ㅔㅁㅎㄷ

31 3 1
                                    

...

[15 Tahun Silam]

_^*^__*^*__^*^_

Itu adalah sebuah pesta liar sekumpulan anak-anak remaja dari sekolah SMA Sofa. Pesta yang diselenggarakan secara tertutup itu dihadiri oleh seluruh teman sekelas Lee Juyeon, sebagai pesta perkenalan dirinya sebagai murid baru pindahan.

Berasal dari keluarga kaya raya, uang dan kebebasan memungkinkannya untuk mencicipi segala hal yang sebenarnya belum legal ia nikmati di usia muda (14 tahun), yaitu alkohol dan seks. Juyeon bahkan berhasil menjerumuskan teman-teman barunya untuk merasakan kesenangan dunia orang dewasa tersebut, memanjakan mereka dengan segala yang ia miliki.

Tak terkecuali dengan Eric Sohn. Eric yang memang menyenangi hal baru dan telah terbiasa dengan alkohol, menerima segelas minuman yang telah diracik dengan bubuk misterius dari tangan juyeon. Ia menghabiskan minuman itu dalam sekejap, lalu perlahan kehilangan kesadaran. Hal terakhir yang ia ingat adalah ketika sosok juyeon bergerak menghampiri, menangkap tubuhnya yang hendak rubuh. Selanjutnya, eric terbangun dan mendapati dirinya sedang dimasukan ke dalam mobil taksi.

"Antarkan dia dengan selamat ke alamat ini" ucap seseorang pada supir taksi di kursi depan, yang mana semua wajah terlihat samar di mata eric. Ia belum mampu mengumpulkan kesadaran, bahkan suara-suara di sakitarnya pun timbul dan tenggelam. Ia tak bisa menggerakan tubuhnya, menahan matanya untuk tetap terbuka pun begitu sulit.

Sebelum mobil bergerak maju, eric sempat melihat sosok itu memandang lekat ke arahnya lewat kaca jendela.

"Sampai jumpa, eric" tutupnya lalu menyeringai.

******

Eric membuka mata. Kali ini tubuhnya terasa lebih ringan, pandangannya dengan cepat menyerap cahaya, menjadikan segalanya cukup jelas dipandang. Ia berada di dalam sebuah ruangan serba putih dengan irama dari bunyi mesin mengisi keheningan. Kemudian, pintu terbuka dan beberapa langkah kaki terdengar mendekat.

"Eric!" Suara memanggil itu datang dari wajah yang kini menatapnya cemas.

"... Haknyeon?" Eric membalas.

"Kau sudah sadar. Ya, ini aku" sahutnya lalu tersenyum lega.

Dokter memeriksa keadaan eric kemudian membawa haknyeon menjauh dari tempat eric terbaring untuk berbicara. Wajah keduanya nampak serius, entah apa yang tengah dibahas. Beberapa saat kemudian haknyeon kembali menghampiri.

"Apa yang kau rasakan? Apa kau membutuhkan sesuatu?"

"Kenapa aku ada di rumah sakit?" Eric nampak bingung. Pikirannya masih belum tertata sempurna, namun sejauh ia mengingat, keadaan saat ini tak terhubung dengan ingatan apapun yang tersimpan di otaknya.

Haknyeon mendekat lalu menjawab dengan suara rendah, "kau mengalami kecelakaan"

"Kecelakaan? ... Kapan?"

"Sepulang dari pesta malam itu. Taksi yang membawamu pulang mengalami kecelakaan lalu lintas" haknyeon menjelaskan.

"Oh ..." eric merasakan kepalanya kembali berdenyut. Lalu, ia teringat pada seseorang. "Kakekku, dia pasti sangat mencemaskanku. Apa kau sudah memberitahunya bahwa aku sudah bangun?"

Tiba-tiba raut wajah haknyeon berubah. Ia mendekat lagi hingga bibirnya membayangi telinga eric, sementara tangannya meraih jemari tangan eric yang masih lemah. "Maafkan aku. Tapi kakeknu, .... Dia telah meninggal dua bulan yang lalu" ungkapnya. Ketika tangan eric mengerjap, jemari haknyeon sudah siap menggenggamnya erat, merendam keterkejutannya.

"M-meninggal? Dua bulan yang lalu?" Eric memukul kepalanya dan menatap haknyeon dengan gugup. "Sudah berapa lama aku terbaring disini?" Tanyanya.

Haknyeon menghela napas dan menjawab, "10 bulan"

"10 bulan?!" Pekik eric. Tiba-tiba jantungnya berdegup cepat, pikirannya mendadak kacau. Tangannya gemeter dalam genggaman tangan haknyeon yang setia mengeratnya.

