Dua Puluh Tujuh

27 7 0
                                    

Baru satu minggu dan rambut Jeff sudah banyak yang rontok. Namun, bukan Jeff jika harus menyerah begitu saja. Dia akan berjuang untuk tetap belajar sampai titik penghabisan. Kata Peter, waktu satu bulan yang diberikan untuknya harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Gemblengan Peter juga yang membuatnya bisa melalui satu minggu terberat dalam hidup demi tujuan dan kebaikan semua. Yang pasti adalah masa depannya.

Satu minggu ini pula Jeff selalu berangkat pagi pulang malam, mendekam di sebuah ruangan mewah yang ada di antara ruang kerja Peter dan Hadinata. Menurut informasi yang dia dapat dari Peter, ruangan itu dulunya ditempati oleh putra Hadinata yang telah tiada. Sosok CEO yang sudah meninggal dunia. Namun, Peter tak menguak banyak mengenai kehidupan putra atasannya itu dan Jeff bukanlah tipe orang yang ingin tahu segala hal. Cukup dia tahu bahwa Hadinata pernah memiliki seorang anak lelaki dan memang benar-benar lelaki paruh baya itu membutuhkan sosok CEO untuk membantu menghandel perusahaan. Karena hal itu pula yang membuat Jeff semakin yakin untuk tetap melangkah meskipun rasanya sudah hampir menyerah. Kasihan Hadinata. Lelaki itu sangat baik padanya padahal dia hanya pernah menolong satu kali. Tapi Hadinata membalas pertolongannya berkali-kali. Tak hanya tentang Adinda tapi juga taraf hidupnya yang kian meningkat berkat gaji yang dia terima dari perusahaan. Berkedok office boy, sebenarnya Jeff sangat paham berapa kisaran gaji yang seharusnya pantas diterima oleh petugas kebersihan sepertinya. Namun, Hadinata memberinya lebih dan semua uangnya itu sebagian memang Jeff tabung dan sebagian lagi dia gunakan untuk menghidupi anak anak panti. Pernah Bunda bertanya dari mana dia bisa memberikan uang bulanan yang lebih banyak dari sebelumnya dan Jeff mengaku jujur pada Bunda mengenai sumber dana yang dia dapatkan. Sementara itu, para anak buah yang hidup di satu markas yang sama dengannya pun ikut kecipratan menikmati hasil jerih payahnya meski mereka juga masih bekerja seperti biasanya hanya saja sudah tak sekejam dulu kala ketika Jeff menjabat sebagai kepala preman untuk mereka.

"Bang Jeff kusut sekali!" Rembo berucap ketika melihat Jeff keluar kamar dan bersiap pergi bekerja.

Bajunya yang kumal sudah tak lagi ada karena beberapa waktu lalu Peter memberikan untuknya banyak setelan kerja yang harus mulai dia biasakan untuk memakainya.

"Jika kau tahu, kepalaku ini sudah hampir meledak saat ini juga!"

"Apakah sepusing dan serumit itu jabatan CEO?"

"Jika kau mau menggantikannya ... dengan senang hati aku berikan."

"Tidak. Terima kasih, Bang. Biar abang saja yang pusing-pusing kepala. Kami di sini menanti hasilnya saja." Rembo terkekeh mengatakan itu.

"Sialan kau, Rembo! Ah, ya. Aku sudah lama sekali tidak mengunjungi Adinda. Tolong kamu datang ke sana. Bawakan banyak makanan untuk anak-anak di sana dan juga boneka beruang kesukaan Adinda."

"Baik Bang."

"Apakah uang yang aku berikan padamu tempo hari masih ada?"

"Masih banyak malahan." Ya, meski pun Jeff sudah memiliki banyak uang yang juga diberikan kepadanya bukan berati Rembo bisa mengunakan sesuka hatinya. Dia paham bagaimana jerih payah Jeff untuk mendapatkan semua itu dan sebagai seseorang yang Jeff percaya, maka Rembo akan menjaga kepercayaan itu dengan sepenuh hatinya.

"Bagus. Kamu bisa pergunakan uang itu untuk sementara sampai aku gajian kembali."

"Baik, Bang."

