1/1

272 18 1
                                    

Gawin memainkan ponselnya, sekedar mengisi waktu scrolling tiktok setelah ia dan Krist menghabiskan malam untuk bermain game. Game di LCD  menampilkan menu utama sementara Krist sedang ke kamar mandi sejak sekitar setengah jam yang lalu. Mulai merasa janggal ia akhirnya memutuskan untuk mengecek, Gawin yang tak mendengar apapun dari luar pintu memilih untuk mengetuk.

"Phi Kit"

Ia memanggil beberapa kali tapi tetap tak ada jawaban, sekitar lima kali barulah pintu terbuka, membuatnya berhadapan dengan wajah krist yang terlihat pucat, membungkuk memegangi perutnya.

"Phi Kit gapapa?"

Lalu Krist pingsan.

Gawin berusaha untuk tenang dan memanggil-manggil Krist lagi, tetap tak ada respon akhirnya ia bawa Krist ke kamar yang untungnya tidak terkunci. Gawin merebahkannya di kasur, memastikan bahwa Krist bernapas dengan stabil sebelum mengoleskan minyak angin, ia tak tau harus berbuat apa dan apakah ia harus ke dokter, ia juga tak tau Krist sakit, selama bersamanya tadi Krist terlihat baik-baik saja.

Gawin pikir ia harus menelpon seseorang, sekedar bertanya atau meminta bantuan, tapi siapa yang akan ia ganggu di jam 2 dinihari seperti ini. Gawin belum mengenal keluarga Krist dan hanya nama Singto yang terlintas dibenaknya, Gawin tau Singto sangat dekat atau pernah sangat dekat dengan Krist, dan Krist pernah mengenalkan mereka berdua jadi Gawin punya kontaknya.

Secara mengejutkan hanya butuh satu kali percobaan untuk Singto mengangkat telponnya.

"Phi singto, ini Gawin, Phi Krist pingsan phi, apa phi tau phi Krist sakit apa dan sebaiknya apa yang harus aku lakukan, sekarang napasnya tampak teratur dan ia juga tidak demam tapi belum juga sadar, apa aku sebaiknya langsung membawanya ke rumahsakit phi?"

"Kit pingsan? Ah dia punya asam lambung, mungkin kambuh. Tunggu sebentar aku kesana"

Dan Singto mematikan sambungannya, meninggalkan Gawin yang cukup terkejut mendengar bahwa Singto akan kesini.

"Gawin"

"Oh, phi sudah siuman, ini minum dulu phi"

Krist menurut, mengankat lehernya untuk minum sedikit air putih.

"Terimakasih banyak sudah menolongku, maaf merepotkanmu. Sepertinya radang lambungku kambuh, bisa tolong ambilkan obat di laci itu"

Gawin membawa sekotak besar obatnya ke hadapan Krist karena ia tak tahu obat mana yang dimaksud.

"Phi tidak merepotkan kok, memang harusnya manusia saling menolong kan, tapi phi tidak pernah cerita kalau sakit, aku panik tadi"

Krist meminum obatnya dan tersenyum kecil.

"Aku kira tidak akan sampai pingsan"

"Phi tetap harus cerita, biar aku tau harus gimana, tadi saking bingungnya aku akhirnya nelpon phi Singto dan keliatannya phi Singto ikut panik sampai mau kesini"

Senyuman Krist luntur sedikit, ia tak tahu harus menanggapi bagaimana, kalau boleh jujur ia tak ingin berhadapan dengan mantan partnernya itu, apalagi Gawin disini. Tapi fakta bahwa Singto masih seperduli itu juga membuatnya bertanya-tanya.

Tak berapa terdengar bunyi bel dan keduanya tau itu pasti Singto. Gawin membukakan pintu dan mengatakan bahwa Krist ada di kamar, membiarkan Singto masuk sementara ia duduk di ruang tengah, tidak ingin mendengar percakapan mereka karena ia tidak merasa berhak.

Di kamar, Singto melihat Krist sedang duduk sambil menunduk, ia yakin Krist menyadari keberadaannya tapi memang tak ingin bertatap mata.

"Maaf phi Sing"

Ucapnya lirih-lirih sambil memilin pinggiran selimut, entah kenapa ia takut, takut dimarahi, takut merepotkan dan mungkin takut terbawa perasaan.

Singto menghela napasnya, bingung juga harus bagaimana karena sekarang ia tak lagi merasa berhak untuk menenangkan Krist dengan pelukan. Singto mendekat dan menaruh kresek kecil di meja.

"Aku belikan obat untuk cadangan, jika tak membaik sampai besok sebaiknya ke rumah sakit saja, karena sekarang kondisimu sudah baik phi akan pulang ya"

"Terimakasih banyak Phi Sing"

Krist ingin menawari makan, minum dan cemilan sebenarnya tapi ia juga tak ingin menahan Singto.

Saat berjalan keluar Singto melihat Gawin yang sedang merebahkan kepalanya di sandaran sofa tapi sepertinya belum tertidur.

"Gawin, aku pamit dulu ya"

"Ga pengen minum dulu phi? Akan aku ambilkan sebentar"

"Ga usah Gawin, aku mulai kerja pagi-pagi besok"

"Aah baiklah kalau begitu, terimakasih phi Sing"

"Santai saja"

Singto berjalan menuju pintu depan dan Gawin mengikutinya, bermaksud untuk mengunci pintunya lagi nanti. Tapi Singto berbalik setelah keluar pintu, menghadap Gawin dan mulai berbicara.

"Krist punya gastritis, radang lambung yang kadang bisa kambuh separah tadi jika ia telat makan atau salah makan, ia tidak boleh makan pedas atau asam. Saat kambuh biasanya Krist akan membaik dengan istirahat dan minum obat tapi jika tidak membaik juga mending ke dokter. Krist juga memiliki panick attack, dia punya obat untuk itu tapi obat itu membuatnya mengantuk hingga tidak bisa bangun pagi dan melewatkan sarapan hingga membuat gastritisnya makin parah jadi ia jarang meminumnya.

Kulihat dia cukup nyaman bersamamu dan itu baik karena berarti ia bisa menghentikan obat penenangnya"

Mereka saling diam sejenak.

"Terimakasih sudah memberitahuku ini Phi Singto"

"Tidak, aku yang berterimakasih, aku pamit ya"

"Iya phi"

Gawin menutup pintu, termenung sebentar memikirkan apakah sebaiknya ia maju atau mundur.

End

Kata gw mah maju tak gentar win

Pingsan (Oneshot)Where stories live. Discover now