06 | Pertemuan Kami

6 2 1
                                    

Semenjak mendengar cerita Syahrul, benteng tinggi membentang di antara aku dan Jana. Selayaknya perempuan lain, aku menggali informasi mengenai Citra Gada Dewantari. Indah sekali namanya membuatku takjub.

Semakin mengetahui tentang Citra semakin mengecil pula rasa percaya diriku jika harus dibandingkan dengannya. Selain pintar, Citra adalah sosok cantik jelita dan berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya pemilik bisnis hotel berbintang di tengah kota, ibunya meski sekarang ibu rumah tangga tapi dulunya dia adalah seorang dosen di Universitas Gadjah Mada. Profil akun LinkedIn miliknya yang tertera di bio instagram membuat siapapun yang melihat iri atau mungkin termotivasi. Dia mahasiswa aktif di kegiatan pusat, sering mengikuti kegiatan pengabdian di luar kampus, beberapa kali menang lomba business case, dan pengalaman magangnya membuatku merasa kecil sekecil-kecilnya. Pantas saja Jana mengejar perempuan ini.

"Makan yuk," suara Hera menginterupsi lamunanku.

"Dimana?" jawabku reflek.

"Kantin FT aja yang deket, atau mau di FISIP?" tanyanya.

"FISIP aja yuk, mau beli soto."

Bukannya di kantin fakultas kami tidak menjual soto ayam, namun menurutku soto ayam di fakultas sebelah rasanya lebih mantap. Selain itu, kantin Fisip menyediakan tempat duduk yang banyak dan teduh di bawah pohon rindang.

Aku dan Hera duduk di gazebo nomor empat setelah memesan. Suasana tidak terlalu ramai sehingga kami masih bisa mendapatkan meja yang kosong. Hanya kami berdua yang menempati.

Sejujurnya hubunganku dan Jana sedikit merenggang. Mungkin karena aku tidak banyak merespons line darinya sejak aku belajar bersama Syahrul di kafe sekitar dua minggu yang lalu. Pikiranku kacau begitu memikirkan mengapa Jana harus menurunkan standarnya dan mendekatiku yang biasa-biasa saja ini. 

Mungkin Jana juga lelah jika harus bertanya terus menerus kepadaku sedangkan aku hanya menjawab pertanyaannya. Frekuensi komunikasi kami menurun drastis tapi sesekali aku masih menjawab pesannya.

Aku dan Hera hanya berinteraksi banyak untuk keperluan kuliah. Kami memiliki kesukaan yang berbeda. Jika aku akan lebih suka menghabiskan waktu di kepanitiaan pusat, maka Hera lebih suka untuk menghabiskan waktu di acara himpuanan kami. Aku juga anggota himpunan, tapi tidak seaktif Hera hingga menjabat menjadi kepala bidang.

Setelah pesanan datang, perlahan suasana kantin menjadi ramai. Mungkin karena memasuki jam makan siang. Hingga tidak ada kursi lagi meja yang kosong dan seseorang mendatangi kami. 

"Hera, boleh gabung enggak?"

"Oh boleh-boleh, Kak Citra. Duduk aja. Sendiri, Kak?" Bahkan nama perempuan ini mirip sekali dengan orang yang sedang aku ceritakan sekarang. Tidak mungkin ini orang yang sama, repot sekali Tuhan langsung memberikan tamparan kepadaku agar aku bercermin diri.

"Enggak, ada temenku. Dia lagi di toilet tapi," jawabnya dan mengambil duduk di sampingku. Tepat di samping. "Eh, temen aku boleh gabung juga? Duh, maaf ya ganggu kalian soalnya pada penuh semua huhu." 

Aku akhirnya berkenalan dengan "Kak Citra" yang semoga saja bukan tokoh yang Syahrul ceritakan. Sempat kami bersalaman dan aku kembali melanjutkan aktivitas memakan soto yang sudah diidamkan dari kemarin.

"Loh ada Suna," suara yang akrab sekali di telinga.

Aku mendongak. Seakan disambar petir di siang bolong, benar saja sosok yang baru saja datang di kamar mandi itu adalah Jana. Berarti Kak Citra yang ada di sampingku ini adalah Citra Gada Dewantari.

Memang benar dia cantik sekali. Percayalah padaku.


Champagne Problems [END]Where stories live. Discover now