Abhipraya

24 4 56
                                    

Dengan berat hati, kuletakkan secarik kertas bergores tinta hitam di sampingnya. Sekali lagi dan akan menjadi yang terakhir kali, kupandangi wajahnya sebelum kedua kaki ini melangkah menjauh secara perlahan-lahan berubah kukuh.

»--•--«

"Bangun, Adik Kecil! Ada pesawat akan jatuh ke atap kamarmu!"

Gangguan suara yang sama setiap pagi, berikut tarikan selimut hingga melorot ke lantai. Gadis di atas kasur menanggapi kegaduhan tersebut dengan menyembunyikan kepala di balik bantal. Akan tetapi, si pengganggu tidak akan berhenti sampai di situ. Dia berlari lebih dekat ke gadis di atas kasur, kemudian menekan-nekan bantalnya dengan kedua tangan bagai membuat adonan kue. Si gadis pun menyerah, dia menjauhkan bantal dari wajah dan berbalik menyerang si pengganggu yang adalah kakak lelakinya dengan melayangkan bantal tersebut ke arah wajah.

"Puas kamu, Pram?"

Gangguan yang selalu berhasil membuat sang adik bangun cepat di pagi hari membuahkan tawa dari mulut Pram sang kakak. "Jika kamu tidak ingin pagi harimu terus seperti ini, maka kunci kamarmu dan bangun sendiri."

"Memang aku tidak tahu kalau dirimu ini suka meminta kunci cadangan ke Mama? Sudah sana, pergi dari sini!"

Pram mengangguk dan berlalu begitu saja, tanpa berucap atau bertingkah lain lagi. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan kembali berbalik sedikit.

"Eh, Diva. Siapa cepat ke bawah, dia yang pertama mendapat sereal pelangi!" Detik itu juga Pram menghilang dari kamar sang adik.

"Pram! Tunggu!" seru Diva.

Gangguan sang kakak yang berujung merapikan tempat tidur; dilanjut memilih pakaian sekolah; membersihkan dan mempercantik diri; dan diakhiri sarapan, begitulah rutinitas Diva setiap pagi sebelum pergi menuntut ilmu di bangku sekolah menengah. Mempunyai kakak laki-laki yang suka jahil seperti Pram adalah tantangan Diva dalam menciptakan suasana pagi hari yang baik. Contohnya sekarang ini, ditinggal beberapa detik saja oleh Diva karena mengambil air minum, semangkuk sereal pelangi yang sudah seharusnya menjadi jatahnya itu malah dilahap Pram.

Diva langsung protes, "Pram! Jangan licik, itu punyaku!" Namun, yang ditegur malah tertawa-tawa. Memasang ekspresi mengejek pula. "Kamu harus makan yang punyamu sendiri."

"Ya, inilah punyaku karena aku yang pertama menyentuhnya," balas Pram santai.

"Mana ada punyamu? Aku lebih dulu turun ke bawah, Pram."

"Ya, tapi kamu belum memakannya. Jadi, aku tetap yang pertama."

"Hei! Aku sudah makan ketika kamu masih di atas!"

"Benarkah? Karena yang kulihat, kamu masih minum." Pram melempar cengiran yang di mata Diva super menyebalkan. Diva menggenggam gelas erat-erat sampai menonjolkan urat tangan yang tampak berwarna keunguan.

Suara sedikit rendah yang baru datang dari ruangan lain terdengar bagai mematahkan ketegangan dan mendinginkan situasi. Diketahui terlontar dari mulut pria dewasa dalam balutan pakaian formal yang merupakan orang tua si kakak-adik sekaligus pelindung Diva dari segala kejahilan Pram. Sepasang netra Pram terpaku pada kedatangannya yang memancarkan aura wibawa dari tubuh jangkungnya yang tegap. Pram langsung bergeser ke kursi sebelah dan memakan sereal coklatnya dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Pram, apa yang telah kamu perbuat pada Diva?" Sorot pandang sang ayah ternilai tajam, tapi tidak membuat si pemilik nama gentar.

"Oh, hanya kejahilan kecil untuk Adik Kecil," jawab Pram seadanya.

AbhiprayaWhere stories live. Discover now