Bab XLI

41.5K 2.4K 94
                                    

...

be my number one and only

...

Tidak terasa waktu sudah berjalan memasuki jadwal kedua kemoterapi. Minggu ini Saka tidak bisa ikut menemani Qila karena jadwal latihan basket persiapan pertandingan yang tidak bisa ditinggal.

Maka dari itu, sejak pagi buta Saka sudah tiduran di kasur Qila dengan wajah kesal. Harusnya ia bisa meluangkan waktu sesuai janji kepada Qila, namun mau bagaimana lagi jadwal ini tidak bisa ia atur sesuai keinginannya.

"Gak apa-apa, Ka, masih ada Ayah sama Daniel."

"Nanti gue nyusul."

Qila terkekeh tangannya sibuk memilih jaket yang akan ia pakai hari ini. "Latihan kamu, kan, biasanya sampe sore. Kata Ayah mulai kemo sekarang aku udah bisa pulang langsung gak perlu nginep lagi kayak kemarin."

"Apa gue izin aja," gumam Saka yang masih bisa Qila dengar.

"Jangan dong." Qila berdecak dan berkacak pinggang. "Katanya mau kasih medali kejuaraan buat aku, kalau gak latihan gimana bisa kasih."

"Tapi gue mau nemenin lo berobat."

"Kan masih ada lain waktu, Saka."

Dasar latihan sialan. Kenapa pula harus dilakukan weekend seperti ini. Saka jadi tidak bisa mengantar Qila dan menemani kembarannya benar-benar menyebalkan.

"Atau gini deh." Qila menaruh jari telunjuk dan jempolnya di bawah dagu. "Karena bakal cepet selesai gimana kalau aku yang nyamperin kamu latihan?"

"Jangan," tolak Saka cepat.

"Loh kenapa?"

Saka turun dari kasur Qila, "Istirahat aja."

"Kamu gak suka ya kalau aku samperin gitu? Waktu dulu juga kamu marah."

"Bukan." Saka membantu mengaitkan jaket yang sedang Qila kenakan. "Gak inget dokter bilang apa? Lo harus banyak istirahat."

"Tapi liatin kamu latihan gak bikin aku capek kok, Ka."

Saka menarik napas panjang. "Liat pertandingan gue aja nanti oke?"

"Kapan emangnya?"

"Satu bulan lagi." Saka berbalik mengambil sisir di atas meja belajar. "Sini gue bantu iket rambutnya."

"Janji ya aku boleh liat kamu tanding nanti." Qila mengacungkan kelingkingnya. "Kalau ingkar aku gak mau ngomong sama kamu lagi."

"Janji." Saka menautkan kelingkingnya dan tersenyum sekilas. "Mau di iket satu atau dua?"

"Satu aja."

Qila merasa pergerakan Saka melambat saat menyisir rambutnya. Ia tersenyum dan sedikit memiringkan kepala. "Rontok ya?"

Saka segera merubah ekspresi wajahnya. "Sedikit."

"Kalau aku botak gimana, Ka."

"Nanti panjang lagi, Qi." Saka tak bisa berucap lebih. "Pasti panjang lagi."

"Kalau enggak?" ucap Qila setengah putus asa.

"Kalau gak bisa panjang lagi, berarti gue yang harus botak."

"Nanti gak ganteng lagi dong."

Tak ada sahutan dari Saka, meskipun demikian Qila tetap melanjutkan ucapannya sambil tersenyum sedih. "Ka."

"Kalau aku botak nanti jadi jelek ya."

"Lo akan selalu cantik, Aquila."

"Yang bener? Kalau aku gak punya pacar gimana?"

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now