PART 23

1.1K 267 30
                                    

Semakin dekat dengan waktu pernikahan, Fazan dan Shahyan sering ke rumah Mahesa, ikut dengan Dika yang sibuk mempersiapkan ini-itu untuk hari besarnya.

Dari kursi teras dekat kolam, Yuni mencuri-curi pandang ke dalam rumah--ke arah Mahesa yang sedang bermain dengan Shahyan dan Fazan di ruang keluarga; si bungsu digendongnya dan si kakak sedang anteng merakit lego.

Sedangkan Yuni dan Dika dari tadi sedang sibuk menuliskan nama-nama yang akan mereka undang di atas undangan yang baru sampai hari ini.

Pulang sekolah biasanya Mahesa tidur, tapi karena ada Shahyan dan Fazan, dia jadi keasyikan main. Bukan apa-apa, kalau melewatkan waktu tidur siang, nanti akan kentara, pasti loyo di sore hari-nya.

"Fazan sama Shahyan emang gak suka tidur siang, ya, Mas?" tanya Yuni, yang sekarang memanggil Dika dengan sebutan 'Mas', masih sedikit canggung karena biasanya hanya memanggil nama, tapi karena sekarang hubungan mereka sudah jelas jadi Yuni tidak boleh lagi memanggil nama saja.

"Kadang, kalau mereka udah capek maen aja," sahut Dika.

Yuni mengangguk-angguk. Pantas saja kedua anak itu tidak terlihat mengantuk, memang tidak dibiasakan tidur di siang hari.

-

Mahesa merelakan dengan ikhlas hati satu buah legonya diobrak-abrik oleh kedua bocah, dia juga mengeluarkan beberapa mini figure lego-nya. Tidak apalah asal kedua bocah itu anteng, karena Okta sedang tidak ada, mamanya dan calon papanya masih sibuk menyelesaikan undangan, sementara Mahesa mulai mengantuk.

"Abang Eca."

"Hm?"

Mahesa membuka kembali matanya yang baru saja menutup.

Pipinya disentuh-sentuh oleh suatu benda.

Shahyan di hadapannya sedang memainkan mini figure lego sembari menumpukkan kedua siku pada sofa tempat Mahesa berbaring menyamping.

Mahesa menutup matanya kembali.

Shahyan bersenandung pelan, senandungan asal yang membawa Mahesa tenggelam lebih dalam ke alam mimpi.

-

Saat Mahesa bangun, Fazan dan Shahyan sudah pulang, Mama Yuni juga tidak ada, sepertinya ada di tempat kerjanya.

Lego punya Mahesa disimpan rapi dalam kotak transparan di atas meja, lego berbentuk pesawat itu tidak sepenuhnya jadi.

Mahesa duduk, mengerjap-ngerjap. Berdiri, tapi kemudian duduk kembali saat pandangannya menggelap dan muncul sensasi pusing yang berputar. Mahesa tidak kaget dengan reaksi tubuhnya yang seperti ini, sudah jadi hal biasa, mungkin sejak imunnya ikut menargetkan sel darah merah sebagai musuhnya, hal seperti ini jadi sering terjadi. Cukup menunggu beberapa menit sampai pusing hilang dan pandangan kembali bersih, Mahesa berdiri dengan lebih perlahan, tadi dia lupa diri, berdiri dengan sekali hentakan.

Decakan kasar keluar dari bibirnya. Mahesa melangkah dengan kaki kanan yang sedikit diseret, encok dari pinggang sampai sendi lutut juga jadi hal yang biasa, entah efek apa, tapi memang beginilah rasanya jadi remaja jompo.

Mahesa membuka kulkas, mencari minuman dingin karena gerah sekali rasanya.

Di dalam kulkas hanya ada deretan botol berisi jus berwarna merah dan merah muda. Mahesa mendecak, dia sedang ingin minuman yang segar-segar, tapi yang segar-segar di dalam kulkas hanyalah deretan air mineral dan minuman ion punya Okta.

Mahesa mengambil air mineral lalu menyeret kakinya lagi menuju kamarnya, rumah sepi, Okta pasti belum pulang. Tapi nanti setelah mamanya sudah menikah, rumahnya tidak akan sepi lagi; tidak sabar menantikan hari itu.

A. C. E (OnGoing) Where stories live. Discover now