19: saat batas profesionalisme dan pribadi yang mengabur

157 31 6
                                    

San sadar jika dirinya yang biasanya tidak dipedulikan oleh orang-orang karena satu atau hal lainnya, sekarang menjadi pusat perhatian. Bukan karena San yang akhirnya meminta hal itu dengan bersikap dramatis, tetapi lantaran semua orang sepertinya tahu jika dirinya memiliki sesuatu yang menganggu Hongjoong.

Memang benar, nepotisme pada tempat kerja itu menyebalkan.

Double menyebalkan, San tahu apa pun yang dilakukannya hanya akan berakhir dirinya yang pada posisi dirugikan.

Meski San maunya mengusir Hongjoong untuk tidak berada di ruangan timnya, akan tetapi dia memutuskan untuk diam. Memperlakukan Hongjoong tidaklah eksis di ruangan tersebut lebih mudah daripada memancing keributan. Lagipula San tidak punya hak untuk mengusir Hongjoong, karena ruangan timnya bukan miliknya dan posisi Hongjoong memang nyatanya lebih tinggi dari San.

Setidaknya kedudukan bahwa Hongjoong adalah anak pemilik perusahaan adalah mutlak. Lebih tinggi dari semua jabatan semua orang di ruangan San dikombinasikan. Jadi sebagai manusia yang waras dan tahu diri akan posisinya, diam itu adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya.

"Aku tidak paham apa bagusnya dirimu sampai Seonghwa lebih memilih dirimu daripada aku."

Bisakah Hongjoong enyah dari hadapan San saat ini juga? Karena dia menyebutkan Seonghwa dan itu membuat San menjadi kesal lantaran sampai saat ini tidak bisa menghubungi lelaki itu. Apalagi dengan kenyataan San tidak bisa mencari keberadaan Seonghwa membuatnya frustrasi. Sialnya, satu-satunya orang yang memiliki kemungkinan mengetahui keberadaan Seonghwa justru manusia menyebalkan yang tengah duduk di depan mejanya.

Seharusnya dahulu San menyetujui meja di ruangan ini berbentuk kubikel dan buka menja terbuka seperti ini. Karena sekarang San benar-benar merasa emosinya sedang diuji pada titik maksimalnya untuk tidak mengatakan apa pun kepada Hongjoong.

"Kamu tidak ada pantas-pantasnya bersama Seonghwa." Hongjoong memandang San, kemudian melihatnya dari ujung kepala sampai ujung kaki—yang sebenarnya badan bagian bawahnya terhalang meja sehingga rasanya lelaki menyebalkan itu hanya memandang meja—dengan tatapan mencemooh. "Apa kamu mendekati Seonghwa karena hartanya? Dia memang terlihat mudah untuk diperdaya, tapi bukan berarti aku akan membiarkanmu berada di dekatnya."

Brengsek juga Hongjoong ini.

Atau mungkin tepatnya, bagaimana Seonghwa bisa tahan berteman dengan lelaki brengsek ini selama ini?

"Aku rasa, perkataanmu sudah keterlaluan." Akhirnya San tidak bisa menahan diri untuk tetap diam dan menatap tajam Hongjoong. "Aku tidak masalah kamu mengambil pacarku. Aku juga tidak bermasalah jika kamu menghinaku. Tapi menghina Seonghwa?" Kemudian San melengos karena melihat reaksi Hongjoong yang mendelik kepadanya. "Ada batasan antara mengatakan hal yang sebenarnya dan menghina seseorang. Kamu melakukan hal kedua kepada Seonghwa dan aku tidak suka mendengarnya."

"Jangan berakting seolah-olah kamu orang yang paling memahami Seonghwa saat kamu bahkan baru mengenalnya."

"Waktu mengenal seseorang bukanlah tolak ukur untuk merespon suatu hal yang benar atau yang salah," ucap San yang menatap tajam Hongjoong, "dan setidaknya aku tahu satu hal, aku tidak akan menghina orang yang kuanggap berharga di depan semua orang hanya karena rasa cemburu."

Hongjoong tampak tidak percaya dengan respon San yang didengarnya barusan dan memandang kesal ke arahnya. "Apa? Cemburu kepadamu, omong kosong! Kamu pikir kamu siapa sampai aku harus merasa seperti itu?!?"

"Bukan siapa-siapa, tenang saja...," jawab San seadanya, kemudian berkata, "jadi karena bukan siapa-siapa, bisakah kamu pergi dari hadapanku? Ini jam kerja dan membicarakan hal pribadi jelas tidak etis, meski secara posisi kamu lebih tinggi dari semua orang karena kekuasaan mutlakmu sebagai anak pemilik perusahaan."

"Kau...!"

"Oh benar, aku rasa aku harus mengatakan ini kepadamu," ucap San yang bahkan tidak membiarkan Hongjoong menyelesaikan perkataannya, "aku tahu ikut campur pada kehidupan rumah tanggamu itu melewati batasan, tapi apa bisa aku memintamu menghargai Wooyoung?" San melihat ekspresi Hongjoong yang tampaknya tidak peduli mendengar nama Wooyoung dan tetap menatap marah ke arahnya karena Seonghwa, membuat San tanpa sadar menghela napas panjang. "Tolong hargai dia, karena dia pernah menjadi bagian yang berharga dari hidupku sebelum memilih untuk bersamamu."

"Itu bukan urusanmu!"

"Memang bukan, tapi aku hanya mau mengatakan apa yang aku pikirkan." Jawaban San yang apa adanya itu justru membuat Hongjoong tampak semakin kesal kepadanya. "Dan aku serius saat memintamu untuk pergi dari hadapanku. Ini masih jam kerja dan setidaknya ada lima jam lagi sampai jam kerja selesai." Kemudian San melihat jam digital yang ada di ruangannya. "Oh, sebenarnya tidak sampai lima jam lagi, tapi aku tidak yakin akan pulang tepat waktu...," kemudian San menatap Hongjoong dan tersenyum—yang pasti terlihat seperti mengejek, tapi persetanan dengan hal itu—kemudian berkata, "karena jam kerjaku diganggu olehmu."

"Kau...!"

"Aku bukan dirimu yang tidak bekerja pun masih bisa hidup," lagi, San memotong perkataan Hongjoong sekaligus menyindirnya dengan telak, "jadi bisakah untuk tidak menghalangi seseorang yang hendak menyelesaikan pekerjaannya? Karena aku dan kamu jelas tidak setara sejak memulai kehidupan di dunia ini."

San mendengar Hongjoong berdecak dan kemudian melihat lelaki itu berdiri dari kursinya. Bahkan sempat-sempatnya membanting pintu ruangan timnya dan helaan napas lega yang didengar San serentak keluar dari semua orang di ruangan ini. Membuat San melirik ke arah anggota dan kepala timnya, yang tentu mereka pura-pura menjadi sibuk.

Padahal San tahu mereka sejak tadi menikmati dramatisasi kehidupan kantor antara dirinya dan Hongjoong.

"Bang, lo gila!" Setidaknya ada Jongho yang bersikap tetap seperti yang dikenalnya. Kemudian meletakkan roti bantal ukuran besar serta sekotak susu full cream 1L di mejanya. "Makan deh, kasihan gue lihat lo, Bang. Waktunya istirahat malah kena jegal di sini."

"Mana kenyang gue makan ini doang."

"Gak ada bersyukurnya lo, anjir!" makian Yeosang membuat San menoleh, lalu menyeringai karena kemudian lelaki itu meletakkan sekotak makanan cepat saji di mejanya. "Untung gue masih punya lebihan gegara salah pencet jumlah di gojek tadi."

"Bilang aja sebenernya beliin buat gue gak ada ruginya loh, Cang."

"Idih, mendingan duitnya gue pake top up ML daripada beliin makan manusia kayak lo."

Sialnya, San justru teringat dengan Seonghwa yang menganggap ML adalah singkatan dari Bahasa Inggris dan bukan tentang gim Mobile Legend. Membuat San refleks memejamkan matanya dan memijit pelipisnya, karena di titik ini dia tidak tahu merasa kesal atau merindukan tingkah bodohnya Seonghwa.

Kemudian San segera membuka matanya begitu tersadar dengan pemikirannya barusan.

Apa?

San tadi memikirkan apa untuk Seonghwa?


Vermilion | SanhwaWhere stories live. Discover now