02. Lie

708 108 6
                                    

02. Lie

Bel pulang sudah berbunyi. Guru di depan kelas mulai mengemasi barang-barangnya, diikuti semua murid yang berada di ruang kelas. Setelah berpamitan, akhirnya semua murid diperbolehkan untuk pulang.

Terra mendekati meja Levi dengan jaket yang dia bawa. "Vi, jadi kan perginya?"

Levi mengangguk. Dia menutup tasnya. "Jadi dong. Yuk langsung aja kalo gitu."

"Eh mau pada kemana?" Dhika yang awalnya bermain game dengan Ares mendongak.

"Ini si Levi minta ditemenin beli sepatu."

Dhika langsung berdiri. "Ikut!" Baru saja Dhika akan mendekati Terra, namun Levi lebih cepat untuk beralih posisi di depan Terra dan merentangkan tangannya.

"Gak! Lo gak boleh ikut!"

Dhika mengumpat saat mendengarnya membuat Terra tertawa. Lucu saat melihat bibir Dhika mencebik kesal seperti itu.

Aric menatap Ale yang sedari tadi diam. Ares juga melakukan hal yang sama.

"Lo ikut pergi juga? Kenapa nggak bilang gue?" Aric bertanya dengan alis terangkat satu.

Ale mengerjap. Dia sama sekali tidak mengetahui bahwa Levi dan Terra ada rencana pergi. Ale menatap ke arah Levi yang mana mendapat balasan tatapan tajam dari pemuda itu. Seakan mengatakan agar Ale membuat alasan yang tidak akan merugikan Levi.

"Gue gak ikut kok Ric. Gue nanti masih ada rapat lagi jadi gue pikir gue gak perlu bilang ke elo," terang Ale membuat Aric mengangguk paham.

Dhika menarik Terra. Mengelus puncak kepala pacarnya itu sebentar. "Nanti aku jemput ya?"

Terra mengangguk. "Kalau gak ngerepotin." Mendengar jawaban Terra, Dhika langsung saja mencubit pipi pacarnya itu gemas. "Gak ngerepotin. Nanti telepon aja kalau udah selesai."

Levi kini mendekati tempat duduk Aric. Dirinya mengapit lengan Aric yang baru saja berdiri. "Nanti kamu juga jemput kan?"

Aric berdehem. Dengan pelan dia lepaskan pelukan Levi di lengannya. "Liat nanti."

Levi mendengus saat mendengar jawaban Aric. Namun dirinya mencoba tak ambil pusing. Hari ini dia berniat untuk belanja sepuasnya karena dia baru saja mendapat tambahan uang saku. Levi harus menjaga moodnya demi kelancaran belanjanya.

"Mau gue tunggu atau nanti gue jemput?"

Baru saja Levi membayangkan bagaimana senangnya saat dia mendapatkan sepatu yang dia impikan, bayangan itu harus lenyap saat dirinya mendengar pertanyaan dengan nada lembut Aric yang ditujukan kepada Ale. Tangan Levi mengepal kuat. Matanya menatap tajam ke arah Ale yang kini juga menatapnya dengan tatapan ketakutan.

"G-gue nanti dijemput Tante. Tante mau ngajak belanja kebutuhan rumah Ric." Ale menjawab dengan tangan saling bertaut cemas.

"Kalau Tante gak jadi jemput nanti hubungi gue. Oke?" Ale mengangguk kaku.

Setelah itu Aric menoleh ke tempat Ares dan Dhika. "Ayo pulang." Dhika langsung mengambil tasnya dan menyampirkan di bahu kanannya.

"Duluan aja. Gue masih ada kumpul futsal." Ares melepas seragamnya membuat kini dirinya hanya memakai jersey futsal tanpa lengan.

"Oke." Aric bersama Dhika keluar dari kelas.

"Yuk Ra." Levi berjalan terlebih dahulu setelah sebelumnya menyenggol pundak Ale cukup kencang. Untung saja ada meja yang menjadi pegangan Ale jadi Ale tidak jatuh.

"Lo duluan aja Vi. Gue mau ambil buku di loker dulu."

Untuk informasi saja, loker yang dimaksud Terra adalah loker yang berada di belakang ruang kelas. Setiap siswa mendapat satu loker untuk memudahkan mereka menyimpan buku atau barang-barang pribadi mereka.

Dan sekarang tinggalah mereka bertiga di dalam kelas. Terra, Ale, dan Ares. Ale baru saja akan melangkah saat dia rasakan tarikan di pergelangan tangannya.

