Bagian 25

3.2K 194 55
                                    

Hello! Long time no see...

Kalau ada yang lupa chap sebelumnya bisa dibaca dulu ya sebelum ke sini.
Ini part yang lumayan panjang, jadi siapkan posisi yang nyaman buat lanjut baca.

Happy reading!

...

Jackson berjalan di samping Chanyeol, tangan kirinya menggenggam erat tangan sang ayah sementara yang satunya memegang sebucket bunga lily putih. Samar-samar aroma harum bunga itu menguar tertiup angin bersamaan dengan langkah kaki yang menjejak mendekati gundukan tanah yang sudah hampir dua bulan tak mereka kunjungi.

Kedua sosok itu bersimpuh di samping gundukan tanah. Sorot mata Chanyeol redup tak lagi bersinar seperti dulu lagi. Ia lelah, tak pernah sehari pun bisa tidur dengan nyenyak. Malam-malamnya selalu ia lalui tanpa tidur yang cukup.

Karangan bunga di tangan mungil itu telah berpindah, Jackson letakkan dengan hati-hati di samping nisan sebagai tanda penghormatan. Sepasang mata bulat itu terpejam mengikuti bagaimana ayahnya juga melakukan itu.

Chanyeol menghela napas pelan, meletakkan tangannya di atas nisan dengan lembut. "Hai.... Bagaimana kabarmu?" sapanya pertama kali. Angin berembus tiba-tiba seolah membalas sapaan hangat itu.

"Bagaimana di sana?" Hening, pertanyaan Chanyeol tentu saja tak akan mendapatkan jawaban apapun. Chanyeol tersenyum kecil namun senyuman itu nyatanya malah membuat Jackson yang melihatnya sedih.

"Sayang, sebenarnya Daddy datang hari ini untuk meminta sesuatu." Chanyeol kembali bersuara. Tangannya setia mengusap nisan itu, seolah tengah membelai kasih kepala pemiliknya. Matanya memandang teduh, ia tarik dalam napasnya yang berat lalu ia embuskan perlahan.

"B-bisakah kau tidak membawa Papa ikut bersamamu?" Suara Chanyeol pecah. "Aku mohon, biarkan Papa di sini bersama Daddy hmm?" Tenggorokannya tercekat hingga napasnya tersengal, dadanya sakit sekali. "Jangan bawa Papa bersamamu."

Jackson memang sering melihat ayahnya diam-diam menangis seorang diri, tapi tak sekalipun ayahnya menangis di hadapannya. Dan, hari ini untuk pertama kalinya ia akhirnya melihat pertahanan ayahnya runtuh. Mata bulat serupa miliknya itu memerah sebelum akhirnya menjatuhkan bulirnya. 

"Maafkan Daddy," ujarnya. Jarinya segera mengusap air matanya kasar. "Ah, kenapa aku menangis." Ucap Chanyeol sambil mendongakkan kepala, berusaha menahan air matanya agar berhenti mengalir.

Jackson bergerak mendakati Chanyeol, tanpa ragu segera memeluk ayahnya. "Tidak apa Dad, bukankah Daddy pernah bilang jika menangis tidak akan membuat kita terlihat lemah. Itu manusiawi, jika Daddy sedih menangis saja ada Jack di sini."

Chanyeol tak kuasa, air mata yang selama ini ia tahan akhirnya tumpah tanpa bisa dibendung lagi. Untuk hari ini ia tak lagi menahannya, semuanya pecah di pelukan putranya. Pundak sempit itu menjadi saksi bisu seberapa banyak air mata yang Chanyeol tumpahkan. Punggung lebarnya bergetar meski tak ada suara apapun yang keluar dari bibirnya.

Jackson tidak memiliki ide tentang apa kalimat yang harus ia katakan, ia buntu bagaimana harus menghibur ayahnya. Karena saat ini rasanya ia juga ingin menangis, kesedihan itu nyatanya turut menular padanya. Jackson terdiam sambil menepuk pelan punggung ayahnya, menikmati embusan angin dengan suara isakan yang teredam sebagai latar.

...

Tangan berjari lentik itu Chanyeol usap perlahan menggunakan handuk basah. Menyekanya dengan lembut dan sangat hati-hati seolah benda berharga yang akan pecah jika sedikit saja ia perlakukan dengan kasar.

A First Love Crap [Chanbaek]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang