Chapter 17

1.1K 79 35
                                    

Guys yuk vote, jangan cuma jadi silent reader ya!

Happy reading!✨


Apakah kalian pernah mendengar istilah — 'time will heal?' mereka bilang jika luka dapat sembuh seiring berjalanya waktu. Tapi sedikit orang yang tau jika waktu tidak dapat mengobati luka, kita sendiri lah yang mengobatinya karena pada hakikatnya penyembuhan luka adalah proses seumur hidup yang terus berjalan.

Siklus penyembuhan luka memang sangatlah menyiksa. Ada waktu dimana kita merasa bahagia dan sejenak melupakan masalah yang ada tapi disisi lain ada saat dimana perasaan itu kembali, perasaan menyakitkan yang pernah kita rasakan sebelumnya. Bagaikan roda yang terus berputar, siklus penyembuhan trauma selalu terjadi seperti itu.

Sama seperti apa yang dirasakan oleh Seokjin. Sejauh apapun ia mencoba lepas dari traumanya, bayang-bayang perselingkuhan mama kandungnya selalu menyelimuti dirinya. Seokjin hanya takut hatinya terluka, bukankah coping mechanism dalam penyembuhan trauma setiap orang itu berbeda?

Tapi sayangnya, memilih untuk tidak mau berkomitmen dalam suatu hubungan adalah cara Seokjin untuk melindungi dirinya dari perasaan sakit, perasaan sakit yang mungkin bisa membuat dirinya tersiksa.

Jakarta, 15 tahun yang lalu.

"Jisoo, ayo buruan sayang." teriak Mami Jisoo dari lantai bawah

"Iya mih, bentar, Jisoo udah mau selesai." 

Tak lama setelahnya Jisoo turun menghampiri sang mama dengan menggunakan atasan biru, rok hitam selutut dan bando warna coklat yang menghiasi kepalanya.

Mereka kini bergegas menuju ke rumah tetangganya yang berada tepat di samping rumah dengan memencetkan bel beberapa kali.

"Oh fir, ayo masuk, udah aku tunggu sama Mas Adhy di dalem," sambut seorang wanita paruh baya membukakan pintu rumahnya dengan senyum ramah.

Mereka pun akhirnya masuk ke dalam rumah megah keluarga Adhyaksa di kawasan elit komplek perumahan Serenia Hills Lebak Bulus. Hari ini Jisoo dan mamanya sedang berkunjung ke rumah kediaman Adhyaksa.

Setelah peristiwa adik Jisoo (Roselia) yang meninggal bunuh diri dan perceraian kedua orangtuanya setahun yang lalu, Jisoo dan Maminya memilih untuk pindah rumah di kawasan perumahan yang lebih tenang dan asri hingga pilihan mereka jatuh di perumahan Serenia Hills.

"Kamu bentar lagi mau masuk SMA ya, cantik?" tanya Mama Erina kepada Jisoo setelah mereka dipersilahkan duduk.

"Ah iya tante, akhir akhir ini juga lagi sibuk nyiapin ujian," Erina mengangguk paham.

"Jangan panggil tante sayang, panggil mama saja, mama udah anggap kamu kaya anak mama sendiri. Oke?"

Jisoo menengok ke arah maminya untuk meminta persetujuan dan sang mami hanya tersenyum mengangguk pertanda memberikan isyarat 'iya' kepada anaknya.

"Oke tan– eh ma maksudnya hehe," balas Jisoo dengan senyum kikuk dan Erina hanya membalas dengan mengusap pucuk rambut Jisoo lembut.

Erina pun mengajak Jisoo dan maminya untuk masuk ke dalam dan duduk di ruang meja makan. Netra Jisoo menelusuri sudut ruangan rumah bernuansa modern minimalis yang bisa dibilang sangat besar dengan pandangan takjub. 

"Oh fir udah dateng?" tanya Adhyaksa dari ruang kerja dengan setelan kaos putih dan celana kain hitam.

"Iya dhy, barusan dateng juga." balas Safira dan ditanggapi dengan anggukan kecil Adhyaksa.

"Anak anak pada kemana rin?"

"Tadi pada main PS di kamar, aku panggil bentar mas," Erina menaruh piring yang berisi kepiting saos padang ke meja makan dan melenggang ke lantai 2 rumahnya untuk memanggil anak anak mereka.

My Dear Friend | JinsooWhere stories live. Discover now