Bab 00

26 4 0
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri. Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

Follow IG: @syahna.bahy_ atau @syahwa.b_

***

“Tidak, Namia. Tidak. Aku tidak bisa membawanya bersamaku, aku punya keluarga baru dan kamu tau soal itu,” tolak seorang pria sembari menepis tangan seorang wanita di hadapannya.

Wania itu terlihat tak berdaya. Satu tepisan dari pria di hadapannya membuatnya jatuh tersungkur ke lantai.

“Bagaimana bisa? Shuri juga putrimu, Mas. Dia juga anak kandung kamu, tidak hanya Raina, Mas,” balas si wanita.

“Tetap saja tidak bisa, Nam! Kita sudah lama berpisah dan kamu tiba-tiba datang ke aku dengan membawa anak ini? Aku tidak bisa menerimanya di sini!” tolak si pria sekali lagi.

Tangis si wanita pecah. “Jangan coba untuk ngubah alur cerita yang terjadi, Mas. Kamu yang oergi ninggalin aku dan Shuri, apa kamu lupa soal iti?” bentak si wanita.

“Iya, tapi bukan berarti kamu bisa datang dan nyerahin dia gitu aja ke aku. Kalau Mira tau, pasti dia bakalan marah besar ke aku.” Pria itu kembali menjelaskan kepada wanita yang menjadi lawan bicaranya.

“Kamu terus saja nurutin semua omongan perempuan itu, Mas. Kamu terus saja ada di bawahnya sampai-sampai kamu lebih memilih Mira dibanding sama aku dan Shuri,” ucap si wanita. Tangis yang terdengar sendu menggema di seluruh ruangan. Hening malam terisi dengan tangis si wanita yang tak berhenti sejak tadi.

“Udahlah, Nam. Jangan memperkeruh suasana. Ambil saja uang yang aku kasih ke kamu dan cepat pergi dari sini,” titah si pria sembari melempar koper yang diisi penuh dengan sejumlah uang.

Pandangan si wanita menatap tajam ke arah si pria. Dengan mata yang memerah, ia menatap ke arah koper dengan perasaan geram. Tak ada lagi raut kesedihan yang tergambar di wajahnya, justru raut kemarahanlah yang sedang tergambar jelas di wajahnya.

Cepat wanita itu mengambil koper yang berada di lantai dan melempar keras koper itu ke dinding.

Brak.

Koper itu pecah dalam sekali benturan.
”Aku tidak butuh uang yang kamu dapat dari selingkuhan kamu itu, Mas. Lebih baik aku dan Shuri mati kelaparan di jalan dibanding harus terima uang pemberian kamu, Mas!” tolak si wanita tegas.

Sang pria menatap nyalang ke wanita di hadapannya. Ia kemudian berjalan mendekat ke arah si wanita yang masih tersungkur di lantai.

Plak.

Sebuah tamparan keras tidak dapat lagi terelakkan. Tamparan keras yang tidak hanya meninggalkan luka fisik saja, tetapi juga dengan luka batin.

Di sudut bibir si wanita mengalir cairan merah segar. Sebisa mungkin wanita itu menahan rasa perih yang diberikan.

“Jaga bicara kamu, Namia! Mira tidak seperti yang kamu pikirkan,” ucap si pria lantang.

Wanita itu tertawa sinis mendengar ucapan si pria. “Wah, wah, wah! Kamu bahkan nampar aku untuk ngebela selingkuhan kamu itu, Mas?” sindir si wanita sinis.

Darah segar di sudut bibir menetes ke lantai, meninggalkan bekas  yang akan menjadi saksi bisu atas pertengkaran keduanya.

Dalam sekejap, raut wajah si pria berubah. Ia kemudian bertekuk lutut tepat di hadapan si wanita. Tangan gemetarnya terulur mengusap wajah si wanita di hadapannya yang terlihat kacau.

TENTANG SHURITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang