Part VII

74 10 2
                                    

In the distant future, when I get to smile,

I'll tell you that there was such a time

♡♡♡

Udara di bulan Februari ini masih dingin. Setiap orang yang berlalu-lalang menggunakan jaket tebal, syal, penutup telinga, dan juga sarung tangan. Aku pun tak terkecuali. Aku sudah menutup segala anggota tubuh yang bisa ditutup.

Aku baru saja akan melangkah keluar dari gedung tempatku bekerja, tetapi Satoru sudah berdiri tepat di samping mobilnya. Satoru tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arahku, tak lupa ia merentangkan tangan setelahnya. Seperti biasa, ritual berpelukan ini tak bisa dihindari. Mungkin di masa lampau kami adalah Teletubbies karena terlalu sering berpelukan, tak tahu waktu, tak tahu tempat atau kami dasarnya memang tak tahu malu? Ah, mungkin begitu.

Segera Satoru membukakan pintu mobil untukku dan ia pun menyusul masuk ke dalam dari pintu di sisi kemudi. Satoru juga memasangkan sabuk pengamanku, sungguh aku selalu merasa mendapatkan perlakukan spesial jika bersamanya, padahal tentu saja aku bisa melakukan segalanya seorang diri, kecuali untuk menyetir mobil. Sebab yang satu itu aku tidak bisa, lebih tepatnya belum mau mencobanya kembali.

Tujuan kami sore ini adalah ke tempat pemakaman ayah dan kakakku. Satoru bilang kalau ini adalah waktu yang tepat untuk kami memberi tahu mereka tentang pernikahan kami. Satoru juga belum pernah datang mengunjungi mereka, jadi sekalian untuk perkenalan dan juga meminta izin katanya.

Sesampainya di sana, aku berdoa dalam hati, berharap semoga ayah dan kakak tenang dan bisa bereinkarnasi kembali. Sedangkan Satoru benar-benar mengoceh tanpa henti menceritakan bagaimana takutnya ia kepada kakak dulu, sungguh itu lucu sekali. Rasanya aku ingin merekamnya dengan kamera ponselku. Kemudian Satoru berjanji akan selalu menjagaku dan melakukan yang terbaik untuk keluarga kecil kami nanti, serta menyayangi ibuku selayaknya ibu kandungnya.

Tanpa sadar air mataku menetes begitu saja. Tetapi, kali ini berbeda. Air mata ini adalah air mata bahagia. Aku benar-benar merasa bahagia. Di sela-sela tangisku, aku pun tersenyum dan langsung saja aku memeluk Satoru dari belakang. Aku tahu bahwa Satoru terkejut dengan perlakuanku yang tiba-tiba seperti ini.

Kakak, aku sudah bahagia. Aku sudah menemukan kebahagiaanku. Satoru, dialah sumber bahagiaku. Aku harap kakak juga bahagia di surga.

♡♡♡

"Lapar enggak?"

"Sedikit," ucapku sambil menyatukan ibu jari dan telunjukku.

Satoru tertawa melihatnya. Perjalanan pulang kali ini terasa lebih cepat dan akhirnya Satoru memutuskan untuk masuk ke dalam antrean drive thru di sebuah restoran cepat saji. Antrean mobilnya lumayan panjang, mereka semua rela mengantre lama karena tak ada yang ingin melawan udara dingin di malam hari.

Untuk mengisi keheningan, kami berdua memutuskan untuk memutar radio di dalam mobil. Lagu-lagu yang terputar adalah lagu spesial hari kasih sayang seperti Like I'm Gonna Lose You, Love Story, Thinking Out Loud, My Valentine, Marry Me. Sungguh aku dibuat tersipu karena Satoru turut menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan suaranya yang merdu itu.

Setelah giliran kami untuk memesan tiba, Satoru mengucapkan segala yang ingin dipesan dan petugas mencatatnya dengan baik pada komputer yang ia gunakan. Satoru pun telah membayarnya. Selanjutnya kami diminta untuk menunggu sekitar lima belas menit lagi hingga pesanan siap.

"Tahu enggak?"

"Tahu apa?"

"Ternyata selain terima pesanan, di sini juga terima kasih."

Aku berpikir sejenak dan kemudian tertawa. Sumpah, ini makna ganda. Setiap perusahaan jasa, pasti akan mengucapkan "Terima kasih" jikalau pelanggan sudah melakukan transaksi di tempatnya. Tetapi, konteks "Terima kasih" yang kedua adalah "Menerima kasih". Kami berdua terus tertawa hingga akhirnya pesanan kami sudah siap untuk dibawa pulang.

Satoru memang selalu tahu bagaimana caranya membuat bahagia. Cukup sederhana, tetapi dampaknya luar biasa untukku. []

The Hidden Colors | Gojo Satoru x Fem!Reader (Jujutsu Kaisen)Where stories live. Discover now