Mirage - Psikologi Horor

54 20 2
                                    

"Sampai ketemu besok!"

Aku melambaikan tangan sambil berjalan menjauh. Baru beberapa langkah aku pergi meninggalkan teman-teman, aku kembali melambai. Kali ini kepada pengemudi Ford. Moli tampak cantik saat rambutnya dikucir ke atas seperti sekarang. Aku segera masuk ke kursi penumpang dan memeluk dirinya.

"Moli," ucapku begitu melepaskan pelukan. Moli memutar bola matanya, tampak jengkel meskipun dia tersenyum.

"Teman-temanku selalu bertanya kenapa kau memanggilku dengan nama itu."

Sembari memakai sabuk pengaman, aku membalas, "Itu, kan, panggilan khusus dariku untukmu, Mom."

Moli hanya mengangguk sambil mengatakan "ya" sebanyak tiga kali. Mesin mobil menyala lalu kami berkendara pulang. Tak ada percakapan apa pun di antara kami, hanya suara radio yang sedang memutar lagu Adele. Aku memang sedang tak ingin bicara, terlalu lelah lebih tepatnya. Aku memutuskan untuk memejamkan mata dan menghayati lagu lain yang terdengar di radio.

Aku tidak tahu lagu ini dan siapa penyanyinya, tapi aku menyukainya. Sepertinya aku belum hadir ke dunia saat lagu ini keluar. Lalu lagu lain yang tidak aku ketahui, lagu lain lagi, dan lagi, sampai akhirnya aku mendengar petikan gitar yang amat aku kenali. Ah, Say You Won't Let Go.

Kira-kira di pertengahan lagu, saat tengah asyik-asyiknya, musik dan mesin mobil berhenti secara bersamaan. Aku pikir kami sudah sampai di rumah, tapi begitu melihat parkiran yang luas dan huruf M besar berwarna kuning terpampang jelas di sebuah bangunan, aku tahu kami tidak di rumah. McDonald's, hore! Dua hari lalu aku bermimpi memakan Big Mac, mungkin suatu pertanda untuk hari ini.

Selama menyantap Bic Mac dan kola, kami mengobrolkan hal ringan. Bukan mengobrol, tanya jawab lebih tepatnya. Moli bertanya bagaimana hariku di sekolah? Apa saja yang mengangguku? Apa aku bahagia sekolah di sana? Apa ada yang kuinginkan? Mulutku sibuk mengunyah, jadi aku hanya berkata ya, tidak, ya, dan tidak di setiap pertanyaan.

Begitu waktunya pulang, aku membeli satu McFlurry. Rencananya akan aku makan setelah mengerjakan tugas.
Atau sebelum mengerjakan tugas. Kuputuskan hal itu nanti. Setelah turun dari mobil, masuk ke dalam rumah, memeluk Moli dan berkata aku menyayanginya, aku segera melangkah ke kamar.

"Astaga! Aku tak tahu kau ada di sini," ucapku begitu melihat Brianna tengah duduk di kursi belajar.

Brianna yang tadinya tengah menulis menghentikan kegiatannya dan menoleh padaku. Ia tersenyum. Matanya ikut tersenyum. Matanya yang berwarna biru seperti langit musim panas. Oh, aku amat menyukai warna matanya. Aku juga memiliki warna yang sama, tapi tidak seindah punya Brianna.

"Baru pulang?" Brianna bertanya sembari mengikat rambutnya dalam satu ikatan. Satu hal lagi dari Brianna yang aku sukai, rambutnya. Emas dan berkilauan, halus dan jatuhnya seperti air terjun.

Aku mengangguk dan membalas, "Yeah. Tahu apa yang terjadi di sekolah?" Brianna mengangkat kedua bahunya. "Tidak ada."

Brianna tertawa. Aku tertawa. Kami tertawa bersama. Hal kecil selalu membuat kami tertawa. Aku meletakkan tas di samping meja belajar dan McFlurry di meja belajar. Aku mengganti pakaian dengan yang lebih santai dan bisa mengalirkan udara. Musim panas ini yang terpanas dari sebelumnya. Ugh, aku tak sabar menantikan liburan musim panas.

Selama aku melakukan kegiatan, Brianna tak berbicara apa pun, ia hanya duduk memperhatikanku. Begitu aku selesai dan merebahkan diri, Brianna ikut.

"Moli mengajakku ke Macs tadi. Kami makan Big Mac dan minum kola. Pulangnya aku membeli McFlurry."

"Hebat," sahut Brianna.

"Yeah," aku kembali bersuara, "sayang kau tidak ikut."

Tidak adanya sahutan dari Brianna membuatku bangkit dan mengambil McFlurry lalu kembali ke kasur. Kali ini aku duduk. Aku menyendok McFlurry yang sudah mulai mencair dan menawarkan pada Brianna, dia bilang sedang tidak ingin, jadi aku menghabiskan McFlurry itu sendirian. Agak melenceng dari rencana sebelumnya, tapi tidak apa.

Storiette Where stories live. Discover now