Pelakunya adalah Terra.

"Kenapa bohong?" tanya Terra langsung.

"Bohong?" Ale mencoba melepaskan cengkeraman tangan Terra namun Terra menahannya. Ares hanya diam menonton. Dirinya bahkan kembali meletakkan tasnya di meja.

"Lo lupa gue juga anggota osis? Seinget gue hari ini gak ada rapat, Ale."

Ah bodohnya. Ale merutuki dirinya sendiri. Alasan tadi sebenarnya keluar secara spontan. Karena Aric tidak akan curiga jika Ale sudah menggunakan osis sebagai alasannya.

"Levi kemarin bilang dia udah ngajak lo tapi lo gak mau ikut karna ada les. Jadi mana yang benar? Rapat osis apa les?"

Ale kehilangan kata-kata. Levi bahkan gak ada hubungi dia. Terakhir adalah saat Levi meminta dirinya untuk menolak ajakan Aric pergi bersama.

"Ah itu-eh!" Saat Ale kebingungan menjawab, Ares tiba-tiba datang dan melepas genggaman Terra di pergelangan tangan Ale.

"Yang bener itu Ale gak bisa ikut kalian karna dia udah janji mau nemenin gue nyari buku."

Terra mengangkat sebelah alisnya saat pandangannya lurus menatap Ares yang juga menatapnya. Ale yang berada diantara keduanya menggigit bibir bawahnya cemas.

Ale harus apa sekarang?

❦︎

"Ares.."

Ares menghentikan langkahnya saat mendengar panggilan lirih dari Ale. Mereka berdua sedang berjalan di koridor yang mulai sepi. Terra sudah pergi setelah dirinya mendengar ucapan Ares tadi. Dan kini Ares dan Ale berjalan bersama dengan Ale berada dua langkah di belakang Ares.

"Hm?" Ares berdehem. Ale memainkan jarinya gugup. "Ma-makasih ya tadi lo udah bantuin gue ngasih alasan ke Terra.."

Ares hanya diam, membuat Ale semakin bingung harus melakukan apa. Suasana terasa canggung. Jujur Ale tidak nyaman seperti ini.

Ares yang melihat gelagat Ale mendengus. Kekehan kecil mulai keluar dari bibir tipisnya. Ares melangkah mendekati Ale. Sedikit menundukkan kepalanya karena perbedaan tinggi badannya dengan Ale.

"Makasih aja?"

Ale mendongak dan hal selanjutnya yang dilakukan Ale adalah mundur selangkah karena wajah keduanya terlalu dekat. Ale memalingkan wajahnya yang terasa panas. Ares kembali menegakkan badannya. Kini tangannya dia masukkan ke dalam saku celana.

"Lo maunya apa? Nanti gue beliin sebagai ganti ucapan terima kasih kalo gitu." Ale memainkan gelangnya untuk menyembunyikan rasa gugup.

Ares tersenyum. "Nyokap gue selama ini ngelarang gue bohong. Jadi, biar gue gak dimarahin, lo mending sekarang beneran temenin gue beli buku."

"Hah?" Ale cukup kaget mendengar ucapan Ares.

Bukan karena permintaan Ares yang tidak bisa dia penuhi, melainkan tentang membeli bukunya itu yang membuat Ale kaget.

Selama mengenal Ares, Ale belum pernah melihat pemuda itu serius membaca buku pelajarannya. Bahkan tak terhitung berapa kali Ares dihukum karena kelupaan membawa buku.

"Kenapa? Lo gak mau? Yaudah gapapa sih kalo gak mau."

"Eh iya enggak!" Ale langsung panik saat Ares berbalik dan akan melanjutkan langkahnya. Ale bahkan kini berganti posisi menjadi berada di depan Ares, secara tak sadar menghadang jalan Ares.

Ares terkekeh, "jadinya iya atau enggak?"

Ale menggeleng lalu mengangguk cepat. "Gue mau. Gue mau nemenin lo beli buku."

Ares tak dapat menahan tawanya. Entah sadar atau tidak, kini tangannya sudah mendarat di puncak kepala Ale. Mengacak pelan rambut Ale membuat Ale seketika membeku.

"Okay let's go, Ale." Dan Ares berlalu begitu saja.

Meninggalkan Ale yang masih harus berjuang menormalkan detak jantungnya.


❦︎

Lanjut?

CROMULENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang