Bab 6

1.9K 237 11
                                    

Happy reading, semoga suka.

Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya.

Ebook lengkap sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Enjoy

Luv,

Carmen

______________________________________________________________________________

"Gin dan tonic. And one shot of tequila, please."

Riggs mengangkat wajah untuk menatap tamu berakses British yang baru saja menempati kursi bar. Wanita itu terlihat... kalau Riggs boleh membandingkan, mereka sepertinya memiliki ekspresi pedih serupa. Ia bisa menangkap nada wanita itu juga, perasaan sedih dan frustasinya terwakili dengan baik.

"Is it that bad?" tanya Riggs.

Ia terkejut karena wanita itu langsung menjawab dengan jujur. "Ya, it's that bad. Worse, I must say. Lebih baik lagi kau dobelkan gin-nya. Aku baru saja dicampakkan dan terdampar sendirian di hotel ini, karena mantan pacarku sedang bermesraan dengan kekasih barunya."

"Huh. Memang banyak orang-orang tolol yang tidak setia."

Riggs tersenyum pada wanita itu, lebih untuk menghiburnya. Ia tidak mengerti mengapa ada pria-pria tolol seperti kekasih pria itu yang mencampakkan wanita secantik wanita ini? Dia sangat menawan, dengan rambut cokelat gelap yang bergelombang dan wajah cantik dengan sepasang mata cokelat lembut dan bibir merah yang penuh merekah, Ia bisa menebak kalau wanita ini cukup tinggi, dengan tubuh langsing, dan gaun sederhana tapi elegan yang dikenakannya itu membuat penampilan wanita itu semakin sempurna. Garis lehernya yang cukup rendah membuat iman Riggs sedikit goyah sebenarnya. Ia menuangkan minuman untuk wanita itu lalu duduk di hadapannya, hanya terpisahkan oleh meja bar. Oh Lord... dia bukan hanya cantik. Wanita itu benar-benar menawan. Stunning.

"Kau tahu, aku mengerti perasaanmu saat ini. Aku juga baru dicampakkan oleh teman wanitaku hampir tiga minggu yang lalu."

"Karena dia juga wanita tolol yang tidak setia?" tebak wanita itu.

Riggs tertawa. "Iya, seperti itulah. Aku Riggs, by the way." Ia sebenarnya cukup terkejut dengan dirinya sendiri. Bagaimana ia dengan mudah membuka dirinya dan menceritakan kehidupan asmaranya begitu saja pada seorang asing. Tapi Riggs merasakan kebutuhan untuk menghibur wanita itu dan membangun percakapan dengannya.

"Aku Chantal," balas wanita itu sambil menyebutkan namanya. "Ya Tuhan, kita benar-benar dua orang yang bernasib malang, bukan? Kau yakin kau tidak ingin membuatkan segelas gin untuk dirimu sendiri?"

Chantal benar-benar tipe yang asyik buat diajak mengobrol. Dan tentu saja, setiap kali wanita itu menambah minumannya, Riggs akan menggunakan kesempatan itu untuk datang dan kembali mengobrol dengan Chantal, karena wanita itu hanya duduk sendirian di bar, jelas-jelas tidak tertarik dengan sekelilingnya. Mereka berbicara sambil sesekali menyelipkan informasi tentang mantan kekasih mereka dan keduanya setuju bahwa mantan-mantan mereka itu adalah orang-orang tolol.

"Mereka akan menyesal" ujar Chantal pada Riggs sambil tersenyum lebar. "They are fool."

"Iya," jawab Riggs setuju. "Menurut pendapatku, mantanmu itu adalah pria paling tolol di muka bumi ini."

Chantal mulai tertawa sedikit terlalu keras. Wajah wanita itu sudah memerah pelan pertanda bahwa dia sudah mulai mabuk. "Aku bisa mengatakan hal yang sama tentang mantanmu."

"Kau seharusnya melupakan pria itu, masih ada banyak pria lain yang aku percaya bisa menghargai dan menghormatimu."

"Hah! Berikan nasihat yang sama itu pada dirimu sendiri, Riggs."

Ia tahu kalau Chantal benar. "I am on my way, Chantal. Aku akan mulai berhenti memikirkannya. Masih ada banyak wanita lain yang lebih baik darinya."

"Well said. Atta Boy."

Perhatian Riggs terabaikan saat sekelompok orang masuk ke dalam bar. Ia menjauh dari Chantal dan mendekati ketiga pasangan tersebut. Mereka memesan sampanye yang kebetulan hanya tinggal dua botol jadi Riggs harus turun ke cellar untuk mengisi stoknya kembali. Ia melakukannya sendiri karena semua stafnya tampak sibuk. Saat ia kembali dan masuk dari pintu lain yang agak jauh dari meja bar, ia mendekati wanita itu dari belakang, menatap kaki jenjang wanita itu dan tak sengaja menangkap pemandangan paha wanita itu dan pinggiran berenda dari apa yang mungkin adalah stoking. Wow... apa Chantal tidak sadar bahwa dia sangatlah seksi? Pemandangan seperti itu dengan mudah membangkitkan nafsu seorang pria dan Riggs bukanlah pengecualian. Ia merutuk pelan saat merasakan serbuan gairah itu. Ia tahu sekarang, Chantal memang langsing dan tinggi, tubuhnya proporsional dengan tangan dan kaki-kaki yang kencang. Ia kemudian masuk memutari meja bar dan mendekati wanita itu, melihat bagaimana dia menunduk sambil melingkari gelas minumannya yang telah kosong dengan jari-jemarinya. Wanita itu tampak melamun dan tersesat dalam pikirannya sendiri.

"Hei," bisik Riggs saat mendekat. Ia menundukkan wajah dan menatap wajah cantik itu, dan terkejut saat mendapati sebutir air mata jatuh dari mata indah Chantal dan menetes ke atas meja bar. Ia tahu, seperti apapun Chantal memaki mantan kekasihnya itu, nyatanya ucapan dan tindakan bukanlah dua hal yang selalu bisa berjalan berdampingan. Masalah hati memang terlalu sulit untuk diatur.

"Aku serius, pria itu benar-benar tak berharga dan sama sekali tak pantas untukmu."

"Aku tahu," bisik Chantal. "Tapi biarkan aku seperti ini, untuk terakhir kalinya. Setelah itu, aku akan baik-baik saja."

Riggs meletakkan kotak sampanye yang dibawanya lalu menepuk pelan bahu Chantal untuk menghibur wanita itu.

"Ya, oke. Minumlah sampai kau puas tapi mulai besok, lupakan dia."

A Holiday AffairWhere stories live. Discover now