Suara dentuman musik menyambut indra pendengaran Ily kala gadis itu memasuki salah satu club kelas atas langganan Flora. Tidak heran karena teman satu apartemennya ini adalah anak salah satu pengusaha sukses yang memang hidupnya sangat glamor. Ily pun bisa tinggal di apartemen itu karena kebaikkan hati Flora yang memintanya tinggal bersama tanpa harus membayar. Tapi Ily terlalu tahu dia, karena tidak membayar jadilah ia bagian bersih-bersih dan sesekali memasak saat sempat.
"Gue udah buka table buat kita, tapi sorry kalau nanti gue keluyuran. Kadang yang gemes-gemes suka lewat," katanya berbisik pada Ily membuat Ily menggelengkan kepalanya maklum. Entah kenapa sahabatnya itu suka sekali dengan brondong. Bagi Ily di dunia yang memusingkan ini ada lebih baiknya mendapatkan pria yang lebih dewasa agar lebih bisa mengayomi dan memanja.
Seperti katanya, Flora tidak bisa duduk diam. Ia langsung berkeliyaran entah kemana membuat Ily tidak habis pikir. Masih berusaha untuk beradaptasi, Ily hanya duduk di tempat yang dipesan oleh Flora sembari meneguk wine-nya. Sudah lama tidak minum membuat tenggorokan Ily cukup terkejut dengan sensasi aneh yang diberikan minuman itu di tenggorokannya. Tentu saja anehnya hanya sesaat, sebab setelahnya pikirannya menjadi seperti kosong seolah tidak dipaksa untuk memikirkan apapun dan inilah yang ia butuhkan.
Melihat sekumpulan orang-orang yang tengah menari menikmati alunan musik yang semakin malam semakin asik itu membuat Ily merasa gatal jika hanya duduk disini. Mungkin pengaruh alkohol yang sudah mulai merenggut kewarasannya yang awalnya hanya ingin minum saja membuat Ily ingin bergabung disana. Ia pun akhirnya bangkit dari duduknya, menyelipkan tubuh mungil rampingnya diantara orang-orang disana kemudian mulai berjoget mengikuti musik. Ah seperti ini ternyata menikmati kehidupan dunia muda.
Ily terus bergoyang, meliukkan tubuh kecil namun lincahnya membuat orang-orang di sekitarnya merasa tertarik. Satu persatu pria datang untuk mengajaknya berjoget bersama, bahkan ada yang langsung merangkul pinggangnya begitu saja namun Ily masih cukup sadar untuk menolaknya dan mendorongnya pelan. Ia suka lelaki tampan, menurutnya melihat lelaki tampan bisa cukup mengurangi stress. Jadi jika tidak tampan ada baiknya menjauh.
"Haiii..." seperti prinsipnya hanya lelaki tampan yang boleh mendekat, Ily menyapa seorang pria yang sedari tadi hanya duduk diam sembari minum tapi mampu mencuri perhatiannya. Entah karena pengaruh alkohol, Ily jadi dengan berani menghampirinya dan bahkan merapatkan tubuhnya pada lelaki itu.
"Haii cantik," sapa balik lelaki itu. Ia padahal baru datang dan berencana untuk santai sejenak sebelum mencari mangsa, tapi malah mangsanya sendiri yang masuk ke kandangnya. Pipi Ily memanas, ia suka dipuji.
"Mau minum?" Lelaki itu memberikan vodkanya pada Ily. Kadar alkoholnya sangat tinggi, tapi melihat keberanian gadis ini mendekatinya, lelaki itu berpikir ia pasti sudah sangat sering kesini. Tapi anehnya dirinyapun juga sering kesini, tapi ini kali pertama mereka bertemu.
Ily mengambil minuman itu dan meneguknya dengan sekali tegukan hingga habis. Matanya memicing merasakan sensasi terbakar di tenggerokannya membuat lelaki itu tersenyum miring. Ia kembali mengisi gelas itu dan memberikannya lagi pada gadis yang kini sudah ada dalam rengkuhannya.
"Eitss udah dapat mangsa aja lo Li," kata seseorang yang sedari tadi memang mencari keberadaan lelaki itu.
"Lo, Ardan sama Lukas pesan meja baru ya."
"Iya iya paham, have fun," katanya kemudian mengambil sebatang rokok milik pria itu kemudian berlalu pergi. Lelaki itu kembali menatap gadis yang dengan sendirinya menuangkan minuman ke gelasnya, tampaknya ia ketagihan.
"Lo bisa pingsan kalau kebanyakan minum ini," katanya menjauhkan minuman itu membuat sang gadis mengerang tidak suka.
"Eunghh..." gadis itu melenguh kala sang lelaki mengecupi lehernya. Ini adalah tahap awal saat ia memutuskan mangsa mana yang harus ia bawa. Ia suka gadis yang wangi. Bukan hanya sekedar wangi, ia suka yang wanginya memabukkan. Saat indra penciumannya mengenai leher Ily, ia tersenyum simpul. Ia suka wangi vanila ini.
"Lo wangi, gue suka," katanya memuji.
"Lo ganteng, gue suka." Lelaki itu terkekeh mendengarnya saat gadis ini seolah tidak ingin kalah untuk ikut memuji.
Diperhatikannya kembali penampilan gadis ini. Ia tidak seperti wanita-wanita lain yang pernah bersamanya. Tubuhnya bisa dibilang mungil, wajahnya tidak ada kesan seksi melainkan terlihat imut. Tapi ia yakin setelah dibawah kukungannya ia akan terlihat lebih seksi dari siapapun.
"Nino..." suara panggilan itu membuat lelaki yang tengah sibuk memberikan efeksi kecil dengan menciumi leher Ily harus terhenti.
"I told u alone," katanya kecewa kala melihat sudah ada seorang gadis dalam rengkungan Ali.
"Dia udah sama gue, jauh-jauh lo sana! Kelaut terus kesananya lagi, yang jauh," ucap Ily dengan berani. Ali tersenyum miring, gadis ini unik juga pikirnya.
"Calm beb, I'm yours okey," kata Ali memberikan kecupan singkat di pipi Ily. Gadis yang tadi menghampiri mereka terlihat menghentakkan kakinya kesal karena malah diberikan tontonan gratis seperti ini. Pupus sudah harapannya untuk menghabiskan malam dengan incaran seluruh wanita yang pemilih itu. Dengan kesal ia pergi begitu saja.
"So, siapa nama lo?" Tanya Ali. Tangannya memeluk pinggang Ily yang masih berdiri di sampingnya sementara ia masih dalam posisi duduk. Karena jarak tinggi mereka yang tampaknya lumayan juga, jadi meskipun duduk mereka masih dalam keadaan sejajar.
"Ily," jawab Ily.
"Cute name," ucapnya.
"Nama lo?" Tanya Ily balik.
"Ali, tapi lo bisa panggil gue Nino juga." Namanya Alian Elnino, beberapa teman dekatnya memanggilnya Ali, tapi biasanya yang hanya sekedar kenal memanggilnya Nino. Berkenalan dengan wanita di clubpun ia juga pilih-pilih dalam memperkenalakan nama. Ia lebih sering memperkenalkan diri sebagai Nino. Tapi untuk gadis manis di hadapannya kini Ali membebaskannya sendiri untuk memanggilnya apa.
"I will call you Ali in a good way, but I will call you Nino when you on my top, how?" Sepertinya club ini ada setannya yang membuat Ily bisa mengatakan hal sevulgar yang biasanya tidak terucap dari mulutnya. Ia benar-benar diluar kendali jika sudah meminum alkohol dan ia tahu betul akan hal itu. Makanya ia sangat jarang minum.
"Wow..." Ali dibuat tidak bisa berkata-kata, darahnya berdesir mendengar kalimat itu keluar dari bibir gadis cantik di hadapannya. Ia bukannya jarang mendengar kalimat-kalimat menggoda dari seorang wanita. Ali tidak gampang tergoda jadi wanitalah yang harus bekerja keras menarik perhatiannya. Namun untuk kali ini entah kenapa usaha kecil gadis ini sudah mampu menarik perhatiannya.
"Lo bisa panggil gue apa aja saat gue ada di atas atau bawah lo," kata Ali meyeringai kemudian menarik tengkuk gadis itu untuk melahap bibir ranumnya yang sedari tadi memanggil-manggilnya.
Ali cukup kaget saat merasakan ciuman gadis itu agak asal menandakan ia tidak terlalu ahli. Ah jangan heran, Ali ini adalah good kisser, jadi ia tahu pula mana yang ahli. Tapi meskipun begitu Ali dengan sabar menuntunnya, dan tampaknya gadis ini belajar dengan sangat cepat. Tangan Ali meremas bongkahan bokong kenyal Ily membuat Ily mendesah dalam ciumannya. Sungguh kepalanya terasa ringan seolah dibawa melayang oleh ciuman Ali yang lebih memabukkan dari pada minuman yang ia minum tadi.
"Jangan berhenti," protes Ily saat Ali melepaskan ciumannya. Ali terkekeh, menjauhkan wajahnya kalau gadis itu berusaha untuk menggapi bibirnya lagi.
"Kita lanjutin di apartemen gue," kata Ali kemudian menarik Ily buru-buru keluar dari club itu. Tadinya ia pikir ia bisa bermain-main dulu dengan gadis yang tampaknya hanya sok-sok ahli ini. Tapi entah kenapa malah dirinya sendiri yang tidak tahan. Hanya mendengar suaranya saja membuat tubuh Ali memanas.
——————
Baca lanjutan ceritanya di ebook "Loved By Annoying Man" dengan total halaman 300 halaman full sampai tamat. untuk pemesanan bisa melalui WA ke nomor 0895604244621
Ayukkkk buruan pesan buat yang kangen cerita Ali Prilly😘
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS LOVE
Teen Fiction"Gue gak tau lagi harus ngajarin lo kayak gimana. Gue capek tau gak. Lo itu begonya udah akut," kata Ali sambil mengacak rambutnya frustasi. PLAKKKK! satu tamparan keras tepat bersarang di pipinya yang membuat dia meringis. "Lo gak berhak ngejudge g...