Tragic

225 26 1
                                    

Dia tau jika apa yang tengah ia lakukan ini adalah hal yang salah. Tapi selalu seperti itu, kesalahan yang menghasilkan dosa selalu adiktif. Sekali kau melakukannya, kau akan menyesali sebelum kemudian entah bagaimana memutuskan untuk melakukannya lagi. Kesalahan yang sama, dosa yang sama.

Entah berapa lama kedua pelaku ini saling menikmati dosa di sana, di atas ranjang yang seprainya sudah tidak karuan lagi bentuknya. Yang mereka berdua kejar dan pedulikan hanya ego dan kepuasan seksualitas. Suara desahan memenuhi kamar hotel yang sejak dua hari yang lalu mereka huni bersama.

Titik puncak kenikmatan yang sedari tadi mereka kejar telah dekat. Lelaki yang berada di sana bergerak semakin cepat, sementara pasangannya sudah mencapai titik itu lebih dulu, berkali-kali sejak mereka memulainya.

Hela nafas yang terengah dan gerakan yang semakin kasar mengakhiri perjalanan ke sana. Lelaki yang berada di atas memejamkan matanya meresapi kepuasan yang ia kejar. Segala gambaran yang ia kehendaki muncul begitu saja seolah ia betul-betul berada di sana. Wajah yang terkasih selalu jadi yang otaknya proyeksikan dalam pejaman mata tiap kali ia sampai.

Meski, yang menemaninya mencapai kepuasan bukanlah sang kekasih.

* * * * *

Dia berada di padang rumput yang terhampar luas. Sejauh matanya memandang hanya ada rerumputan dan garis langit di ujung sana. Kepalanya ia tolehkan ke segala arah kemudian berbalik. Di hadapannya berdiri sang kekasih dengan baju serba putih yang terlihat sangat indah.

Ia tersenyum, segera melangkah menuju sang kekasih namun tertahan. Ada tabir tak kasat mata yang menghalagi dirinya dan sosok di depan. Senyumnya pudar, telapak tangannya menyentuh tabir tak kasat mata itu. Tak terlihat namun sukses dan sangat solid menghalangi keduanya.

"Aku akan meninggalkanmu.." kalimat pertama yang dilisankan sang kekasih membuatnya kaget.

Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Menolak dengan tegas untuk ditinggalkan.

Tangan yang tadinya berada pada pemisah tak kasat mata itu kini mengepal. Ia hantamkan kepalan tangannya namun tetap sama. Tabir itu tak hilang.

Dari sana ia melihat raut datar sang kekasih yang mulai memundurkan langkah. Meninggalkannya.

"Jangan!!" ia berteriak marah. Menghantamkan tinjunya pada penghalang dengan keras dan cepat.

"Kau tidak akan pernah menemukanku dimanapun"

Kalimat itu diakhiri dengan ia yang memutar tubuhnya berbalik, pergi meninggalkannya dengan langkah pelan yang mantap.

Bagaimana pun kerasnya ia meninju penghalang di depan tidak ada yang berubah. Bagaimana pun kerasnya ia berteriak, memohon dan meminta, sang kekasih tidak berbalik sama sekali.

"Tidak!! jangan pergi!!" dia bisa melihat buku jari di kedua tangannya berdarah-darah meski tidak merasakan sakit.

Dia terus menghantam tabir itu, dia harus menyusul sang kekasih yang tidak berbalik sama sekali.

"TIDAAAK!!!"

Nafasnya terengah begitu ia tersadar jika ini mimpi. Yang menemaninya tidur pun ikut terbangun mendengar teriakannya. Mengusap punggungnya mencoba menenangkan.

"Hei, it's okay. It's just a dream.."

"Tidak. Tidak.. " kepalanya menggeleng, ia tidak bisa tenang dengan apapun sekarang.

"Ponselku.. " ia bangkit mencari-cari ponselnya yang ia non-aktifkan. Tangannya bergetar, telapak tangannya berkeringat. Dengan nafas memburu ia menyalakan perangkat kemudian mencoba menghubungi sang kekasih.

Once Upon A Time in JAEDOlandWhere stories live. Discover now