Together With You

6.2K 464 10
                                    

Samar-samar terdengar keriuhan acara pentas dari lapangan yang mulai ramai, mungkin kini penampilan utama sudah dimulai. Meski begitu, Adam dan Kana justru memilih untuk berdua saja. Menepi dari banyak orang.

Mereka sedang duduk di halaman belakang sekolah. Tempat yang sering digunakan oleh para siswa untuk sekadar nongkrong, mencuri kesempatan merokok tanpa ketahuan guru, atau membolos dengan memanjat dindingnya.

Namun, kali ini Adam dan Kana berada di sana bukan untuk tiga alasan itu. Mereka di sana untuk berbicara. Saling mengutarakan perasaan masing-masing. Untungnya, sedang tak ada orang lain di sekitar mereka.

"Kana, gue mau jujur sama lo. Sejak pertama kali lo dateng ke kelas buat cari gue, di saat itu gue uda suka sama lo. Gue tertarik sama wajah, perilaku, dan salah tingkah lo. Menurut gue itu, lucu," ujar Adam sembari memandang wajah Kana yang duduk di sampingnya.

Kana terdiam sejenak. Ia memandang Adam. Wajah cowok itu kini terlihat teduh. Parasnya yang tampan memang memesona. Mimik yang tenang dengan tatapan dalam membuat Kana merasa nyaman.

"Jadi?" Adam menaikan satu alisnya. Ia sedang menunggu Kana berbicara.

Kana mengangkat bahu. "Jadi apa?"

Adam berdecak. Kenapa Kana belum juga menyatakan perasaan padanya?

"Gue uda bilang gue suka sama lo, Kana. Jadi sekarang giliran lo. Gimana perasaan lo buat gue? Apa yang bikin lo nangis tadi? Kenapa lo nggak ingin gue deket sama orang lain? Apa alasannya, Kana?"

Kana mendesah. Ia segera mengalihkan pandangan. Ingin kabur pun rasanya tak mungkin. Kana tak punya jalan keluar.

Sekali lagi, Kana menoleh ke arah Adam. Cowok itu masih menunggunya. Tatapan yang tenang, tapi meminta. Kana tidak tahan. Ia tak bisa berbohong lagi tentang kata hatinya.

"Gue akui," ucap Kana pada akhirnya. "Gue suka sama lo, Adam."

Adam tersenyum. Hari ini menjadi hari yang paling bahagia bagi dirinya.

"Gue nggak tahu kapan itu bermula. Awalnya gue benci sama lo. Gue cemburu karena Salma lebih memilih lo daripada gue. Tapi, ketika kita deket dan sering ketemu perasaan itu tiba-tiba muncul. Gue nggak tahu harus gimana, makanya gue berusaha buat ngehindarin lo dan lupain perasaan ini. Tapi, gue nggak bisa. Gue nggak sanggup."

Kepala Kana tertunduk. Rumput di tanah menjadi pelariannya. Ia tak bisa menatap wajah Adam sekarang. Air matanya akan tumpah. Kana tak ingin terlihat cengeng di depan cowok itu. Bagaimana pun Kana kan seorang cowok juga.

Mendengar pengakuan Kana membuat Adam senang. Hatinya puas. Reflek Adam memeluk tubuh Kana di sampingnya. Ia tak peduli kalau Kana akan segera menempelengnya karena hal itu. Adam cuma ingin meluapkan rasa bahagianya.

"Thanks, Kana. Thanks. Gue sayang banget sama lo. Gue nggak akan pernah lepasin lo, Kana."

Kana tersenyum senang. Begitu banyak cinta tercurah pada dirinya. Adam membuktikan itu. Pelukan Adam terasa sangat hangat. Benar-benar manjur untuk menenangkan hatinya.

"Gue gak bisa napas. Lepasin gue!" pinta Kana merajuk. Sebenarnya bukan karena sesak, tapi saat ini Kana merasa malu.

Adam terkekeh. Ia melihat wajah Kana yang merona merah. Ia cubit pipi Kana gemas, hingga cowok itu mengaduh.

"Jadi mulai sekarang kita pacaran, kan?" tanya Adam sambil mengangkat satu alisnya pada Kana.

Kana memegangi pipinya yang masih merah. Dan sepertinya kini warna itu makin tampak jelas karena pertanyaan Adam barusan.

Perlahan Kana mengangguk. Adam langsung berseru bahagia. Cowok itu seperti habis memenangkan sesuatu.

Kana hanya tertawa dan geleng-geleng menanggapi tingkah Adam. Kana tidak menyangka cowok itu bisa kekanak-kanakan. Meski, Kana juga sangat senang dengan keputusannya itu. Sejurus kemudian, Kana mengingat Salma. Bayangan cewek itu melintas di kepalanya.

"Tunggu," ucap Kana menghentikan kebahagiaan Adam. "Tapi, gimana sama Salma? Bukannya lo uda jadian sama dia?"

Adam terdiam sejenak. Ia menghela napas kasar. Adam bahkan tak terpikir perayaan hari jadi pertamanya dan Kana harus rusak karena cewek bernama Salma itu.

"Gue jadian sama dia cuma buat bikin lo cemburu, Kana."

Kana mendelik. "Ha? Lo serius?"

Adam mengangguk tanpa ragu. "Tapi, lo malah biasa aja," lanjutnya memasang wajah kecewa.

Kana memang cemburu ketika mengetahui Adam dan Salma pacaran. Tapi, Kana tidak akan mengakui itu di depan Adam.

"Jadi sekarang gimana? Lo mau putusin dia?"

"Tentu, gue bakal putusin dia, Kana. Kan gue sukanya sama lo. Gue cuma mau pacaran sama lo."

Ada perasaan bangga dan haru menyesap di hati Kana. Baru kali ini ada seseorang yang mengungkapkan perasaan seindah itu padanya.

Diam-diam Kana tersenyum. "Tapi, kan kasian Salma."

Adam mendesah. Ia bergeser sedikit lebih dekat pada Kana hingga lengan mereka bersinggungan. "Jadi lo maunya gue pacarin kalian berdua gitu?"

Adam sengaja memasang mimik nakal hingga membuat Kana kesal dan cemberut.

Melihat bibir Kana yang maju beberapa centi membuat Adam tergelak. Ia cubit bibir itu. "Enggak, enggak. Becanda sayang."

"Apaan sih lo!" Kana buru-buru mengalihkan pandangan. Pipinya kini memanas. Ia sedang merona. Entah karena Adam yang mencubit bibirnya atau karena panggilan "sayang" barusan.

Adam makin gemas dengan tingkah Kana. Adam tak sabar untuk memeluk dan menciumi Kana, kalau bisa. Tapi, mengingat mereka masih di area sekolah Adam mengurungkan niat itu.

"Kana, lo mau nggak main ke rumah gue sepulang sekolah?"

Kana menoleh kembali ke arah Adam. "Pulang sekolah ini?"

"Iya, lo mau nggak?"

Kana tak buru-buru menjawab iya. Kana tak ingin tampak seperti ingin sekali datang ke sana. Padahal ia sangat senang karena bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan cowok itu.

"Hmm," Kana tampak berpikir sejenak. "gue sebenernya nggak ada urusan sih habis ini. Bosen juga kalo langsung pulang."

Adam tersenyum, memahami kalau pacarnya itu benar-benar gengsian dan tak mau kalah.

"Iya, iya, jadi gimana sayangku? Kamu mau kan main ke rumahku pulang sekolah ini?"

Kana memandang Adam, lalu mengangguk perlahan. Keduanya tersenyum, lantas sama-sama mengalihkan pandangan merasa malu dengan sikap masing-masing.




AdamKanaWhere stories live. Discover now