Tiga Puluh Tiga {KKN 1922}

68 9 11
                                    

"Faktanya, yang menyimpan rasa sejak lama akan kalah oleh seseorang yang berani datang ke rumah."

_KKN 1922_

•••

Iza dibuat terkejut oleh kedatangan kedua orang tuanya. Dua orang paruh baya itu tiba di Yogyakarta sekitar pukul 11 siang. Entah ada urusan apa, tetapi mereka bertandang tanpa memberi kabar lebih dahulu.

Bukan dia merasa tak suka karena kedua orang tuanya datang guna menjenguk. Melainkan terasa aneh karena mereka seakan diam-diam datang ke kota ini.

Mustahil juga jika mereka ingin memberi kejutan. Mengingat, hal seperti itu bukanlah karakter sepasang suami istri tersebut.

"Ada apa? Kenapa nggak bilang kalo mau ke sini?" tanyanya kepada ayah dan ibu.

Beruntung Iza hanya mempunyai satu mata kuliah hari ini. Itu pun sudah dilakukan pagi tadi. Hingga dirinya bisa menemui mereka yang mendadak sudah berada di depan pintu kamar.

"Udah makan? Ini Mamah bawa makanan buat kamu."

Jawaban sang ibu justru di luar pertanyaan Iza. Wanita berhijab itu mengeluarkan dua bungkus nasi berbungkus kertas minyak dari kantung keresek.

"Hari ini ada kuliah?" Kini giliran sang ayah yang bertanya.

Kedua orang tersebut tidak ada yang sama sekali merespon pertanyaan tadi. Membuat kecurigaan dan kegelisahan Iza semakin bertambah. Biasanya, jika perasaan gundah sundah membucah, maka kejadian kurang mengenakan memang akan benar-benar terjadi.

"Makan dulu. Udah dimasakin ayam sama sayur kangkung kesukaan kamu," ujar sang ibu lagi.

Pada akhirnya perempuan pemilik lesung pipit berambut terikat satu itu menurut. Dengan kurang lahap dia mengunyah nasi beserta lauk pauk hasil masakan sang ibu. Bukan karena tidak enak, tetapi perasaan gelisah masih mendominasi hati sehingga napsu makannya menjadi terpengaruhi.

"Kamu di sini udah ada kenalan?" Mendadak, sang ayah bertanya demikian.

Entah mengapa, Iza merasa ambigu dengan pertanyaan itu.

"Adalah. Kalo nggak ada, ya gimana," jawabnya masih disertai perasaan kurang nyaman.

Dia kemudian menenggak air putih di dalam botol---sisa saku dari kampus tadi. Hingga dia terkejut saat ponsel yang kebetulan tergeletak di depan raga berdering, menampilkan nama Tio di sana.

Jelas Iza panik, sebab netra kedua orang tuanya juga sempat melihat. Bahkan sang ibu memintanya agar tetap mengangkat panggilan tersebut.

Dengan gemetar, Iza kemudian menggeser tombol berwarna hijau di layar. Hingga detik berikutnya, suara serak khas seperti orang baru bangun tidur terdengar dari seberang.

"Kenapa, Kak?" tanya Iza saat Tio menyapa.

"Siang ini ada waktu?"

Ketik pertanyaan itu terlontar dari mulut Tio, bola mata Iza spontan melirik kedua orang tuanya bergantian. Ternyata mereka juga sedang mendengarkan suara Tio yang memang terdengar jelas, sebab volume ponsel Iza cukup keras.

"Ada, sih. Tapi---"

"Mau ngajak kamu keluar."

Lagi-lagi bola mata Iza melirik ke samping. Namun, kali ini dia dibuat panik tatkala gawainya diambil alih oleh sang ayah tanpa izin.

KKN 1922 [Selesai!]Where stories live. Discover now