"Eric, tenang. Keadaanmu masih belum stabil, kendalikan dirimu" haknyeon berusaha meredam, tetapi dirinya malah tersandung kegelisahan ketika menyadari ada satu hal lain yang belum tersampaikan.

"Kakekku, dia meninggal sebelum sempat melihatku lulus sekolah. Pria tua yang malang ..." eric menatap langit-langit ruangan dengan sendu. Perlahan air matanya menetes jatuh, beberapa butir lainnya berhasil di sapu haknyeon sebelum lolos mengaliri pipi.

"Selama kau terbaring koma, kakekmu selalu datang menjenguk meski kondisinya tak begitu baik. Dia meninggal kerena usianya memang sudah terlalu tua, tak ada yang perlu kau sesalkan" haknyeon mengerti dula yang sedang menyelimuti sahabat sedari kecilnya itu. Dengan kepergian sang kakek, kini eric hidup seorang diri. Ia kehilangan satu-satunya keluarga yang ia miliki. "Aku akan selalu berada di sisimu" haknyeon mengusap kepala eric dan tersenyum lembut.

"Bisakah kau membawaku ke makam kakek? Aku pikir aku sudah merasa cukup lebih baik untuk pergi"

"Sudah cukup baik? Kau baru sadar dari koma panjang beberapa menit yang lalu" haknyeon mendesis kesal.

Eric tersenyum tipis lalu melepaskan diri dari genggaman haknyeon, mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana denanga nilai ujianmu? Kau bilang jika nilaimu bagus, orangtuamu akan menyuruhmu pindah sekolah ke luar negeri"

Haknyeon mengerucutkan bibirnya, membuat mimik wajah seolah menyesal. "Sayangnya nilaiku tak stabil, malah semakin jelek. Ayahku menyerah dan mungkin akan membiarkanku melanjutkan pendidikan di dalam negeri saja. Apa kau senang mendengarnya?"

"Senang? Kenapa aku harus senang?" Eric membalas ketus.

"Karena dengan demikian, aku bisa menemanimu lebih lama lagi"

Eric mendecih. "Aku justru muak melihat wajahmu setiap waktu. Pergilah, aku sudah bosan berteman denganmu" ujarnya.

Haknyeon tertawa lepas, ia memandang ke pintu ketika seorang suster datang membawa bayi yang sedang menangis. Seketika, rona cerah di wajah haknyeon berubah menjadi geram.

"Bayinya terus menangis. Aku pikir dia tahu ibunya sudah bangun" ucap suster itu sambil tersenyum dan mendekat pada eric.

"Aku rasa kau salah ruangan..." eric memandang bayi dalam gendongan suster itu dengan was-was. Selama hidupnya, ia tak pernah menyentuh bayi atau pun bergaul dengan anak-anak. Kesimpulannya, dia takut dengan 'manusia kecil' semacam itu.

"Tunggu!" Haknyeon beranjak dan menghentikkan suster itu sebelum membaringkan sang bayi di samping eric.

Bayi itu masih menangis ketika haknyeon beralih menggendongnya. "Bisa tinggalkan kami sebentar?" Pinta haknyeon. Sustee itu mengangguk lalu meninggalkan ruangan.

Eric memperhatikan situasi itu dengan tatapam curiga. "Kau kenal bayi itu?" Tanyanya.

Haknyeon berbalik badan memunggungi eric sambil berusaha membuat bayi itu tenang. Lalu setelah tangis bayi itu surut, haknyeon memutar badan kembali ke hadapan eric. Ia nampak gugup, cemas, juga tertekan. Ekspresi wajah itu membuat eric kemudian menyeret tubuhnya bangkit terduduk dan memasang dengan wajah serius.

"Haknyeon, apa ada hal lain yang kulewatkan selama aku koma?"

Haknyeon mengangguk. "Sebenarnya aku berencana memberitahumu tentang hal ini setelah kondisimu sudah benar-benar baik. Tapi karena keadaannya sudah seperti ini, ... Aku akan mengatakannya sekarang"

Eric menahan napas sejenak, mempersiapkan diri menyambut kalimat haknyeon selanjutnya. Kabar kematian kakeknya adalah yang terburuk, eric tak bisa membayangkan hal yang lebih menyakitkan lagi dari itu.

Haknyeon kemudian mendekatkan bayi mungil itu pada eric, membiarkannya melihat dengan jelas.

"Ini adalah bayimu. Kau hamil dan melahirkan selama dalam keadaan koma"

ㅅㅠㅊ...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LOOKING FOR DADDY || JuRicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang