6.𝐷𝑢𝑑𝑎 𝐴𝑟𝑜𝑔𝑎𝑛

1.4K 842 90
                                    

🅕︎🅞︎🅛︎🅛︎🅞︎🅦︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🅕︎🅞︎🅛︎🅛︎🅞︎🅦︎

🅥︎🅞︎🅣︎🅔︎
🅚︎🅞︎🅜︎🅔︎🅝︎

Alhasil Alisha menggelitik tubuh mungil Cia, agar anak itu membuka suara. Tawa renyah menggema diruangan, menyamarkan suara bising di luar yang padat akan aktifitas.

Keceriaan terpancar dari paras polos Leticia, mampu membuat Tiara ikut merasakan kebahagian.

Jarang banget ni anak sebahagia ini.

Tak tinggal bersama, bukan berarti tidak mengetahui penderitaan yang di alami ponakannya. Cia, kehilangan figur seorang ibu sendari pertama kali melihat bentala, sering di abaikan oleh sang ayah lantaran menganggapnya sebagai pembunuh.

Alisha menghentikan gelitik, sebab Cia memintanya berhenti. "Di suluh Aunty," ucap anak itu setelah tawanya mereda, akhirnya pertahanan anak itu runtuh juga.

Alisha beralih pada Tiara, tatapannya penuh akan selidik. Alis naik turun, menambah kegarangan. "What? Kok aku."

"Cia tuh Ka, masa di rumah merengek. Katanya gini, mau ketemu Doktel cantik," ucap Tiara menirukan suara cadel ponakannya di akhir kalimat.

Belakangan ini Tiara seringkali mendapatkan telepon teror dari Cia, bocah itu meminta dipertemukan dengan Alisha. Tiara memberikan berbagai alasan, hingga anak itu menangis sejadi-jadinya akibat permintaanya yang tak kunjung dituruti. Akhirnya Tiara membuat rencana agar Cia bisa bertemu Alisha, tentu dengan berpura-pura sakit gigi.

"Kenapa harus bohong coba?" Alisha bangkit, mengelilingi Cia dan Tiara yang menunduk.

"Gak ada jalan lain." Tiara mendongak menatap lawan bicaranya. "Cuma itu jalan satu satunya."

Alisha mengerutkan kening. Bukankah bisa mengunjungi Klinik tanpa harus berbohong, dia tidak pernah melarang siapapun berkunjung ke Klinik.

"Cia gak bisa minta langsung ke ayahnya secara gamblang. Apalagi modelan ayahnya kek Bang Arjun," timpal Tiara menjelaskan lebih detail.

"Si paling anti membuang-buang waktu, kecuali masalah pekerjaannya." Arjuna sanggup menghabiskan waktu di kantor, duduk di kursi kebesaran dengan menatap layar laptop sepanjang hari.

Namun, pria itu tidak berminat membuang waktu yang tak menguntungkan baginya. Saat kumpul keluarga pun dia lebih memilih berada di kantor, intinya pria itu penggila kerja. Mengabaikan keluarga termasuk anak-anak, hanya demi karier.

Jadi, jika meminta di antarkan ke Klinik secara transparan tanpa didasari kepentingan, dipastikan pria itu akan menolaknya mentah-mentah.

Duda Arogan (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang