Pecah Tak Berarti Hancur

29 36 35
                                    

Momen kelahiran Lily dirasakan dengan sukacita selama 30 menit oleh kedua orang tuanya. Hanya 30 menit Lucas dan Eva merasa sangat bahagia memandangi wajah putri cantik mereka, melihat jari tangan dan kaki mungilnya.

Kemudian mereka melihat sesuatu yang mengkhawatirkan pada bayi mereka. Ada cekungan di antara punggung dan pinggang sebesar koin 100 rupiah.

"Pah, ini apa ya? Koq cekung gini? Apa tanda lahir?" tanya Eva pada suaminya.

"Gak tau deh, Mah. Ini tapi terasa berdenyut."

Mereka kemudian memanggil bidan yang membantu persalinan Eva. Sang bidan pun bingung.

"Sepertinya ini harus dirujuk ke RS, bu."

Bidan itu membuat surat rujukan dan mengantar mereka ke UGD Rumah Sakit Umum Daerah. Bidan tersebut menjelaskan kronologis kelahiran bayi kepada dokter jaga UGD.

Dokter jaga segera menghubungi beberapa rekan sejawatnya di RS tersebut.

Bayi Lily segera diobservasi. Pada tahun itu peralatan medis belum canggih. Sehingga para dokter menggunakan alat ronsen dan memeriksa berdasarkan apa yang mereka pahami dari pendidikannya di sekolah.

"Ini sepertinya tulang belakangnya tidak terbentuk sempurna selama perkembangan.  Gimana menurut Anda, dok?"

"Iya, ini spina bifida. Harus dilakukan tindakan segera sebelum terlambat."

Kesimpulan terhadap kondisi Lily pun dibuat. Para dokter memberi tahu kondisi Lily kepada orangtuanya.

Berita tersebut sangat mengejutkan mereka. Berbagai emosi dirasakan oleh mereka, termasuk kekhawatiran, ketakutan, dan kesedihan.

"Jadi harus gimana, dok?"

Dokter menjelaskan bahwa spina bifida dapat mempengaruhi kemampuan gerak Lily, kontrol kandung kemih dan usus, serta berpotensi menyebabkan komplikasi kesehatan lainnya sehingga harus dilakukan tindakan operasi, bahkan bisa menyebabkan kematian.

Seketika pecah tangis Eva. Lucas hanya menatap nanar, kebingungan.

Apalagi dokter mengatakan bahwa biaya operasinya akan sangat mahal. Pun biaya kontrol ke dokter spesialis akan sangat menguras penghasilan Lucas yang hanya pegawai rendah dengan gaji mentok UMR.

Pasangan suami istri itu pulang ke rumah. Eva masuk kamar, mengunci pintu. Dia ingin sekali menyalahkan takdir, memaki bantal dan guling sembari mengutuki dirinya sendiri. Lucas menghabiskan waktu untuk membersihkan rumah, mengepel dan menyikat seluruh lantai, dan menggosok seluruh meja. Dia menggunakan cara ini untuk melampiaskan stress yang dialaminya.

Satu hari penuh mereka berdua tenggelam dalam duka. Hingga keduanya tersadar bahwa anak mereka adalah anugerah yang telah dinantikan selama 3 tahun pernikahan.

Lucas dan Eva mulai berbicara. Mereka dengan tegar memutuskan untuk mencintai dan menerima Lily apa adanya.

Mereka menyadari bahwa kondisi Lily tidak menentukan nilai atau potensi dirinya, dan mereka bertekad untuk memberikan kehidupan terbaik bagi Lily. Mereka menerima peran mereka sebagai orang tua dari seorang anak dengan kebutuhan khusus dan berjanji untuk mendukung Lily sepenuhnya.

Selama beberapa bulan pertama kehidupan Lily, Lucas dan Eva sangat fokus dalam mencari perawatan medis yang spesifik untuk Lily. Mereka berkonsultasi dengan dokter anak yang memiliki pengalaman dalam menangani kasus spina bifida, ahli bedah saraf yang dapat memberikan perawatan bedah yang diperlukan.

Mengetahui bahwa rangkaian pengobatan Lily akan membutuhkan biaya yang sangat besar, Lucas dan Eva menyusun rencana, meminta bantuan sanak saudara, menjual kendaraan dan tanah warisan orang tua Lucas. Mereka menghitung seluruh pembiayaan yang akan dibutuhkan untuk pengobatan Lily.

Seberkas Sinar dari Jendela RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang