7. I'd like to express my gratitude to you

70 9 0
                                    

KEMANUSIAAN. Eren pikir ia sudah sangat tidak waras saat bertindak berlandaskan asas kemanusiaan. Apanya yang kemanusiaan? Sejak kapan pula ia jadi peduli dengan hal-hal yang demikian? Sungguh edan.

Entah kenapa Eren tetap merasa bertanggung jawab atas apa pun yang berkaitan dengan sang adik tingkat sekaligus partner kompetisinya. Akan tetapi, lagi-lagi ia berusaha meyakini bahwa tindakannya semalam hanyalah supaya tak ada seorang pun di antara mereka yang jatuh sakit akibat kedinginan, bisa repot urusannya untuk segala persiapan perlombaan.

Eren juga berusaha mengenyahkan segala kejadian dari ingatannya, terutama perihal pernyataan perasaan. Namun, semakin keras ia lakukan, justru semakin terpikirkan. Terlebih ia melihat bagaimana ramahnya Mikasa tatkala berbicara dengan penjaga gedung, serta senyumnya pun membuat hati Eren menghangat.

Mikasa tidak terlihat canggung sama sekali untuk berbicara dengan orang asing. Berbanding terbalik ketika sedang berbicara dengannya, Mikasa sering kali tergagap atau gugup. Apa sebegitu sukanya Mikasa dengan dirinya sampai-sampai ia salah tingkah begitu?

"Woy, Eren Jaeger! Mengapa kau terlalu percaya diri? Sinting!" batinnya.

Eren juga tak tahu mengapa ia jadi berakhir mengantarkan Mikasa pulang ke sebuah kawasan perumahan mewah di daerah Shiganshina. Rasa-rasanya mobil bekas pemberian sang ayah sangatlah tidak layak untuk memasuki wilayah elite semacam ini.

Di sepanjang perjalanan sebelumnya pun Mikasa tak banyak berbicara, ia sibuk menyalin catatan yang Eren berikan padanya di buku catatan kecil berwarna biru muda.

Saat lampu lalu lintas berwarna merah, Eren melirik ke arah Mikasa yang tampak serius berpikir dan tak memandanginya sama sekali seperti yang biasa ia lakukan.

Alhasil, Eren hanya mengandalkan keakuratan GPS yang ada di mobilnya, hingga akhirnya mobil yang ia kendarai terparkir apik di halaman rumah Mikasa.

"Wah, sudah sampai? Maaf, dari tadi aku sibuk sendiri. Terima kasih, ya, Kak," ujar Mikasa diiringi dengan senyum yang terlihat malu-malu di wajahnya.

"Ya, aku pulang dulu. Sampai jumpa lagi di ruang klub."

Mikasa merespons ucapan Eren dengan anggukkan.

Namun, saat mobil yang Eren kendarai akan bergerak mundur untuk keluar dari halaman rumah Mikasa, tiba-tiba saja Mikasa berteriak, "Kak Eren, berhenti! Kak, berhenti!"

Mikasa pun berlari setelahnya.

Eren segera mematikan mesin mobilnya dalam kondisi bingung dan keluar dari sana. Ia mendapati Mikasa yang menggendong seorang anak kecil berusia kurang lebih tiga tahun. Anak kecil itu menangis karena balon bertali yang ia mainkan terlepas dari genggamannya dan kini tersangkut di pohon yang berada di depan rumah Mikasa.

"Kakak, bayonnya ... heuheuheu," ucap anak kecil tersebut.

"Cup cup cup, jangan nangis, ya, Sayang. Kakak ambilkan, ya. Tunggu dulu di sini, oke?"

Eren memperhatikan Mikasa yang menurunkan anak kecil itu dan berusaha keras untuk menggapai balon yang tersangkut di dahan pohon. Mikasa melompat, namun ia tetap tidak bisa menarik tali yang berada di balonnya, masih terlalu tinggi untuk dirinya yang sudah cukup tinggi ini.

Lantas Eren mendekat dan melompat untuk meraih tali balon tersebut. Untungnya saja ia hanya butuh sekali lompatan. Dan kini, balon itu telah kembali berpindah pada sang empunya.

Anak kecil yang semula menangis, kini kembali tertawa. Mikasa ikut tersenyum melihatnya, dan Eren menepuk-nepuk kepala anak kecil tersebut. "Maacih, Kakak. Caca puyang duyu, ya."

"Iya, langsung pulang, ya. Jangan main jauh-jauh!" Pesan Mikasa pada sang anak kecil yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan "Caca".

Anak itu pun mengangguk dan berlari begitu saja. Mikasa masih tersenyum sampai sang anak kecil tak terlihat kembali, sedangkan Eren masih berdiri di tempatnya, memperhatikan segala hal yang Mikasa lakukan.

No Longer Heart's Secret | Eremika (Attack on Titan)Where stories live. Discover now