Doomsday

240 19 1
                                    

Bumi ini sudah menua. Dan bumi ini sudah pada batas akhirnya.

Bumi benar-benar akan hancur sekarang.

Dan itu sedang terjadi.

Tanah yang dipijak kini mulai berguncang hebat, mengakibatkan banyak benda di bumi yang bertabrakan, hingga air di laut yang tumpah ke darat dalam jumlah sangat besar. Benda angkasa pun tak ayal menabrak bumi dan membuat kekacauan didunia semakin bertambah.

Manusia-manusia sombong itu kini tengah berlarian bagai semut yang kebingungan. Mencoba menghindari bermacam-macam benda keras yang siap mengincar tubuh mereka untuk disakiti.

Sebagian orang disana sudah mati, adapula yang memilih pasrah pada takdir dan menyerah tergeletak di jalanan beraspal yang sesak dengan mobil tak berpenghuni. Dan ada juga sebagian orang lain yang masih keras kepala-berlarian dengan putus asa, mereka masih berusaha untuk menyelamatkan diri.

Meskipun mereka tahu betul, bahwa semua itu hanya akan berakhir pada sebuah kesia-siaan.

Warna langit tak lagi biru. Itu yang Mile lihat dari tempatnya duduk sekarang. Dia mendongak menghadap langit sambil mengumpulkan kesadarannya, terduduk sedikit bingung dibawah mobil miliknya yang sudah ringsek tertabrak mobil milik orang lain.

Dan saat kesadarannya sudah sedikit kembali, dirinya cukup tersinggung dengan kenyataan bahwa yang merusak belakang mobil mahalnya adalah sebuah mobil tua yang jelek.

Tapi bukan masalah itu lagi yang dia pikirkan sekarang.

Dahinya kini mengucurkan darah, itu akibat dari hantaman keras kerikil tajam yang jatuh dari langit ketika dia keluar dari mobil tadi. Kerikil itu berukuran cukup besar untuk membuat dirinya pingsan sebentar.

Tapi kemudian pemuda itu menyadari sesuatu.

Dia tidak boleh mati sekarang.

Sambil terkekeh seperti orang gila, dia menatap langit yang menyala-nyala sambil terus mencoba mendapatkan kesadarannya secara penuh.

Langitnya berwarna-warni, dihiasi dengan warna pink yang mendominasi, tapi bungsu Romsaithong itu juga dapat melihat ada warna oranye, biru dan hijau saling bertubrukan disana. Selain itu juga ada banyak sekali kilatan cahaya yang datang dari angkasa sebelum kemudian memberi ledakan ketika itu tiba didarat.

Itu indah sekali, kalau boleh Mile berkomentar. Namun sayangnya hal cantik itu akan membuat luka yang lumayan sakit ketika meledak.

Mile lagi-lagi tertawa tanpa alasan yang jelas. Mungkin jika keadaannya normal, orang-orang yang disekitarnya akan menganggap kalau dia sudah gila.

Tapi saat ini, bahkan untuk mengomentari seseorang yang terlihat gila sepertinya, mungkin mereka lebih sibuk untuk memikirkan bagaimana caranya menghindar dari pecahan komet yang selalu saja tiba-tiba datang mengacam nyawa dengan kecepatan kilat.

Sungguh, tapi sekarang Mile benar-benar ingin tertawa untuk suatu hal.

Mengenai suatu hal yang cantik tapi menyakiti. Persis seperti benda-benda angkasa yang jatuh itu.

Mile berhenti tertawa saat darah dari dahinya merembes melewati matanya. Dia terganggu, perih sekali rasanya.

Sambil menyamankan sandarannya pada sisi mobilnya yang terbuka, Mile kemudian teringat sesuatu. Lalu mengumpat, dia segera mencari ponselnya yang seingatnya sempat terjatuh disekitar sini.

"Bodoh! Seharusnya kulakukan dari tadi!" umpatnya sangat kesal.

Well, dia hanya kesal pada dirinya sendiri.

Tak lama kemudian akhirnya Mile dapat menemukan ponsel keluaran terbaru miliknya itu tergeletak diaspal bobrok tak jauh dari tempatnya duduk. Dia mengukir senyum lega, namun langsung kembali resah saat menyadari ketidakpastian akan keadaan ponselnya sekarang.

MileApo Oneshoot EditionWhere stories live. Discover now