Ketika semesta membuat wacana perpisahan sempat terlaksana. Lalu kini, semesta kembali mempertemukan. Ketika hati mulai belajar melupakan, tetapi perasaan yang mati kembali dipermainkan.
Satu dekade telah berlalu. Tak pernah sekalipun bertemu. Lalu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tw// ⚠️🔞 Mature content ‼️‼️Tidak dianjurkan untuk yang masih di bawah umur. Happy reading and don't expect to much!.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sore itu, langit Kota Surabaya sedang cerah-cerahnya. Cakrawala memendarkan cahaya jingga, dari sorot senja yang akan datang segera. Biyu tengah berjalan dengan mendorong kursi roda Leah di lobi hotel. Mendorong kursi itu untuk menuju sosok lelaki dengan setelan jas yang dengan setia menunggunya di sana.
"Kak Biyu yakin, nih, pulang besok? Nggak pulang bareng aku sekarang?" tanya Leah begitu Biyu berhenti mendorongnya.
"Yakin," jawab Biyu tanpa ragu. "Aku harus menemui beberapa teman di sini besok."
Acara pernikahan itu telah usai. Dan Biyu tengah membantu Leah untuk check out dari hotel. Sebab, gadis itu harus pulang ke Blitar, sesuai janjinya pada Reza sang Ayah.
"Ya udah aku pulang dulu, ya." Gadis itu menggoyangkan tangan Biyu. "Besok kalau pulang kabarin aku."
Biyu tersenyum tipis. "Nggak janji."
Meski gadis itu berdecak kesal, Biyu tak memedulikannya. Ia memberi tempat untuk supir pribadi Leah menggantikannya untuk memegang pegangan kursi roda gadis itu.
"Dah sana pulang, hati-hati." Tangan kekar Biyu mengusak rambut pirang gadis itu. Lalu memerhatikan Leah yang mulai menjauh bersama supirnya. Memasuki mobil yang semula telah disiapkan oleh lelaki itu.
Seperginya Leah, Biyu tersenyum. Ia melirik arlojinya, dan waktu telah menunjukkan pukul lima sore. Setelah memastikan Leah benar-benar pergi, ia juga hendak beranjak pergi. Namun, ia tercengang saat perempuan dengan gaun merah selututnya, tengah berdiri tak jauh dari tempatnya. Senyum yang tak kalah merekah ia ukir dari bibir merahnya untuk perempuan itu.
Perempuan berambut sebahu itu berjalan mendekat pada Biyu, sembari menenteng clutch hitamnya. Ia menyunggingkan senyum tipis dengan tatapan datar, tetapi menusuk.
"Aku seperti selingkuhanmu, yang kamu sembunyikan dari Leah, Dokter Biyu."
Biyu terkekeh, lalu tangannya menjamah jemari kecil milik perempuan itu. "Mana ada orang secantik kamu jadi selingkuhan, Dokter Nara? Kalau bisa terang-terangan, kenapa harus menjadi selingkuhan?"