"Terima kasih." Jeff gegas keluar dan manaiki motor miliknya meninggalkan markas yang sudah beberapa hari ini hanya dia singgahi ketika ingin tidur saja. Bahkan Jeff juga tak lagi mengurusi anak buahnya. Merasa bersalah karena selama ini dia lah yang sudah membentuk mereka jadi orang jalanan sepertinya. Namun, sekarang justru dia juga yang mulai meninggalkan mereka semua. Jeff tahu di belakangnya mereka pasti protes tapi tak mampu disuarakan di hadapannya. Jeff tak perduli. Toh, apa yang dia lakukan sekarang ini demi kebaikan semua.

•••

Kediaman Hadinata pagi ini.

Hadinata sudah duduk di kursinya dalam ruang makan besar di mana aneka menu sarapan juga sudah terhidang.

"Pagi, Opa!" Megantara dengan seragam sekolahnya menghampiri Hadinata lalu duduk di sebelah opanya.

"Selamat pagi cucu opa! Hari ini Megan harus semangat sekolah, ya!"

"Siap, Opa!"

"Sarapan yang banyak juga agar nanti ketika di sekolah Megan bisa berpikir jernih dan energinya banyak."

"Iya, Opa. Aunty mana? Kenapa belum turun?"

"Tunggu sebentar lagi. Mungkin Aunty Cia sedang bersiap-siap."

Benar saja apa yang Hadinata katakana karena tak lama berselang Cia datang dengan suster yang mendorong kursi rodanya.

"Selamat pagi, Aunty!" Dengan penuh keceriaan Megan menyapa.

Cia mengulas senyuman. Melihat betapa semangatnya sang keponakan membuat Cia ikut bersemangat juga. Karena dia Megan jadi kehilangan sosok papa dan mamanya. Namun, lihat saja seolah Megan tak ada beban sama sekali. Justru tetap menjalani hidup dengan ceria dan bahagia meski pun ketika satu tahun lalu keponakannya itu juga sempat terpuruk karena terus mencari di mana keberadaan kedua orang tuanya.

"Ayo, kita makan. Pagi ini papa harus segera ke kantor karena ada meeting penting."

"Oh, ya, Pa! Sudah satu minggu ini Jeff tidak datang. Dia tidak lupa dengan jadwal terapiku, kan?" Cia bertanya.

Jujur tak melihat Jeff membuatnya bertanya-tanya serta merasa kehilangan. Namun, jika melihat Jeff yang ada dia uring-uringan karena kesal.

"Cia, maafkan papa. Mungkin untuk sementara waktu, sopirnya Megan yang akan papa perbantukan lagi untuk mengantarkan kamu ke mana pun pergi."

Mendengar ucapan sang papa, Cia merasa kecewa. Entah kenapa dia tidak suka jika sopirnya Megan yang harus mengantarkan dia. Bahkan selama satu minggu ini, dia sudah tak lagi ingin ke mana-mana karena Jeff tak datang. Lantas, sekarang apa yang dia dapatkan. Mengharap ketika pergi terapi ada Jeff yang menemani seperti biasanya.

"Kenapa begitu? Aku nggak mau, Pa!"

Kening Hadinata mengerut dalam. Kenapa dengan putrinya ini? Sebegitu inginnya Jeff yang menjadi sopirnya lagi. Bukankah selama ini Cia selalu bersikap tidak baik pada Jeff. Seulas senyuman berusaha Hadinata tahan. Ia tahu jika Cia mulai merasa kehilangan sosok Jeff Nathan.

"Cia! Jeff sangat sibuk akhir-akhir ini. Mana papa tega jika harus merepoti dia lagi untuk menjadi sopirmu lagi?"

Cia tidak suka mendengarnya. "Oh, papa jadi rupanya mengangkatnya sebagai seorang CEO?"

Kepala Hadinata mengangguk. "Iya, Cia. Tidak ada lagi kandidat yang bisa papa pilih selain dia. Dan saat ini Jeff sedang banyak belajar dengan Peter. Sejauh ini pun papa rasa Jeff cukup berkompeten untuk menggantikan posisi Saga. Jadi, percaya lah pada papa, Cia. Semua akan baik-baik saja."

JEFF DAN ALICIA Where stories live. Discover now