Hujan

1.8K 74 1
                                    

"aduh, udah telat lagi. Bisa-bisa kehilangan penumpang dah." Ujar bang Tohir saat terbangun dari tidur siangnya di bale-bale rumahnya, ternyata jam sudah mununjukan pukul 1 siang. Sudah pasti ia terlambat menjemput Rina di sekolah, Rina adalah anak majikannya. Ia bertugas mengantar dan menjemput Rina dari sekolahnya setiap hari, orang tua Rina membayarnya. Tapi hari ini ia terlalu terbuai oleh tidur siagnya hingga ia terlambat, Rina pulang sekolah tepat pukul 1 siang.

Bang Tohir segera mengambil jaket hitam usang miliknya lalu memakainya, ia menyalakan mesin motornya. Sedangkan diluar cuaca terlihat sudah mendung, langit sudah menghitam dan angin dingin terus saja berhembus. Itu bukan masalah untuk bang Tohir, hal yang menurutnya adalah sebuah masalah yaitu ia tidak dibayar bulan ini. karena pasti maemunah sang istri akan memarahinya, atau mengkebirinya. Setelah mesin motor dirasa sudah cukup panas, bang Tohir menaikinya dan menarik gas kencang-kencang. Motor pun melaju dengan cepat di jalan-jalan sempit rumahnya, ia sama sekali tidak menurunkan kecepatan motornya. Spedometer menunjukan angka 60 k/jam, dan terus bertambah. Beberapa menit berselang, motor yang dikendarai bang Tohir sudah memasuki jalan besar. Saat memasuki jalan besar, ia malah menambah kecepatan motornya. Jika sudah terlambat apapun akan ia terjang, itu yang dipikirkan oleh bang Tohir.

Baru setengah perjalanan, tiba-tiba hujan turun. Bang Tohir buru-buru menepi. Ia membuka bagasi motornya, dan mengeluarkan sebuah jas hujan yang sangat lebar. Jas hujan itu berbentuk jubah panjang dengan sebuah ruang kecil untuk kepala di bagian tengah, bang Tohir memasukan kepalanya hingga wajahnya tepat berada di lubang yang didesain untuk bagian depan wajah. Tangannya mengikat sebuah tali yang melingkari lubang di wajahnya, hingga sisi lubang itu mencengkram kuat wajah dan leher bang Tohir. "nah kalo gini air gak akan masuk." Ujar bang Tohir

Bang Tohir melebarkan jas hujan ke seluruh bagian motornya, jas hujan itu memang sangat panjang. Bahkan melebihi tingginya, oleh karena itu ia harus melebarkannya agar tidak mengganggunya dalam berkendara. Ia kembali menggas motornya kencang, di tengah derasnya hujan ia memacu sepeda motornya sangat cepat. Spedometer menunjukan 80km/jam, motor yang ia kendarai terus meliuk di jalanan. Ia harus sampai di sekolah Rina tepat waktu, harus. Hujan semakin deras, anginnya pun semakin kecang. Bang Tohir merasakan benar terpaan angin yang kuat mendorong motornya, tapi ia sama sekali tidak takut. Ia terus membelah jalanan di tengah hujan deras, sedangkan jas hujan yang ia kenakan berkibar-kibar keras karena tertiup angin kencang. Suara kibaran itu terdengar cukup keras, berbanding lurus dengan angin yang menerpanya. Belum lagi suara tetes air hujan yang menerpa jas hujannya, menghasilkan suara bising yang menutupi sebagian besar pendengarannya. Bang Tohir terus memacu sepeda motornya, semakin lama semakin cepat.

Karena cepatnya motor bang Tohir melaju, udara yang cukup dingin mengalir di dadanya. Seperti sebongkah es besar yang menempel di dadanya, walaupun tubuhnya sudah di lapisi jas hujan tapi dingin yang luar biasa tetap terasa. Banyak kendaraan disekitar bang Tohir mengelaksonnya karena lajunya yang memang sudah diluar batas, tapi bang Tohir hanya tersenyum. Untuk pembalap jalanan sepertinya kecepatan seperti ini belum ada apa-apanya, bang Tohir memang penantang maut sejati. Seluruh warga kampungnya tahu itu, siapa yang tidak mengenal bang Tohir. Walau sebagian besar ia dikenal karena banyak dibenci oleh warga dengan aksi ugal-ugalannya, ia tidak pernah perduli.

Kecepatan motor bang Tohir sudah mencapai titik yang tidak bisa ditolerir, jas hujan yang berkibar pun sudah semakin keras terdengar. Salah satu sisi jas hujan itu menjuntai ke bawah, dekat sekali dengan gerigi rantai yang sedang berputar cepat. Sangat cepat. Tiba-tiba sebuah angin besar menerpa bang Tohir dan motornya, sehingga membuat seluruh bagian jas hujannya berkibar kencang hingga ke bagian bawah. Sayangnya bagian yang menjuntai itu pun terkena imbas, bagian itu terangkat ke udara kemudian berbalik cepat ke bagian bawah hingga menyentuh bagian gerigi mesin motornya..

Seketika itu jas hujan itu tertarik ke dalam mesin yang sedang berputar cepat, lalu menggulung searah putaran ruas gerigi. tidak bisa dihindari lagi seluruh bagian jas hujan tertari ke belakang, begitu juga tubuh bang Tohir. Tarikan itu sangat kuat hingga tubuh bang Tohir seketika terpelanting ke belakang, pegangannya terhadap stang motornya terlepas. Tubuhnya melayang ke jalan, sedangkan motornya berjalan tanpa arah. Sial bagi bang Tohir, tepat di belakangnya melaju cepat sebuah truk pengaduk semen. Tubuhnya melayang hingga mengenai bemper truk, sang supir truk pun tidak dapat menghindar. Tubuh bang Tohir menghantam keras bemper truk, suara gemeretak tulangnya pecah diantara deras hujan. Darah keluar dari mulut dan hidungnya, bang Tohir seketika itu lemas. Pandangannya buram, tertutup derasnya guyuran hujan. Setelah menghantam bemper truk, tubuh bang Tohir perlahan-lahan merosot ke bagian bawah truk. Tangan lunglai bang Tohir ingin meraih sesuatu untuk menahan tubuhnya, tapi semua itu gagal. Tubuh bang Tohir masuk ke kolong truk dengan posisi kepala terlebih dahulu, jas hujan yang ia pakai masih mencekik lehernya. Kuat sekali, membuat bang Tohir kesulitan bernapas. Paru-parunya kekurangan udara hingga terasa seperti terbakar, sangat perih. Motor bang Tohir akhirnya tumbang, dan terseret di jalan basah bersamaan dengan kepala bang Tohir yang menghantam aspal keras. Pandangannya seketika itu buram, ia tidak tahu apa yang terjadi. Yang ia tahu adalah kepalanya terasa sangat sakit, seperti sedang dikuliti hidup-hidup. Ia merasakan perih yang sangat amat luar biasa, membakar seluruh isi kepalanya.

Akhirnya seluruh tubuh bang Tohir menghantam aspal, ini memang bukan hari keberuntungan bang Tohir. Kepalanya jatuh tepat berhadapan dengan roda depan trus yang berukuran sangat besar, ban yang melapisi roda itu hitam dan tebal. Siap menggilas medan apapun, dan kepala bang Tohir. Kepala bang Tohir pun masuk ke dalam roda besar itu, dan tergilas seketika. sebuah suara tulang remuk terdengar cukup keras, di susul suara ledakan yang jauh lebih keras. Cairan lengket berwarna keputihan menyiprat ke segala arah, saat suara ledakan nyaring itu terdengar. Kepala bang Tohir pecah berantakan terlindas roda truk, dan disusul oleh sepeda motornya yang juga terlindas hingga ringsek. Truk itu terus berjalan hingga berhenti beberapa meter di depan, meninggalkan tubuh bang Tohir yang sudah tidak bernyawa dengan kepala hancur di pinggir jalan. Motor yang ia kendarai tergeletak tidak jauh dari mayatnya, dengan sebuah jas hujan panjang yang menghubungkan mereka. air yang mengalir di jalan mendadak berubah menjadi merah, bercampur dengan darah yang terus mengalir dari kepala bang Tohir, wajah dan seluruh bagian kepalanya sudah tidak bisa di kenali. Seluruhnya hancur berkeping-keping.

Hujan yang terus mengguyur tubuh bang Tohir berubah menjadi merah pekat, dan agak keputihan. Beberapa serpihan kulit dan sesuatu yg kenyal dan berwarna putih pucat ikut tersapu oleh air darah yang mengalir di jalanan. Orang-orang di jalan berkerumun seketika, melihat bang Tohir yang mati mengenaskan. Mereka semua munutup mulut agar tidak muntah.

Sementara sebuah mobil berjalan pelan di antara guyuran hujan, mobil itu berisikan sebuah keluarga kecil. "pa, kok papa gak ngasih tau bang Tohir kalo hari ini papa sama mama yang jemput?." "oh iya lupa, makasih ya nak udah ingetin papa." Pria itu mengambil telpon genggamnya, mencoba menghubungi nomor telpon yang ia tuju. Tapi tidak ada yang menjawab, "gak diangkat, paling dia tidur Rina. Kayak gak tau bang Tohir aja." Dan seluruh orang di dalam mobil pun tertawa.

Fiksi Horror book oneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang