8. Ih, Bau

2K 359 21
                                    




Pulang ke rumah, Ajeng bergegas membersihkan diri dan menunggu waktu menggantikan tugas ibunya menjaga Lintang. Saat sedang bersantai dia mendapat sebuah pesan dari Gita yang mengatakan bahwa dia dan mamanya akan pulang lusa. Gita menyatakan rasa senangnya karena Lintang memberitahunya bahwa dia sudah pulih dan sedikit bertenaga sekarang, dan melaporkan bahwa Ajeng dan ibunya telah menjaganya dengan sangat baik.

Resah memikirkan kejadian sebelumnya di sekolah langsung hilang saat mendengar suara renyah Gita yang dengan riang bercampur sedih menyatakan kerinduannya terhadap Ajeng. Asyik ngobrol, hingga tak terasa sudah waktunya dia menggantikan tugas ibunya, Ajeng menghentikan pembicaraannya.

"Eh, aku jagain Mas Lintang dulu ya, Gita. Ini ibuku udah nelfon."

"Iya, Ajeeeeeeng."

Ajeng, seperti malam sebelumnya, membawa peralatan menginapnya ke rumah Gita.

Saat berpas-pasan dengan ibunya di depan pintu rumahnya, Ajeng mengulum senyumnya saat ibunya agak memarahinya karena terlambat menggantikannya. Ajeng lalu menceritakan bahwa dia keasyikan ngobrol dengan Gita yang menghubunginya dari Batam. Arni langsung merasa lega saat Ajeng memberitahu kabar kepadanya bahwa Gita dan mamanya akan pulang lusa.

"Gimana Mas Lintang, Bu?"

"Udah bisa turun dari atas ke dapur."

"Haha." Ajeng tertawa melihat gaya ibunya saat menjawab pertanyaannya sambil mencibirkan bibirnya, membayangkan Lintang baru turun dari lantai atas menuju dapur di bawah membuatnya geli sendiri.

"Udah, sana. Dia tadi nanyain kamu."

Ajeng dengan cepat pergi melangkah menuju rumah Gita. Dia tidak tahu Lintang yang berada di balkon luar kamarnya di lantai atas, tampak sedang memperhatikannya dengan wajah misteriusnya, lalu masuk kembali ke kamarnya bersamaan dengan Ajeng yang juga masuk ke rumahnya.

Ajeng memasuki dapur sebelum pergi ke lantai atas. Dia masukkan minuman kesukaannya ke dalam kulkas besar di dapur, berupa teh susu kemasan yang dia beli di warung dekat sekolah.

Sambil mendekap tas, dia menaiki tangga menuju lantai atas, dia hendak menghampiri kamar Lintang saat sudah berada di lantai dua, tapi pintu kamarnya tertutup rapat. Ajeng memutuskan langsung masuk kamar Gita.

"HAH!"

"Aaaaakh!"

Ajeng terkejut bukan main, Lintang mengejutkannya dari belakang.

"Mas. Ih, ngagetin!!"

Ajeng menatap sinis ke arah Lintang yang malah senyum-senyum melihatnya.

"Ke kamarku aja. Ngapain di kamar Gita. Sepi kan? Sendirian."

Ajeng mengamati wajah Lintang sejenak, yang sudah lebih cerah dari sebelumnya. Dia dengan refleks menyentuh dahi Lintang sambil berjinjit, karena tubuh Lintang yang sangat tinggi dibandingkan tubuhnya yang kecil mungil.

"Ah, sudah sembuh Mas Lintang." Ajeng menunjukkan perasaan lega dan bahagia.

Lintang mengangguk. "Tapi nanti sakit lagi kalo kamu di kamar Gita."

Lintang memang jago merayu, dan Ajeng mengikuti langkahnya menuju kamarnya dengan membawa peralatan menginapnya. Ajeng dengan tenang menurut, berpikir bahwa sebelumnya dia dan Lintang hanya berpelukan, dan tidak akan berbuat jauh.

Entah kenapa Ajeng enggan menceritakan apapun tentang Leslie kepada Lintang, meskipun sebenarnya dia ingin sekali mengatakannya. Setiap kali berdekatan dengan Lintang, nama Leslie hanya mengganggu pikirannya dan dia enggan menyebut-nyebutnya, memilih untuk diam saja. Baginya lebih baik melihat Lintang tersenyum dan bercakap-cakap seperlunya tanpa harus berpikir berat tentang Leslie, atau menyinggungnya. Dan sekarang Ajeng merasa sangat tenang di dekat Lintang.

Cinta AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang