3. Money

122 20 1
                                    

"Jadi, jika X direfleksikan, maka Y akan diubah angkanya dan jika dicerminkan, lalu dirotasikan sembilan puluh derajat, maka posisi X dan Y akan berubah."

Taehyun menghela napas panjang. Setelah bosan memutar-mutarkan pulpen di tangannya, ia bangkit dari duduknya, lalu menghampiri guru untuk izin ke toilet.

Pelajaran matematika adalah yang paling membosankan, pikirnya. Dan hampir semua murid dikelasnya membenarkan pernyataan itu. Ditambah lagi, gurunya yang jarang sekali memberi mereka napas untuk terus menghapal rumus yang rumit, serta beberapa materi yang harus kita pahami secara kilat.

Taehyun hanya murid biasa. Dirinya bukan murid yang memiliki otak yang ber-IQ tinggi untuk menyelesaikan itu semua. Di pikirannya hanya satu jawaban yang sangat berguna saat pelajaran matematika dimulai, yaitu bolos dengan berlama-lama di toilet. Entah main game atau hanya sekadar menggulir laman sosial media hingga jam pelajaran matematika selesai.

Saat sedang asik dengan ponselnya, seketika Taehyun mendapatkan telepon dari Ibunya. Awalnya Taehyun ragu, tapi karena Ibunya terus meneleponnya tanpa putus, mau tidak mau ia harus menjawab panggilan itu.

"Anak bangsat! Kau mengambil uangku lagi?"

Taehyun terkejut, ia terdiam.

"Sudah berapa kali aku bilang, jangan menyentuh dompetku! Kau sudah mengambilnya kemarin, satu juta won. Apa kau tidak puas dengan uang jajanmu lima puluh won perhari?"

Seketika wajah Taehyun berubah datar, ia menghela napas. "Seperti ini lagi," batinnya.

"Jawab aku, sialan!"

Tanpa menjawab, Taehyun langsung mematikan sambungan teleponnya. Dan memblokir nomor ponsel Ibunya, agar tidak terus menghubungi Taehyun. Saat ia mendengar suara bel istirahat berbunyi, ia keluar dari toilet langsung menuju ke kantin. Taehyun mengeluarkan uang sakunya yang hanya beberapa kepingan koin. Itupun hanya cukup untuk membeli jajanan ringan.

"Apa kau tidak bosan dengan makanan itu?" tanya Hwanso, teman dekat Taehyun.

"Aku tidak lapar," jawab Taehyun singkat, sambil mengunyah kue kering kecil. Sebenarnya makanan ini bukan salah satu favorit Taehyun. Selain rasanya buruk, kue ini juga membuat tenggorokannya terasa seret.

Hwaso yang melihatnya pun tidak tega, lalu ia langsung menyodorkan bekalnya. "Makanlah, setidaknya kau menyuap tiga suap nasi dari bekalku."

Taehyun menurut. Lelaki dihadapannya memang sering berbagi bekal dengannya. Hwaso salah satu temannya yang paling mengerti, bagaimana kondisinya saat ini.

"Apa ada masalah? Wajahmu terlihat muram," ucap Hwaso. Taehyun mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai respon.

"Soal ibumu lagi?" tebaknya. Taehyun berdeham singkat, ia masih menikmati bekal milik Hwaso.

"Astaga. Aku sudah bilang, seharusnya kau berontak. Patahkan semua omongan ibumu yang tidak benar." Taehyun terdiam menatap Hwaso, setelah makanan yang dimulutnya habis. Ia menundukkan kepalanya, menunjukkan kulit kepalanya yang berdarah.

"Aku sudah mencobanya. Nyatanya, itu sama saja melukai diri sendiri," ucap Taehyun. Mata Hwaso membola, kemudian bertanya, "kau dipukul olehnya?"

Taehyun mengangguk. "Menggunakan gagang sapu."

Hwaso menggeleng-gelengkan kepalanya, kemudian menepuk-nepuk bahu Taehyun. "aku kasihan padamu. Tapi kau hebat, kau masih bertahan sampai saat ini."

Taehyun tersenyum tipis. Kemudian menyerahkan kembali kotak bekal milik Hwaso yang isinya masih terdapat separuh. Tetapi, lelaki dihadapannya malah menolak bekal itu.

"Untukmu saja," katanya. Taehyun merotasikan bola matanya, lalu membalas, "jangan kasihani aku seperti itu, kau seperti menghinaku."

Hwaso langsung menatap Taehyun dengan tatapan tidak terima. "Dengar, aku ini teman baikmu. Bukan berarti aku begitu, memandangmu orang yang penuh kesedihan. Aku hanya membantu dan faktanya kau juga lapar, kan?"

Taehyun terdiam. Memang benar, dirinya selalu menyangkal kalau ia perlu bantuan. Bukan apa-apa, Taehyun hanya tidak ingin dipandang seperti orang yang mengemis makanan. Dirinya hanya ingin merasa tangguh, kalau ia memang kuat menghadapi ini semua. Namun, Hwaso termasuk tipe orang yang pemaksa, jadi Taehyun dengan rela menghabiskan bekalnya.

"Yeonjun masih bersamamu?" tanya Hwaso. Taehyun langsung menjawab, "Tentu, aku masih mengandalkannya. Aku akan terus mengandalkannya, walau aku juga masih bekerja sebagai model."

Jujur saja, soal uang Taehyun tidak cukup hanya hasil kerjanya menjadi seorang model. Ia butuh uang untuk membayar ujian dan perlengkapan sekolahnya. Ditambah lagi, dirinya di kelas akhir, tentu akan banyak peralatan penting yang harus ia punya untuk ujian praktek.

"Aku harap kau sabar. Aku yakin ini akan berlalu. Kalau kau butuh aku, katakan saja," ujar Hwaso, yang membuat Taehyun tersenyum.

"Kau yang terbaik." Hwaso pun ikut senyum. Setelah bekalnya habis, Taehyun merasakan ponselnya bergetar singkat.

Ia mengeluarkan ponselnya, lalu membuka notifikasi pesan. Taehyun tersenyum saat membaca pesan Beomgyu. Lelaki itu mengajaknya pemotretan lagi, tentu saja Taehyun tidak menolak dan kebetulan dirinya sedang membutuhkan uang.

You're My ModelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang