaknya gue tidak berbohong, tidak pula menyebarkan aib keluarga.

MuffazanWhere stories live. Discover now