1.7 Nadzor Pertama

13 3 0
                                    

Burung-burung berkicau dengan merdu, membuat suasana di pagi hari ini semakin terasa.

Devan, lelaki itu pagi-pagi sudah berpenampilan rapi layaknya anak pesantren, minus sarung. Dia akan berkunjung ke rumah kedua orang tua Nayra, dia akan melakukan nadzor pertamanya. Nadzor berasal dari bahasa Arab yang berarti melihat.

Setelah saling bertukar CV dan Q&A, Devan dan Nayra langsung membuat kesepakatan dan keputusan untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya, yaitu nadzor. Tentu dalam hal ini, mereka masih di bawah bimbingan Ma'muun sebagai mediator. Dan mereka memutuskan melakukan nadzor hari ini, hari jumaat.

Devan bercermin sambil membenarkan tatanan rambut dengan tangan, songkok yang sedari tadi dipegang dia pakaikan di kepala supaya rambut tidak menutupi dahi. Alis tebal; double eyelid; hidung mancung; bibir atas yang sangat tipis, itu membuat dia terlihat semakin tampan.

"Mau kayak gimana pun gue tetep tampan. Hah, betapa beruntungnya Kiai Ma'muun punya calon menantu kayak gue," tuturnya percaya diri.

Sambil melihat penampilannya di pantulan cermin, dia lanjut berkata, "Bismillah, semoga semuanya berjalan lancar. Aah, kok gue jadi dag-dig-dug gini sih? Si tampan Devan Kadipta, lo pasti bisa, karena lo udah niat buat serius." Dia menepuk dadanya sendiri tanda menyemangati.

Melangkahkan kaki dan pergi keluar kamar, Devan menuruni setiap anak tangga. Dia terus berjalan sampai akhirnya tiba di tempat tujuan, yaitu ruang makan. Terlihat sudah ada kedua orang tuanya duduk di kursi, di meja makan sudah tersaji beragam macam makanan yang terlihat enak.

"Widih, cakep betol. Tapi masih cakepan Papa ketang," puji Nizam berakhir memuji diri sendiri. Bapak sama anak tidak jauh beda, sama-sama tingkat percaya dirinya sudah tidak tertolong.

"Ingat usia, Pa," balas Devan lalu duduk di kursi seberang Nizam dan Erina.

Oke, Nizam merasa sedikit tersindir. Usia adalah senjata Devan untuk menyerang Nizam, dikala mereka berdua sedang berdebat siapa yang paling tampan. Dan di saat-saat itulah Erina ada di tengah-tengah mereka, Erina sampai sudah bosan mendengar perdebatan tak berfaedah mereka.

"Usia mulu yang jadi senjatanya, yang lain napa. Situ juga usianya 33 tahun, mana belum nikah lagi," sindir balik Nizam.

Layaknya seorang ayah dan anak, mereka lebih terlihat seperti teman. Nizam tidak mempersalahkan Devan untuk menganggapnya sebagai teman, toh itu memang keinginannya. Dia ingin menjadi seorang ayah yang bisa menjadi teman untuk anaknya, supaya hal yang tak dia inginkan tidak terjadi, yaitu renggangnya hubungan antara ayah dan anak. Walaupun begitu, Devan tetap ingat bahwa Nizam adalah ayahnya, dia masih ingat dengan sopan santun.

"Ya ini masih dalam proses, Pa," balas Devan tanpa melihat orangnya, dia terlalu sibuk dengan makanan yang ada di depannya. Dan ini adalah hal yang tidak Nizam suka, ketika di ajak bicara tetapi tidak menatap orang yang sedang di ajak bicara, sangat tidak menghargai.

"Sudah-sudah, kalian berdua tampan, kalian para pria kesayangan Mama," lerai Erina supaya semuanya selesai.

"Sudah-sudah, kalian berdua tampan, kalian para pria kesayangan Mama," lerai Erina supaya semuanya selesai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Cupid's DartsWhere stories live. Discover now