01 › bohong.

1.4K 153 7
                                    

"daddy!!"

Marvaka Adimasta, hhh, sudah bosan ya? sebenarnya disini bagian mendeskripsikan sosok Marvaka yang sudah sedikit berubah dari sebelumnya. Ya, pemuda ituㅡpria(?) pria dewasa yang sekarang sudah menginjak kepala tiga itu sudah memiliki putri yang cantiknya seperti submissivenya eㅡtapi orang-orang terutama fans-nya mengatakan jika putrinya lebih mirip Marva, tapi memang sih mirip Marva karena bubu sendiri juga mengakui kemiripan putri Marva dengan masa kecil Marva dan Mavraㅡhanya saja versi perempuan.

"kenapa, princess?"

ditutupnya laptop yang sedari sejam lalu berada diatas pangkuannya, Marva meletakkan laptopnya itu diatas meja ruang tamu sebelum mengangkat tubuh kecil putri kesayangannya itu untuk duduk dipangkuannya.

"can Avis ask dad?"

Marva merapikan surai putrinya yang sedikit berantakan, "tentang apa?"

"Avis' friend said Bubu was disabled, Bubu pakai alat bantu dengar.. bubu tuli, lalu mengapa daddy mau menikah dengan bubu?"

sial, anak siapa yang berani berbicara seperti itu terhadap sosok yang paling sempurna dalam hidup Marva?

"who talks like that, princess? siapa nama teman kamu itu?"

Mavis menatap Marva yang justru berbalik bertanya padanya, "can daddy answer Avis's question first?"

"jawaban seperti apa yang kamu inginkan, princess? bukankah semuanya sudah jelas, alasan mengapa daddy menikah dengan bubu?" balas Marva dengan lembut meskipun emosinya sedikit tersulut karena pertanyaan sang putri.

"but Avis' friend said that dad could get something more perfect than bubu.." ujar Mavis pelan.

"then daddy nggak akan punya kamu, princess."

"daddy.." suara Mavis semakin lirih ketika merasakan adanya perubahan nada bicara Marva yang lebih terdengar tegas dari beberapa menit lalu.

"daddy loves your bubu, he's perfect.. most perfect."

Mavis menunduk sembari memainkan baju kaus Marva, "sorry.. daddy."

"jangan pernah bicara seperti itu lagi, apalagi didepan bubu." ujar Marva dengan nada lebih lembut dari sebelumnya karena melihat Mavis yang sepertinya ingin menangis, "jangan pernah mendengarkan apa yang dikatakan orang diluar sana karena disabled people are not necessarily despicable and perfect people are not necessarily holy."

Mavis mengangguk, "sorry.. Avis promised not to repeat that, daddy." ujarnya masih lirih.

"what is the name of your friend who dares to speak like that?" balas Marva yang tampaknya masih mempertanyakan bahkan akan mencari informasi tentang pelaku yang membuat Mavis mempertanyakan hal yang cukup serius dan memancing emosinya.

"Darion Anggara, daddy."

Marva mengangguk-angguk lalu mengusap surai Mavis. "He would be taught a lesson for what he dared to say." celetuknya membuat Mavis menatapnya bingung.

"pelajaran apa, daddy?"

"sadar diri." balas Marva semakin membuat Mavis kebingungan, "sudah tidak ada yang ingin kamu tanyakan pada daddy kan?"

"umㅡno more questions, daddy."

"alright, so now is the time for what?" ujar Marva setelah menyadari jam dinding rumahnya sudah menunjukkan pukul setengah empat sore. 

"take a bath?"

"yap, sebelum bubu selesai menyirami tanaman.. princess harus segera mandi dan mengerjakan tugas sekolah, okay?"

Perfectly (delayed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora