DF-1

1 0 0
                                    

Setelah meyelesaikan masa SMA yang begitu menyakitkan dan aku juga sudah membalaskan dendam dua anggata keluargaku yang lebih dahulu pergi. Kini aku kembali pulang ke indonesia, dengan segala hal baru yang ada pada diriku, aku kembali bukan tanpa sebab ada beberapa dokumen penting yang saat ini dibawa kabur ke Indonesia. Mau tidak mau aku dan ayah harus pulang kembali.

agar tidak terjadi kecurigaan yang mendalam padaku dan tentang masa SMA-ku, aku juga memasuki unversitas yang sangat terkenal yang di isi oleh semua anak-anak yang orang tua mereka adalah seseorang yang berpengaruh dan sangat penting.

sejak pertama kali sampai di Indonesia, bahkan aku sudah harus segera kembali berburu, jika tidak aku tidak akan mendapatkan apa yang kami mau, kasus tentang vella terkubur dengan damai mereka melupakannya dengan begitu cepat, bahkan aku dan ayahku mengira kami akan tetap menjadi buronan dan tidak akan dilepaskan sama sekali tapi nyatanya sama sekali tidak. identitas kami berdua di Indonesia terhapus, jadi kami kembali dengan identitas yang sama tapi jalan yang berbeda.

DOR!
bunyi tembakan peringatan yang kedua kalinya memenuhi ruangan, orang yang dituju tidak perduli dia tetap pada posisinya. “tidak ada gunanya, cepat serahkan saja dokumen yang saya minta atau silahkan anda habisi saja kita berdua.” Katanya dengan lantang meneriaki orang yang menembakkan peluru tersebut.

perempuan itu menyandra salah satu anak buahnya yang paling setia dan dia percayai, dijadikannya sandra tersebut sebagai umpan dengan sebuah pisau yang berada tepat di depan leher sandera tersebut. Perempuan itu tidak lain adalah Zena Vandals Dharmaraja putri tunggal keluarga Dharmaraja, sebenarnya setelah kembali ke italia aku ingin mengakhiri ini dan melanjutkan kuliah sebagai seorang biasa yang ahli hukum agar bisa menjadi penasihat keluarga tapi aku tidak bisa diam saja seperti itu.

apalagi darah seorang mafia mengalir didalam tubuhku, jika bukan aku tidak ada lagi yang mendampingi ayah berburu. aku juga sekarang memiliki sosok ibu yang baru, ayah atas permintaan aku sendiri menikah dengan perempuan yang aku yakini bahwa itu adalah pilihan yang tepat. “Jangan membuang waktu saya untuk berdrama, serahkan saja apa yang saya mau!” teriaknya sekali lagi, “apa yang kamu mau dari saya?” orang itu berbicara dengan nada pasrah dia berjalan menuruni tangga dan berada 5 meter dihadapan ku, “serahkan dokumen yang saya mau, segera!”

DOR!
kali ini bukan tembakan peringatan, peluru tersebut terbang ke arahku dan sandera yang berada didepanku, sandera tersebut langsung terjatuh bersimbah darah dengan peluru yang menembus organ vitalnya. Aku? Tentu saja aku selamat, aku bukanlah tandingan orang tersebut dan aku juga sudah sangat berpengalaman, aku memakai rompi anti peluru dibalik bajuku. “ck, pengkhiantan.” aku melepaskan sandera tersebut dan berjalan ke sampingnya.

orang yang menembakkan peluru adalah atasan sandera tersebut, kematian yang disebabkan olehnya tidak dapat dia terima, dia menimbulkan duka yang disebabkan oleh dirinya sendiri, bahkan tidak berselang setelahnya, aku mendapatkan apa yang aku inginkan, dokumen tersebut sudah berada ditangannya, jadi aku bergegas pulang kerumahku.

Rey, sepupuku sudah berada di depan pintu kamarku entah apa yang dia inginkan, “sudah selesai berburunya? Dapat yang lo mau?”
aku tidak berniat menjawab tentang perburuan tadi. “ngapain?”
“mau main, lo gak mau keluar main atau nongkrong gitu? Lo udah kaya orang yang hidup sebatang kara tanpa punya temen.”

aku menggeleng. “gak, punya temen itu nyusahin rey.”
seketika Rey sedikit menjadi serius. “kata siapa? Aneh, kok lo bilang begitu, lo sendiri aja gak punya temen gimana caranya lo tau kalau punya temen nyusahin.”

huft. “sekarang gue emang gak punya temen, tapi bukan berarti gue gak pernah punya temen. Lo kalau mau main, main aja sendiri, dah sana.”
“gak bisa gitu, gue pengen nongkrong bareng lo dan gue gak menerima penolakan apapun dari lo, jadi lo harus segera siap-siap sebelum gue kembali lagi, okay!”

Rey berlari menuruni anak tangga dan aku tidak menanggapi omongan-nya tersebut dengan serius. Tentang rey, dia juga adalah anak seorang mafia lebih tepatnya ayah-nya Rey adalah adik ayah-ku, walau kita satu keluarga tapi marga kita tidak sama, nama lengkap Rey adalah Reyhan Hervator Dharmawagsa, alasan kami memiliki marga yang berbeda adalah karena kakek yang ingin marganya berhenti pada dirinya saja dan meminta kedua anak-nya untuk membuat marga baru.

itulah sebabnya. Rey juga sama sekali tidak terjun ke dunia mafia, dia tidak begitu pandai dalam segala hal yang ada, bahkan dasar untuk bela diri saja dia tidak menguasainya, anak laki-laki bungsu itu sangat dimanja oleh orang tuanya. Dia mempunyai satu kakak perempuan yang sangat genius sekarang dia menjadi penasihat keluarga, hukum-nya yang mewarisi garis keturunan adalah Rey tapi apa daya, marga Dharmawagsa mungkin akan berhenti di ayah-nya saja.

karena lelah aku merebahkan diriku ke kasur, memikirkan semua yang baru saja aku alami dan aku lihat sendiri. Mengingatnya membuatku merasa aneh sekaligus lucu, kenapa tidak,  atasannya tidak ragu untuk mengarahkan pistol ke arahku yang padahal di depanku adalah anak buah kesayangannya, bahkan dia tidak ragu untuk melapaskan peluru tersebut tapi setelah melihat anak buah-nya tergeletak bersimbah darah dia berteriak seolah tidak terima padahal yang membuat semua itu adalah tangannya sendiri.

menyesal setelah terjadi apa gunanya, dia tidak akan bisa mengulang-nya kembali, aku benci pengkhianatan apapun bentuknya. Bahkan Abangku juga pergi karena pengkinatan sang pacar yaitu kakak-nya vella. “loh kok lo belum siap? Bukannya gue bilang lo harus siap-siap ya, gue gak nerima penolakan apapun zee.”

lamunanku buyar ketika rey mengoceh bahkan sebelum masuk ke pintu kamarku. “gue gak perduli, lo bisa pergi sendiri. Lagiankan itu temen-temen lo bukan temen gue.”

Rey merengek dan mengoceh, pada saat bersamaan ada ibu yang berjalan ke arah kamarku, “tantee, rey izin ajak zee pergi nemein rey yaa, boleh ya tante.”
“tentu, boleh dong. Zee temenin rey yaa.”
aku terdiam menatap rey penuh kekesalan, “hahh, iyaa bu.”
“nah gitu dong dari tadi, cepetan yaa.”
“nyusahin gue banget si lo jadi orang, fakkk rey.”

Dharmaraja Fam'sWhere stories live. Discover now