1 - Tersenggol Cewek Gendut

53 7 3
                                    

♡♡♡

Bruk!

“Pintu banci!” Kalimat lantang terdengar usai terdengar suara gedebuk.
Saat para pekerja toko menoleh, sosok wanita bertubuh lebar dengan lekuk tubuh bak gitar Spanyol size gede terlihat sedang mengelus jidat jedongnya. Seketika tawa pun memenuhi ruang penjualan kue kekinian yang sedang shif pagi.
“Badan segede gajah, pintu toko nggak keliatan ama mata lohannya. Dasar!” Bulan, gadis cantik bermulut tak bersahabat itu terdengar.
“Sirik lo? Segede gajah pun badannya tapi liat lekuknya, wuiddihh, gitar Spanyol yang menunggu digelitik,” imbuh Rilla, janda muda tanpa alis tebal berwarna hitam.
“Eh, bisa diam nggak? Banyak kali air mulut kalian padahal masih pagi. Udah bikin full aja catatan ghibah kalian. Kerjaaaa!”
Saripah, admin toko kue yang muncul dari balik pintu penghubung terdengar membuat pekerja yang ada tiga orang tadi jadi bungkam seketika. Saripah sendiri merupakan keluarga dekat dari pemilik toko kue yang beruntungnya tidak menyukai adanya mulut yang doyan body shaming.
“Selamat pagi. Maaf agak telat lima menit.” Akhirnya sosok bertubuh over alias gendut itu masuk sambil hormat karena merasa terlambat.
“Nggak telat kok, Gi. Orang baru buka toko buat bersih-bersih. Sana buruan absen, abis itu kerjakan pekerjaan kamu,” kata Saripah menyambut pekerja toko yang memiliki ukuran tubuh agak lebar dari yang lain.
“Gigi permisi kalo gitu, Mbak Saripah.”
Saripah mengangguk oleh pamit Gigi si cewek gendut.
“Yang lain lanjutin kerjanya. Enggak osah lirik-lirikan apalagi cekikikan. Muka kalian terlihat jelas di CCTV,” tegur Saripah melihat ketiga pekerjanya yang masih berbisik-bisik saat Gigi melenggang ke dalam.
Hari masih pagi, cahaya mentari jelas terlihat dari balik bangunan ruko yang ada di depan toko kue tersebut.
Biasanya, toko akan buka jam delapan pagi. Karyawan yang bertugas di shif pagi itu ada lima orang dari jam 6.30 hingga  pukul 14.30 lalu shif siang akan masuk jam 13.30 hingga pukul 21.30.
Toko kue tersebut terletak di kawasan jalan utama yang ada di Kota M. Di kiri kanan bangunan ruko, ada banyak toko berjejeran dari mulai toko pakaian, tour and travel hingga klinik gigi. Sementara di bagian depan ruko tersebut, ada showroom mobil mewah yang setiap hari dijaga oleh pegawai berwajah tampan dan cantik.
“Gigiii ... buka tokonya, ya, Dek.” Suara Saripah kembali terdengar saat jam di dinding telah menunjukkan pukul 08.00.
“Siap, Mbak Sari,” balas Gigi penuh semangat sambil berlari kecil ke depan. Mendorong pintu toko lantas membalik tulisan open yang tergantung di pintu masuk.
OPEN. Tulisan open pun terlihat tanda toko telah resmi dibuka pagi ini.
“Dek Gigiii ... saya pesan brownies rasa vanila, ya. Dua kotak, nanti jam sepuluh aku ambil.”
“Siap Mbak Karen.” Gigi memasang senyum lebar dan ramah.
Karen sendiri karyawan dari ruko sebelah yang jaraknya ada tiga ruko dari toko kue  Lezzato.
“Mbak Gigiiii ... aku cakenya tiga potong rasa strowberry tolong diantar ke sini, ya. Sekalian ama billnya.”
Lagi, suara dari karyawan toko mainan terdengar meneriaki Gigi.
“86 Kak Putri.” Gigi kian bersemangat. Hari ini banyak yang sedang pengin makan kue buatan toko Lezzato.
Tak ada lagi suara yang berteriak, Gigi bergegas kembali ke dalam. Menulis pesanan mereka lantas memberikan masing-masing pada Bulan dan Rilla. Mereka berdua bertugas mem-packing sementara tugas Gigi?
Gigi bertugas sebagai tukang antar kue dan bagian membuat adonan saat pagi. Terlihat simple memang tugas Gigi, hanya saja butuh kecekatan dan bisa mengatur waktu agar tidak keteteran.
Pekerjaan ini sangat berarti buat Gigi yang hanya lulusan sekolah kejuruan bagian tata boga. Kenapa ia sulit bekerja di perusahaan besar? Mungkin karena memiliki berat badan yang agak lebih, banyak yang menolak saat ia datang untuk test wawancara.
Padahal, tak ada yang tahu betapa lincahnya ia melakukan pekerjaannya. Anggapan mereka yang gemuk itu sulit bergerak dibanding yang bertubuh cungkring. Namun, berbeda halnya dengan Gigi yang lebih lincah jika ada beberapa pekerjaan yang ia kerjakan.
♡♡♡
“Selamat siang, Pak.”
Suara kompak terdengar menyambut saat seorang pria berslimflit putih turun dari kendaraannya tepat di depan sebuah showroom mobil.
Beberapa karyawati dan karyawan menjurah sopan saat pria itu berdiri di ujung barisan.
“Udah, udah. Nggak usah terlalu formil sambutannya. He he he. Halo, maaf membuat kalian menunggu jadi saya baru datang jam segini.”
“Siap, Pak Kafka.” Koor mereka yang menyambut.
“Silakan masuk, Pak. Ruangan bapak ada di ujung sebelah kanan.” Seorang wanita dengan tubuh tinggi juga tinggi semampai menghampiri pria bernama Kafka sambil mempersilakan.
“Oke. Kita kenalan di dalam aja, ya.”
Kafka lantas bergegas masuk melewati barisan karyawan yang dengan senyum manis membuat para gadis yang ada di barisan tersebut jadi lemas.
“Ya ampun, senyumnya mengalihkan fokusku,” celetuk satu dari mereka.
“Pak, pantesan aja teh yang saya bikin nggak manis, ternyata manisnya pindah ke senyum bapak. Adohh, nggak kuaattt!”
“Ini gue lagi di alam nyata apa alam bidadara? Pak, nikahi gue dong, Pak. Rela jadi selingkuhan deh.”
“Astaga, astaga ... bulu mata gue aman nggak nih? Ada badai soalnya yang ganteng barusan lewat.
“Woy, sadar nggak? Ini kalian mau jemuran di sini atau mau masuk?” tegur salah satu karyawan yang posisinya lebih tinggi jabatannya.
“Masoookkk Pak Ekooo.” Koor mereka kompak dengan langkah cepat berebutan masuk.
“Pak, namanya Linda, bukan Rosalinda tapi.”
“Pak, jangan mau ama Linda. Udah kedaluarsa soalnya. Umurnya udah 27, dengan saya aja, umur saya baru 23, lho,” imbuh Vera tak mau kalah.
“Sama saya aja, Pak. Asli perawan ting-ting yang baru selesai S1. Usia 22 tahun.” Mela yang merupakan karyawan termuda ikut nyempil di antara dua seniornya.
“Astaghfirullah,” ucap senior yang bernama Heni, “ kalian kalo masih tebar pesona di sini, gaji bakal dipotong,” ancam Heni.
“Ih, kaboor!” Koor mereka bertiga dengan diiring gelengan kepala oleh Kafka yang berada di biliknya yang transparan.
“Dasar karyawan genit. Untung aku nggak doyan pacaran dengan bawahan,” gumam Kafka menghela napas.
Hari ini, ia memulai pekerjaan sebagai manager sekaligus pemilik usaha showroom milik ayahnya setelah berduka sebulan. Ayahnya telah pergi karena sakit yang dideritanya hingga ia pun mengambil alih usaha yang telah digeluti sang ayah sejak 20 tahun lalu.
Kafka Harjanegara merupakan putra sulung Harjanegara yang terpaksa kembali dari Jakarta dan melanjutkan usaha orang tuanya.
Dua adiknya telah menikah dan tak ada niat untuk mengambil usaha tersebut karena suami mereka juga berprofesi sebagai pengusaha. Maka Kafka pun harus mengalah.
“Pak, silakan keluar buat perkenalan pada karyawan.”
Suara Heni membuyar lamunan Kafka.
“Ah, oke, Heni. Maaf saya lagi melamun. Di sini biasanya ayah saya duduk?” Kafka jelas penasaran.
“Hm, kalo siang begini, bapak biasanya ngajak kita parkir di depan showroom, Pak Kafka. Nungguin pesanan cake dari toko kue Lezzato plus pesan ice cream dari mall sebelah. Beliau suka liat kami berebut cake ama ice cream. Padahal, beliau sendiri nggak makan kue ataupun ice creamnya. Beliau malah mintanya air putih aja ama biskuit gandum.” Heni malah terlihat sedih saat menceritakan kebiasaan dari mendiang ayah dari Kafka.
“Hm, bapak memang gitu. Suka liatin orang seneng. Makanya beliau cepet diambil oleh ALLAH SWT karena beliau orang baik. Maafin, ya, kalo selama bekerja di sini, bapak saya ada salah ama Mbak Heni.”
“Insya Allah bapak nggak ada salah ke kami di sini, Pak. Kami semua ikhlas bapak pergi dan Insya Allah almarhum husnul khotimah. Aamiin.”
“Aamiin.” Kafka menghela napas dengan raut wajah sedih mendung. Namun, dalam sekejap berubah saat terlihat seorang pelanggan masuk dari arah pintu.
“Nah, itu ada pelanggan masuk.” Kafka menunjuk keluar.
Heni menoleh cepat. “Kalau begitu, saya permisi, ya, Pak. Kami tunggu di luar.”
Kafka mengangguk cepat. Heni pun bergegas meninggalkan ruangan sang manager, menyambangi pelanggan yang ada.
Sepeninggal Heni, Kafka menghela napas, afirmasi positif lalu bangkit dari duduknya.
“Sepertinya aku harus mengikuti gaya bapak dengan membelikan mereka cemilan biar makin akrab. Tadi Heni bilang toko Lezzato?”
Kafka bergerak cepat, keluar dari showroom lantas melihat ke banner yang ada. Tulisan toko kue Lezzato terlihat jelas dengan papan petunjuk mengarah 10 meter ke belakang.
“Ah, di bagian belakang rupanya. Mending aku ke sana.”
Kafka menggulung lengan slimfitnya, melangkah cepat sesuai papan petunjuk yang ada. Ia menoleh kiri kanan untuk mengecek di bagian mana toko tersebut.
Tak lama, Kafka pun melihat tulisan Lezzato di salah satu ruko bagian kiri.
“Ini tokonya. Nggak jauh juga, pantas bapak sering ke sini.”
Ia berbelok begitu mendongak ke atas demi membaca papan toko.
Brrugh!
“Astaghfirullah.” Kafka terhuyung.
“Aahh ... kuekuuuu.”
Terdengar teriakan seiring dengan tubuh Kafka yang terhuyung dan ambruk ke paving.
“Berat bangeett, ini bangunan toko yang ambruk ya?” keluh Kafka menahan sakit di punggung dan perutnya.
“Astaga, cowok ganteng.”
Kafka meringis, membuka kelopak matanya.

“Gue kesenggol cewek gendut,” keluh Kafka.

♡♡♡

MENIKAHI CEWEK GENDUTМесто, где живут истории. Откройте их для себя