Chapter 3

41 2 0
                                    

Setelah menghabiskan satu jam membaca tentang tipe INTJ, Alvino terkesima oleh Vero. Mereka tampak seperti kutub yang berlawanan dan itu membuat Alvino penasaran karena dia belum pernah bertemu orang seperti itu. Meskipun dia terlihat sangat eksentrik selama berinteraksi dengan Alvino, itu lucu baginya. Semakin Vero berusaha menahan dan menyembunyikan dirinya yang sebenarnya, semakin dia mengungkapkan tentang dirinya sendiri. Alvino benar-benar terhibur dan dia mulai menduga bahwa mereka akan menjadi bff.

Mengapa musuhku begitu sulit dihancurkan?! Vero terus berpikir sendiri. Dia terkejut dengan betapa mudahnya Alvino menyembunyikan rasa sayangnya pada Amanda, gebetan mereka berdua. Dia bahkan tidak pernah menyebut namanya sekali pun. Vero mencoba menutupi, menghindari topik itu secara langsung; tetapi dia merasa bahwa Alvino selalu mendominasi arah percakapan mereka. Dia berusaha menyembunyikan kepribadian aslinya, tetapi itu terbukti tidak berguna karena intel MBTI-nya berada di hadapan saingannya seolah-olah sedang dalam interogasi polisi. Vero tidak bisa menahan diri dalam mengungkapkan lebih banyak tentang dirinya.

"Bukannya menurut lo agak nggak adil gimana kebanyakan orang perlakuin seorang introvert?" Vero mengeluh, "setahu gue, kalo dalam konteks pacaran antara cewek dan cowok, pasti cowok diharusin untuk mimpin, tapi gimana sih seharusnya seorang introvert memulai dan melakukan interaksi sosial padahal dia benci interaksi sosial?!" Vero semakin merasa seolah-olah Alvino telah memasukkan es tehnya dengan suatu cairan semacam serum kebenaran.

"Menurut gue, ekstrovert punya kelebihan dan kekurangan yang beda dengan introvert," ujar Alvino, "Sebagai seorang introvert, lo mungkin punya kualitas yang bisa lo manfaatin untuk keuntungan lo."

"Ya coba aja lo bilang gitu ke orang-orang! Kebanyakan mereka pada ngga nyadar!" lanjut Vero.

Malam itu, kedua pesaing, Vero & Alvino, mengobrol lagi melalui telepon. Alvino menganggap obrolan mereka cukup mengasyikkan. Sebaliknya, Vero semakin cemas dengan kedalaman informasi yang dia berikan ke musuh bebuyutannya secara tidak terkendali, karena merasa tidak ada kemajuan untuk meraih tujuannya untuk mendapatkan Amanda atau perempuan mana saja.

Keesokan harinya di sekolah, Bu Nisa memberi mereka satu hari lagi untuk mempresentasikan analisis mereka tentang MBTI teman mereka dan memberikan pelajaran lain. Dia menjelaskan lagi tentang kontinum ekstroversi/introversi. Dia menempelkan sticky notes di salah satu ujung papan dengan kata 'ekstrovert' di atasnya dan satu lagi di ujung yang berlawanan dengan kata 'introvert'. Dia meletakkan push pin pada titik di antara kedua sticky notes tersebut, tapi lebih mendekat ke 'introvert'. Akhirnya, dia mengaitkan karet gelang yang terhubung ke push pin terdekat dari 'introvert' dan merentangkannya ke arah 'ekstrovert'.

"Seperti yang kalian lihat, semakin saya meregangkan karet gelang ini, semakin banyak ketegangan yang dihasilkan," ujar Bu Nisa. "Akhirnya karet gelang bisa putus jika ditarik terlalu jauh. Begitulah kita dengan kepribadian kita. Meskipun kamu mungkin seorang introvert, kamu pasti bisa bertindak seperti seorang ekstrovert di waktu-waktu tertentu. Tetapi semakin kamu meregang ke arah ekstrovert, semakin banyak ketegangan yang terjadi. Dan begitupun sebaliknya untuk ekstrovert. Intinya adalah, tipe kepribadian kamu tidak mendefinisikan kamu secara pasti. Ada kemungkinan terjadinya perubahan sikap tergantung pada banyak faktor."

Meskipun pelajarannya menarik dengan visual yang dia gunakan, Vero hampir tidak menyimak. Dia melirik ke Amanda dan Alvino. Dia berharap bisa bicara dengan Amanda tanpa disela Alvino. Saat pelajaran berakhir, dan waktu luang diberikan kepada para siswa, Vero memutuskan untuk mendekati Amanda dengan menanyakan tentang MBTI-nya; meskipun dia sudah sedikit mengetahui info tersebut dari laporan Alvino.

"Hei, Amanda, kan?" Vero memulai.

Alvino langsung memotong, "Amanda, ini bestie gue Vero!"

Ah anjir! Dia pura-pura jadi fake friend! pikir Vero. Lalu dia kabur, "Gue harus ketoilet!" serunya sambil berlari.

QuirkyWhere stories live. Discover now