5

494 107 7
                                    

Hai semuaa, Juwi balik lagii. Maaf ya akhir-akhir ini aku sibuk nugas dan ada ujian, jadi baru bisa update sekarang:(

Happy reading!

***

Bulan purnama bersinar terang, walaupun begitu jalanan tetap terlihat gelap dan sunyi. Semilir angin menerpa kulit wajahnya yang terasa dingin. Raline melangkah sambil memeluk tubuhnya sendiri. Dress lengan panjang yang dikenakan tidak begitu membantu menepis udara yang menelusup ke tubuhnya.

Setelah beberapa saat, ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Namun ketika menoleh tiada siapapun di sana. Raline memasukkan tangannya ke dalam saku, merogoh pisau lipatnya sebelum dikeluarkan. Langkahnya semakin cepat, debaran jantungnya juga kian menguat, sejujurnya ia mulai takut sekarang.

Deg

Gadis itu tersentak saat dua orang muncul menghadangnya. Kakinya mundur selangkah, kedua netranya menatap lekat sosok tersebut.

"Siapa kalian?"

Kalau diperhatikan, kedua sosok itu menggunakan pakaian serba hitam dan memakai masker sehingga wajah mereka tertutup sempurna. Raline benar-benar tidak tahu siapa mereka.

"Menyingkir, atau kalian mau mati?" ucap Raline seraya menatap tajam.

Seseorang menyeringai di balik maskernya. "Menarik juga, kamu sudah berubah ternyata."

Raline melangkah cepat ke sosok yang membalas ucapannya. Ia menarik kerah baju lelaki itu dengan tangan satunya yang sedang memegang benda tajam di dalam saku bajunya.

"Apa maksudmu, breng—AKH!"

Sebelum ia mengeluarkan pisau lipatnya, muncul seorang lagi dari belakang, menarik kuat rambutnya hingga mendongak kesakitan, bahkan pita di rambutnya jadi terlepas. Kedua tangannya memegang erat cengkraman di rambutnya, berharap rasa sakitnya bisa berkurang meskipun tidak berpengaruh.

Sosok di depannya hanya menikmati pemandangan tersebut, lalu menyentuh dagu Raline. "Kalau begini, apa kamu masih bisa mengancam kami, gadis pemberani?" katanya sambil terkekeh, begitu pula dengan kedua rekannya ikut tertawa.

Cuh

Gadis itu meludah tepat di wajah lelaki itu tanpa ragu.

"Haah...," lelaki itu menghela napas, lalu melepas maskernya yang basah karena ulah Raline. "Kenapa terburu-buru? Padahal saliva kita akan menyatu nantinya," ucapnya tanpa melepas seringaian.

Deg

"K-kamu...?"

Lelaki itu mendekat, lalu ia mengecup telinganya. "I miss you, Raline," bisiknya.

Raline otomatis menendang alat vital lelaki itu, namun cengkraman pada rambutnya malah semakin kuat.

"Ukh..., cewek sialan! Bawa dia!"

Seorang rekannya terus menarik paksa rambut gadis itu agar ikut berjalan, sedangkan yang satunya mengikat tangannya agar tidak bisa melawan lagi. Mereka membawa Raline masuk ke gang kecil buntu yang tidak jauh dari sana.

***

Javier baru selesai merapikan peralatan lukisnya, lalu membantu para karyawan untuk menutup kafe milik ibunya. Memang tiba waktunya untuk tempat ini tutup karena sudah pukul 10 malam. Hari ini cukup melelahkan sebab begitu banyak pelanggan yang meminta untuk dilukis olehnya. Ia keluar menuju tempat parkir, biasanya Javier memang mengendarai mobil.

Setelah di perjalanan, ada sebuah pita merah di trotoar seberang yang terbang karena pengaruh angin lalu tersangkut di wiper. Ia langsung menghentikan mobilnya, keluar dan mengambil pita itu.

Red RibbonWhere stories live. Discover now