1. Inferiority

1.5K 159 19
                                    

"Jangan nikahin Thalia, kamu sama dia itu beda kasta. Jauh. Enggak setara. Kamu enggak bakal bahagia, Hema."

Dulu sekali, Hema pernah mendapat wejangan seperti itu dari seorang teman. Hema pertimbangkan, tetapi Thalia yang tunjukkan kesungguhan dengan memperjuangkan kita untuk mereka pun lama-lama bisa mengikis keraguan lelaki itu. Nasehat tadi tetap bergaung di kepala Hema, hanya saja cinta menggema lebih berisik, lumat habis sangsi hingga Hema akhirnya mau mengakui; ia sama jatuhnya pada Thalia. Akhirnya Hema sudi menyambut perasaan tulus Thalia.

Belasan tahun pernikahan berjalan, tidak mudah bagi keduanya untuk menyatukan visi dan misi. Thalia yang berkecimpung di dunia bisnis, berpasangan dengan Hema yang menjadikan seni sebagai hidupnya. Mereka meniti jalan yang tak sejalan. Banyak jegalan menghadang, tetapi Thalia dan Hema punya lebih banyak cara mengatasinya. Sampai kemudian tibalah mereka menapaki satu titik di mana perbedaan pendapat akan hal sepele menjadi terlalu sukar untuk dibereskan. Masalah remeh yang sebelumnya bisa diselesaikan tanpa menunggu esok hari sekarang malah berlarut-larut hingga berganti bulan.

Mereka kewalahan menyelaraskan langkah untuk tetap berada di tujuan yang sama. Mereka berhenti saling memahami. Mereka tidak lagi mau menekan gengsi. Masing-masing dari mereka sama-sama merasa berjuang seorang diri dalam pernikahan ini.

"Bukumu katanya mau diadaptasi jadi layar lebar, Hem. Itu beneran?" tanya Abimana, kakak dari Thalia. Lelaki itu memecah hening yang semula nyaris membekukan suasana di meja makan.

"Masih proses negosiasi, Mas." Hema membalas canggung seperti biasa. Tak peduli meski sudah menjadi bagian dari keluarga Winarta selama belasan tahun, Hema selalu merasa asing di tengah-tengah keluarga ini. Rendah diri kerap menyandera kepercayaan dirinya, membuat Hema tak leluasa bertingkah dan berbicara. Ia sungkan.

"Keren kamu," puji Abimana.

"Emang cuannya gede, Hem?" Dewa selaku menantu pertama keluarga Winarta angkat suara. Mengarah remeh tatapan lelaki itu pada Hema yang duduk persis di seberang meja. "Aku kalau jadi kamu mending belajar bisnis biar bisa kasih kontribusi ke perusahaan keluarga. Perusahaan cabang yang dipegang istri kamu sekarang kan lagi jaya-jayanya, tuh."

Mulai, topik yang tersuguh di meja mulai mengarah ke pusaran badai. Hema paling benci kalau dirinya sudah disorot lampu dan menjadi titik fokus semua mata di lingkaran obrolan ini.

"Janganlah," sahut Andin yang adalah menantu kedua keluarga Winarta. Ia punya pandangan yang sama dengan Dewa dalam melihat Hema; sebelah mata. "Nanti sia-sia uang Papa buat kuliahin dia di jurusan seni kalau ujung-ujungnya ikut campur ngurus perusahaan. Hema yang anteng aja ngarang cerita sama nulis lagu-lagu roman picisan. Ya meski penghasilan gak besar, tapi kan dia menikmati apa yang dia lakukan. Lagian Thalia jago cari uang, jadi Hema gak perlu pusing mikirin nafkah istri." Andin tergelak, dan seisi meja ikut loloskan tawa juga.

Sementara di bawah meja, Thalia sudah menggenggam erat-erat jemari Hema sebagai upaya meredam emosi lelaki itu. Kalau bisa, sejatinya Thalia juga enggan hadir di sini dan saksikan betapa tajam kata-kata kedua iparnya dalam membicarakan tentang Hema. Namun, ia tidak enak hati pada sang papa jika mangkir dari tradisi yang sudah berjalan selama belasan tahun.

Begini tradisi keluarga Winarta; tiap sebulan sekali tiga anak dari keluarga Winarta harus bertandang ke rumah orang tua mereka untuk menghadiri makan malam. Intensinya sih supaya ikatan kekeluargaan tetap terjalin erat, tetap akrab meskipun jarang bersua. Bagi anggota keluarga lain, tujuan tersebut mungkin betulan sampai maknanya, tetapi tidak bagi Hema. Pertemuan rutin setiap bulan ini lebih cocok disebut sebagai ajang untuk menginjak-injak harga diri lelaki itu.

"Aku lusa ada rencana vacation ke Jepang bareng Andin, sama Mama juga, kamu mau ikut enggak, Tha?"

Tanya dari Clarissa—kakak pertama Thalia—dibalas gelengan oleh Thalia. "Aku sibuk, Mbak. Lain kali aja, deh."

[✓] Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang