Sembilan - Cinta Pertama

769 103 8
                                    

Cinta pertama itu tidak akan pernah mati, akan tersimpan selamanya di satu sudut hati. Walau nantinya akan ada serorang lain yang akan menemani.

Hal itulah yang selalu Sean ajarkan untuk anak-anaknya. Bahwa pada kenyataannya, sekali seumur hidup, kelak mereka akan merasakan yang namanya cinta pertama. Dan itu merupakan hal yang lumrah. Pemahanan ini sudah Sean tanamkan sejak Gilinaka dan Alesea duduk di sekolah dasar, dimana Sean tahu betul bahwa di masa itu, mungkin kedua anaknya akan meraskan yang namanya 'naksir' pada lawan jenis walau sifatnya polos dan main-main.

Sore itu, Gili dan Leci yang sedang main-main di dalam rumah megah mereka tiba-tiba terkesiap saat menemukan figura besar yang ditaruh di ruang penyimpanan dan ditutup dengan kain putih. Gili adalah yang lebih dulu menarik kain putih itu turun, menyebabkan figura besar itu jatuh di lantai dan menimbulkan bunyi berisik. Kedua anak itu menutup kupingnya, namun mata mereka sibuk menatap kearah potret seseorang disana, seorang lelaki yang belum pernah mereka lihat wajahnya sebelumnya.

Sean yang mendengar suara berisik itu langsung menghampiri. "Suara apa sih? Ini ngapain pada main di sini? Banyak barang pecah belah".

Wajah-wajah penasaran itu membuat Sean menatap kearah sumber penyebabnya. Figura itu sontak membuat Sean tehenyak, berhenti berfungsi selama beberapa detik. Selanjutnya, gadis itu berlutut, menungut bingkai luas yang menunjukkan potret seseorang.

Olivier.

"Om itu siapa, Ma?". Suara cempreng milik Leci membuat lamunan Sean pecah, sesaat kemudian, Sean menaruh kembali figura di tempatnya, menatapinya sekali lagi.

"Itu om Vier..". Balas Sean pada sang anak.

Kening keduanya mengkerut, namun Gili kali ini lebih dulu bersuara. "Om Vier siapa, Ma?".

Sean terdiam lagi, kali ini untuk waktu yang cukup lama. Benar juga, anak-anak mungilnya memang belum mengenal sosok Vier sama sekali. Tak kunjung mendengar jawaban sang Mama, Gili menarik-narik ujung dress yang Sean kenakan. "Ma? Ma?".

Sean tersentak, kemudian memutuskan untuk berlutut, menyamakan tinggi dengan kedua anaknya yang kini menatap penasaran. "Mama.. Belum kenalin om Vier ke kalian ya?".

Dan pada akhirnya, ketiga manusia itu berakhir diatas kasur kamar Sean dan Ales, berkumpul bertiga dengan beberapa album foto berisikan kumpulan fotonya dan Vier yang sudah tersusun rapi, buku kenangan Vier, Sean menyebutnya. Sean membuka album foto yang mulai usang itu satu persatu, mengenalkan akan sosok seorang Olivier yang mungkin asing bagi anak-anak Sean. "Ini namanya om Vier.. Dia, teman Mama".

"Om Vier ganteng". Ucap Leci dengan mata berbinar, mengundang kekehan dari Sean. Dna Leci memang sudah tidak perlu diragukan lagi, seratus persen anak Sean.

Sedang Gili memfokuskan matanya pada masing-masing foto disana. Beberapa potret Vier sendiri dan bersama Sean. "Om Viernya sekarang dimana, Ma?".

Lidah Sean kelu seketika mendengar jawaban Gili. Sesak itu ternyata masih ada saat membicarakan hal ini. Namun, sebisa mungkin ia telan. "Om Vier.. Tinggalnya jauh, jauh sekali. Gak akan bisa ketemu lagi".

Leci menoleh pada sang Mama. "Om Vier emang gak mau pulang? Gak mau ketemu Mama?".

Senyum Sean tercipta, begitu pahit rasanya. "Mau, tapi gak bisa. Om Vier soalnya tinggalnya sekarang disana. Jauh".

Dua manusia mungil itu hanya ber-ooh-ria. Sibuk sendiri membolak-balik lembaran album foto milik Mama mereka. Gili memandangi lekat-lekat tiap foto disana dan berceletuk. "Mama cantik".

Memang, kedua anaknya itu benar-benar manis. Tak henti Sean bersyukur karena sudah dipercayakan tuhan untuk kehadiran mereka. "Makasih, Kakak sayang".

"Kok temen Mama cuma satu? Cuma om Vier aja?". Tanya Gili kritis, sebab tak menemukan sosok lain selain Vier di beberapa album foto yang ia buka-buka.

Sean kembali tersenyum. "Soalnya om Vier itu spesial, sayang. Om Vier itu.. Cinta pertama Mama".

Dua wajah mungil itu sontak kembali menatap penasaran secara bersamaan. Kerut di kening mereka pun mirip. "Cinta pertama itu apa, Ma?".

Tanpa ketiganya ketahui, sejak tadi, Ales sudah bergabung kedalam kamar. Begitu pelan ketika masuk,
menjaga agar kedatangannya tidak merusak suasana yang sedang tercipta. Ales memilih untuk duduk di sofa yang letaknya jauh dari kasur, mendengarkan celoteh kedua anaknya dan sang istri dengan senyum di wajah.

Sean menjawab dengan lembut. "Cinta pertama itu.. Orang yang disuka untuk pertama kali. Misal nanti Gili atau Leci suka dan sayang sama orang, pertama kalinya, itu namanya cinta pertama".

Leci mengerutkan keningnya lagi. "Leci sayangnya sama Papa".

Di tempatnya, Ales menahan tawa. Tahu betul bahwa kemungkinan anak perempuannya itu berkata benar. Mungkin saja, Ales memang cinta pertama untuk seorang Alesea.

"Bukan sayang yang kayak sayang ke Papa atau ke Mama, Leci, sayang. Beda. Nanti, suatu saat, Leci pasti ngerasain. Entah kapan. Bisa pas Leci sudah besar, atau besok, gak ada yang tahu kapan datangnya". Balas Sean sembari menyugar rambut anak perempuannya yang mulai memanjang.

Ales kagum sendiri akan betapa hebatnya ilmu parenting Sean, mengajarkan segala jenis cinta sejak usia anak mereka masih kecil. Tidak takut akan adanya ketabuan dalam pembicaraan itu. Hal itu membuat Ales sadar akan satu hal, bahwa ia tidak pernah salah memilih seorang istri.

"Nah, cinta pertama itu, nantinya akan membekas. Akan selalu diinget-inget. Walau, orangnya udah gak sama kalian". Lanjut Sean pada kedua anaknya.

Gili adalah anak yang benar-benar kritis, bocah lelaki itu lantas melayangkan pertanyaan. "Berarti Mama masih inget-inget om Vier? Walau om Vier udah gak ada?".

Sean kehilangan senyumnya. Gadis itu terdiam sejenak sebelum menarik nafas panjang, kemudian kembali menunjukkan senyum untuk kedua anaknya. "Iya. Selalu". Balas Sean.

Ales mendengarkan dengan hikmat, menangkap sinyal sedih dari nada bicara sang istri. Namun, Ales percaya, Sean sudah menjadi seorang yang kuat, yang ia bisa percaya meski bisa melawan rasa sedih tanpa harus diberi uluran tangan. Dan detik selanjutnya, Sean melanjutkan bicaranya. "Om Vier akan selalu terkenang, sampai kapan pun. Dia akan tetap jadi cinta pertama Mama".

Sang pilot tersenyum setengah, nyatanya ia memang sudah menerima bahwa seumur hidupnya, Ales akan tetap berbagi tempat dengan Vier di hati Sean. Ia tidak lagi memiliki masalah dengan itu, toh, nyatanya dirinya lah yang akan menjaga Sean di dunia, menjadi seseorang yang akan menemani sang gadis sampai menua nanti.

"Tapi sekarang.. Mama sudah punya cinta sejati". Ucap Sean lagi, menutup pembicaraannya dengan kedua anaknya dan menatap kearah Ales, yang kini menatapnya pula, tak menyangka akan mendengar kelanjutan jawaban dari sang istri. "Mama sudah ketemu cinta sejati Mama, yaitu Papa. Dan juga kalian, anak-anak Mama".

Kedua anak mungil itu terkekeh, kemudian memeluk Mama mereka erat. Sean mengecupi puncak kepala masing-masing anaknya, kemudian menunjuk kearah Ales yang masih menatapi ketiganya dengan senyuman penuh cinta dari sofa. "Tuh, orangnya. Papa. Yang ajarin Mama cinta, kayak yang Mama ajarin ke kalian sekarang".

Kedua makhluk kecil itu memekik, girang sendiri saat menemui Papa mereka disana. "PapaLes!!". Keduanya berlarian meminta digendong, yang selanjutnya dituruti oleh sang pilot, mengangakat kedua anaknya dan menaruhnya di pangkuan. Tak lupa mengecupi pipi Gili dan Leci satu-persatu, sebelum memeluk keduanya bersamaan.

Dari kasur, Sean menatap kearah pemandangan indah itu, tersenyum sendiri pada sang suami. Gadis itu kemudian mengucap tanpa suara, hanya berupa gerakan bibir agar hanya mereka berdua yang mengetahui. 'I Love you'.

Melihatnya, Ales makin melebarkan senyumnya. Lelaki itu lantas membalas dengan cara yang sama, berbicara tanpa suara, dan juga tanpa melepas pelukannya pada kedua anaknya.

'I Love you, always' .

———

Ps : Cerita macem Sean - Vier - Ales ini real. Diambil dari kisah temenku, yang pacarnya meninggal dan akhirnya menikah sama orang lain yang cinta banget sama dia. Dan suaminya ngertiin kalo temenku tetap nyimpen cinta untuk mantannya yang udah beda dunia 😭❤️

SAFELY, LANDEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang