Dimensiary

1 0 0
                                    


Prompt Challenge #1

Character: Mephivia Falguni (eM)
Prompt: Makhluk misterius berbicara kepadamu dalam mimpi dan memberitahu bahwa ketika bangun, dirimu akan memiliki kemampuan untuk melihat ke dunia lain.



***



Berlari menghindari sesuatu yang tidak ada itu tidak masuk akal. Entah sekadar refleks tubuh entah otak mengirim sinyal bertahan hidup.

Aku terus berlari melewati segala rintangan dengan mudah bagai tokoh permainan. Tak ada perasaan lelah, seolah-olah jalanan itu sendiri yang bergerak. Sepenuhnya menumpu beban tubuh pada kaki sebelum melompati rintangan yang tingginya hanya setengah dari tinggi badanku. Namun, jarak kaki dengan tanah terus menambah hingga sejajar gedung berlantai tiga.

Pemandangan dari atas tidaklah buruk. Perasaan bebas berada di ketinggian, seakan diriku bisa mendengar sang burung menyombongkan kemampuan mereka. Sensasi terbang dengan hembusan angin menyegarkan yang membuat rambut berkibar—kuharap itu tidak menjadi kusut. Kaki bergerak perlahan, mengawang tanpa tapakan. Penglihatan lebih luas, tak ada lagi halangan gedung-gedung. Tambahan lagi, tentu saja rasa mual.

Sudah pasti mimpi.

Lompat setinggi ini tidak masuk akal.

Sesaat kaki menapak tanah, aku berlari kembali. Semakin kupikirkan ini sebuah mimpi dengan segala keadaan janggal, semakin pelan kecepatanku berlari. Didukung dengan napas yang juga terasa semakin berat, kuputuskan untuk berhenti dan duduk beristirahat.

"Kalau aku sadar ini hanya mimpi, bukankah artinya aku sedang lucid dream? Tidak bisakah aku meminta sesuatu seperti minuman?"

Bukan botol yang kudapat, malah suara asing yang terdengar. Suaranya terdengar seperti perempuan dengan nada bicara jenaka. Mungkin kalian punya teman yang senang bercerita dan bercanda setiap saat seakan tidak punya rasa lelah, seperti itulah suara yang terdengar. Aku tidak bisa menangkap jelas apa yang suara itu katakan, hanya satu kata, yaitu melihat dunia lain.

Ritme napasku masih pendek-pendek dan rasa nyeri akibat berlari baru mulai terasa di bagian betis. Aku tidak peduli apa yang dikatakannya, yang kupikirkan sekarang hanyalah beristirahat di atas kasur ditemani segelas es entah apapun isi airnya. 



***



Aku terbangun bahkan saat mataku terbuka. Serius.

Beberapa saat lalu aku masih membuka mata sambil beristirahat tapi sekarang aku terbangun dengan kondisi napas pendek-pendek. Bangkit dari tidur dengan perlahan, tentu saja aku tidak mau mengawali pagi dengan migrain.

Segala sesuatu di kamarku sangat mencerminkan kesukaanku. Cat dinding berwarna merah muda dan seprai bergambar kartun masa kecil. Terdapat satu lemari besar berisi pakaian yang tentu mau sepenuh apa pun itu akan terlintas pikiran "Aku tidak punya pakaian untuk hari ini" tiap aku menatapnya setelah mandi.

Pojokan kamar adalah satu-satunya tempat yang kuhias dengan sepenuh hati. Meja belajar berhiaskan taplak lembut, tempat laptop dan buku pelajaran menetap. Di dekatnya ada rak pajangan beragam kegemaranku. Buku-buku novel yang tidak terlalu banyak untuk disamakan dengan kutu buku. Berbagai barang-barang Korea Selatan mulai dari album, photocard, postcard, hingga poster—tapi aku yakin itu juga tidak bisa dikatakan banyak jika dibandingkan dengan kpopers lainnya. Terakhir ada action figure, poster, dan gantungan kunci dari beraneka ragam anime tontonanku—dan tentu saja jumlahnya tidak sebanyak penggemar anime di luar sana. Rasa sukaku pada hal-hal tersebut hanya di tahap rata-rata, tidak terlalu obsesi tapi juga tidak ragu untuk mengeluarkan uang jika ingin.

Schewpid WriterWhere stories live. Discover now